A. Gambaran Kitab
Tafsir Jawahirul Qur’an wa Duroruhu
·
Pengarang Imam Ghozali
·
Cetakan ke-2 (1426/2005 M)
·
Percetakan Dar al Kotob al Ilmiyah Beirut
Lebanon
·
Jumlah Halaman (175 H)
B. Biografi
Nama asli Imam al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad, Al-Imamul Jalil, Abu
Hamid Ath Thusi Al-Ghazali. Lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia tahun
450 H (1058 M) pekerjaan ayah Imam Ghazali adalah memintal benang dan
menjualnya di pasar-pasar. Ayahnya termasuk ahli tasawuf yang hebat, sebelum
meninggal dunia, ia berwasiat kepada teman akrabnya yang bernama Ahmad bin
Muhammad Ar Rozakani agar dia mau mengasuh al-Ghazali. Maka ayah Imam Ghazali
menyerahkan hartanya kepada ar-Rozakani untuk biaya hidup dan belajar Imam
Ghazali.
Ia wafat di Tusia, sebuah kota tempat kelahirannya pada tahun 505 H (1111
M) dalam usianya yang ke 55 tahun. Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqih
di negrinya sendiri pada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani (teman ayahnya
yang merupakan orang tua asuh al-Ghazali), kemudian ia belajar pada Imam Abi
Nasar Al-Ismaili di negeri Naishabur dan belajar pada Imam Al-Haromain.
Disinilah ia mulai menampakkan tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa
dan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu
mantiq, falsafah dan fiqih Madzhab Syafi’i. Karena kecerdasannya itulah Imam
Al-Haromain mengatakan bahwa al-Ghazali itu adalah “Lautan tak betrepi.”
Setelah Imam Al-Haromain wafat, Al-Ghazali meninggalkan Naishabur untuk
menuju ke Mu’askar, ia pergi ke Mu’askar untuk melakukan kunjungan kepada
perdana Mentri Nizam al Muluk dari pemerintahan Bani Saljuk. Sesampai disana,
ia di sambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang Ulama’ besar. Semuanya
mengakui akan ketinggian ilmu yang dimiliki al-Ghazali. Menteri Nizam al Muluk
akhirnya melantik al-Ghazali pada tahun 484 H/1091 M. Sebagai guru besar
(profesor) pada perguruan tinggi Nizamiyah yang berada di kota Baghdad.
Al-Ghazali kemudian mengajar di perguruan Tinggi tersebut selama 4 tahun. Ia
mendapat perhatian yang serius dari para mahasiswa, baik yang datang dari dekat
atau dari tempat yang jauh, sampai ia menjauhkan diri dari keramaian.
Al-Ghazali merupakan seorang yang berjiwa besar dalam memberikan
pencerahan-pencerahan dalam Islam. Ia selalu hidup berpindah-pindah untuk
mencari suasana baru, tetapi khususnya untuk mendalami pengetahuan. Dalam
kehidupannya, ia sering menerima jabatan di pemerintahan, mengenai daerah yang
pernah ia singgahi dan terobosan yang ia lakukan.
C. Sejarah Penulisan
Karena pada
waktu ilmu yang paling tingi adalah Tafsir, karena tafsir adalah ilmu yang
mengungkap ilmu dalam al-Qur’an.
D. Metode Penafsiran
Metode yang digunakan oleh Imam Ghozali dalam Kitabnya, agaknya penulis
masih kesulitan untuk mencarinya dalam literatur-literatur bahasa Arab maupun
Indonesia. Sehingga dengan penuh kerendahan dan memberanikan diri untuk membaca
dan mengambil kesimpulan pada kitabnya langsung. Tanpa ada pendukung yang
memperkuat pendapat kami. Nampaknya kitab Jawahirul Qur’an menurut pendapat
kami menggunakan metode ijmali (global). Dimana beliau Imam Ghozali hanya
menulis sebagian ayat-ayat al-Qur’an yang menurut beliau paling pokok. Tetapi
tetap sesuai dengan susunan surah dalam mushaf.
E. Corak
Sengaja penulis kutipan dari kitab Tafsir Wal Mufassirun karya Husein
Adz-Dhahbi yang menjelaskan bahwa: Kitab Jawahirul Qur’an karangan Imam
Al-Ghozali adalah sebuah kitab tafsir dalam kategori bercorak “ilmiah”.
F. Komentar Ulama’
Menurut Dr. Abd al-Majid Abd al-Salam al-Muhtasib, Imam al-Ghazali
merupakan salah seorang yang paling gigih menyebarluaskan ide tafsir ilmi di tengah-tengah
perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Beliau menguraikan secara panjang lebar
argumentasinya ini dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin dan Jawahir al-Qur’an. Dengan
mengutip pendapat mengatakan: “Siapa yang ingin mengetahui ilmu orang terdahulu
dan kemudian renungkanlah al-Qur’an”. Menurutnya “Bagaimana mungkin kita
memperolehnya dengan hanya tafsir zahirnya saja”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Penulis Jawahirul Qur’an (Al
Ghazali, pen) karena banyak meneliti perkataan para filosof dan merujuk kepada
mereka, sehingga banyak mencampur pendapatnya dengan perkataan mereka. Pun
beliau menolak banyak hal yang bersesuaian dengan mereka. Beliau memastikan,
bahwa perkataan filosof tidak memberikan ilmu dan keyakinan. Demikian juga
halnya perkataan ahli kalam.
bismillah, sangat bermanfaat tulisannya, bagaimana bisa mendpatkan kitab asli jawahir ini?
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapus