A. Gambaran Kitab
Kitab Tafsir Al Jawahir adalah buah karya dari seorang ulama bernama Syaikh
Tantowi Jauhari dengan judul asli: al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim. Kitab ini terdiri dari 25 juz (13 jilid), dengan rata-rata per jilidnya
berjumlah 200-300 halaman dengan cover berwarna merah. Jilid pertama berjumlah
224 halaman, jilid kedua berjumlah 276 halaman, jilid ketiga dan keempat 215
halaman, jilid kelima 270 halaman, jilid keenam 264 halaman, jilid ketujuh 227
halaman, jilid kedelapan 238 halaman, jilid kesembilan 262 halaman, jilid
kesepuluh 267 halaman, jilid kesebelas 271 halaman, jilid keduabelas 344
halaman, dan jilid ketigabelas berjumlah 270 halaman. Kitab tafsir ini
diterbitkan oleh Mu’sasah Musthafa al-Babi al-Halabi pada 1350 H/ 1929 M lalu
dicetak di Beirut, oleh Dar al-Fikr pada 1395 H/ 1974 M. Ukuran dari kitab ini
28 x 19,5 cm.
B. Biografi
Tanthawi Jauhari Tanthawi bin Jawhari al-Mishriy lahir pada 1287
H/1862 M (ada yang menyebut tahun 1870 M) di desa 'Iwadillah, di propinsi
administratif Mesir Timur, dekat dengan peninggalan Fir'aun. Masa kecilnya,
Tanthawi hidup bertani bersama orang tuanya, tapi ia juga belajar di kuttab
(semacam pesantren penghafal Al Quran) yang berada di desa al-Ghar, di samping
belajar pada pamannya, yang masih keturunan bangsawan. Orang tuanya
menginginkan Tanthawi kelak menjadi orang terpelajar.Atas saran pamannya, Syekh
Muhammad Syalabi, yang juga Guru Besar bidang sejarah di Universitas AI-Azhar,
Tanthawi pun mempelajari ilmu bahasa Arab (fashahah dan balaghah) serta ilmu
agama, lalu kuliah di Al-Azhar, Kairo.Tetapi karena faktor kesehatan, studinya
terhenti.la kembali ke habitat keluarganya, yaitu bertani. Kendati demikian,
minat belajarnya tak terhenti.
Di tengah kesibukannya, Tanthawi selalu mengamati dan memperhatikan
pepohonan, bunga-bunga, dan tanaman lainnya. Mulai dari proses tumbuhnya,
fungsinya, hingga manfaatnya di bidang kedokteran. Ternyata Allah SWT
membukakan mata hatinya untuk mengetahui ilmu-ilmu alam. Saat memperhatikan keindahan
dan keelokan alam, ia pun berdoa semoga Allah SWT memberikan kesembuhan
padanya. Setelah sembuh dari sakitnya, kemudian
ia pun kembali masuk ke Al-Azhar setelah tiga tahun meninggalkannya.
Kali ini, Tanthawi belajar al-Khitabah (seni berpidato) dan ilmu falak pada
Syekh 'All AI-Bulaqi selama empat tahun.
Semasa
kuliah itu ia bertemu dengan Muhammad Abduh, dosen tafsir, yang besar
pengaruhnya terhadap pemikiran Tanthawi, terutama dalam bidang tafsir. Tanthawi
selalu berusaha mengikuti kuliah yang diberikan Muhammad Abduh.
Tahun 1889, Thanthawi pindah ke Universitas Dar al-'Ulum, hingga
tamat pada 1893. Di sini ia mempelajari beberapa mata kuliah yang tidak
diajarkan di Al-Azhar, seperti matematika (al-Hisab), ilmu ukur (handasah),
aljabar, ilmu falak, botani (‘ilm al-Nabat), fisika ('ilm al-Habi'ah),
dan kimia (al-Kimiya'). Setelah menyelesaikan studinya, beberapa waktu
lamanya Tanthawi mengajar di tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Kemudian ia
mengajar di almamaternya, Dar 'Ulum. Lalu tak lama kemudian (1912) ia juga
mengajar di al-Jami'ah ai-Mishriyyah untuk bidang studi Filsafat Islam. Di
samping mengajar, Tanthawi juga aktif menulis, Selain artikel-artikelnya selalu
muncul di Marian Al-Liwa, ia telah menulis kurang dari 30 judul buku, sehingga
dirinya dikenal sebagai tokoh yang menggabungkan dua peradaban, yaitu agama dan
perkembangan modern pemikiran sosial-politik.
Tanthawi selalu mengatakan Islam adalah agama akal.Maksudnya, ilmu
pengetahuan sesuai dengan tuntunan Al Quran, la juga aktif mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan melalui surat-surat kabar dan majalah, serta
menghadiri berbagai pertemuan ilmiah. Selain itu, ia pun mendirikan lembaga
pendidikan bahasa Inggris, supaya para pemuda Muslim dapat memahami ilmu dari
Barat dan pemikiran mereka. Ada dua bidang keilmuan yang dipandangnya menjadi
dasar untuk mencapai tingkat pengetahuan ilmiah, yaitu tafsir dan
fisika.Pengetahuan ini pulalah yang dijadikannya 'penangkal' kesalahpahaman
orang yang menuduh Islam menentang ilmu dan teknologi modern. Sebagai penulis,
Tanthawi telah menghabiskan umurnya untuk
mengarang dan menerjemahkan buku-buku asing ke bahasa Arab, sejak ia mulai
menjadi guru hingga pensiun tahun 1930.
Ketika pecah Perang Dunia I (1914), Tanthawi
banyak membangkitkan semangat penduduk di sekitar Dar al-'Ulum untuk melawan
Inggris, baik melalui tulisan maupun ceramah atau khutbah, la juga tergabung
dalam Partai Nasional yang dibentuk oleh Musthafa Kamil. Selain itu ia membentuk kelompok mahasiswa yang diberinya nama
'al-Jam'iyah al-Jawhariyah' (Organisasi Mutiara). Organisasi ini berpengaruh
dalam menyebarkan rasa kebangsaan dan martabat peradaban rakyat Mesir,
khususnya di daerah Iskandariyah.
Tanthawi wafat pada 1940 M/1358 H, Posisi Tanthawi Para ilmuwan
memberikan ragam penilaian terhadap Tanthawi. Ada yang menyatakan, ia seorang
sosiolog (hakim ijtima’i) yang selalu memperhatikan kondisi umat. Pernyataan
ini didasarkan pada dua karya tulisnya: (1) Nahdlah al-Ummah wa Hayatuha
(Kebangkitan dan Kehidupan Umat) yang membahas sistem kehidupan sosial, kondisi
umat Islam, ilmu dan peradaban, hubungan antara dua peradaban umur dan barat
yang mestinya saling menguntungkan. (2) Aina al-lnsan. membahas tentang
hubungan antara organisasi atau kelompok, masalah politik dan sistem
pemerintahan.
Selain itu Tanthawi juga banyak membahas tentang objek materi dan
hukum alam, sebagaimana terungkap dalam bukunya Nidzam al-'Alam wa al-Umam
(Keteraturan Alam Semesta dan Girl Bangsa-bangsa), membahas tentang dunia
tumbuhan, hewan, manusia, pertambangan, sistem ruang angkasa (Nidzam
al-Samawat) fenomena kehidupan raja, politik Islam, dan politik
konvensional, terbit 1905.
Ia mengangkat dua ide besar yaitu: bahwa agama
Islam merupakan agama fitrah, relevan dengan rasio manusia dan penciptaan
jasmani manusia (al-Jhiba' al-Basyariyah), dan bahwa agama Islam kompatibel
dengan hukum alam dan ilmu- ilmu modern. Peneliti
lain menempatkan Tanthawi pada posisi pakar keislaman yang menafsirkan Al Quran
sesuai dengan zaman modern (waktu itu).
Pernyataan ini terlihat jelas dalam kitab tafsirnya Al-Jawahir dan karya
lainnya, yaitu Al-Taj wa al-Murassha (Mahkota dan Mutiara), yang
menjelaskan berbagai fenomena alam serta membahas titik temu antara filsafat
Yunani, ilmu modern dan teks Al Quran.
C. Sejarah Penulisan
Pada tahun 1922 M, yaitu ketika Syaikh Tantowi Al Jauhari berumur 60 tahun,
beliau memulai menulis kitab tafsir bercorak ‘ilmiy ini. Beliau
mengerjakannya selama 13 tahun hingga tahun 1935 M. Namun sebelumnya, kitab ini
merupakan kumpulan artikel karangan beliau yang dimuat dengan nama kolom al-Taj
al-Murassha’ bi Jawahir al-Qur’an wa al-Ulum. Beliau menulisnya pertama kali ketika mengajar di Universitas Dar
al ‘Ulum, Mesir.Tulisan tangannya itu dimuat di dalam majalah Al-Malaji'
Al-'Abasiyah.Tujuannya agar umat Islam 'menyenangi' keajaiban alam
semesta.Keindahan-keindahan bumi, dan agar para generasi berikutnya cenderung
pada nilai agama, sehingga Allah SWT mengangkat peradaban mereka ke tingkat
yang tinggi.
Alasan mendorong syaikh Tantowi
Jauhari untuk mengarang kitab tafsir ini, ia sebutkan sendiri dalam
muqaddimahnya. Beliau mengatakan, “Sejak dahulu aku senang menyaksikan
keajaiban alam, mengagumi dan merindukan keindahannya, baik yang ada di langit
atau kehebatan dan kesempurnaan yang ada di bumi. Perputaran atau revolusi
matahari, perjalanan bulan, bintang yang bersinar, awan yang berarak datang dan
meghilang, kilat yang menyambar seperti listrik yang membakar, barang tambang
yang elok, tumbuhan yang merambat, burung yang beterbangan, binatang buas yang
berjalan, binatang ternak yang digiring, hewan-hewan yang berlarian, mutiara
yang berkilauan, ombak laut yang menggulung, sinar yang menembus udara, malam
yang gelap, matahari yang bersinar, dan sebagainya.”
Beliau lebih memperhatikan ayat-ayat
kauniyah.Dalam muqaddimahnya, lebih lanjut beliau mengatakan alasan yang
melatarbelakangi beliau dalam menulis tafsir ‘ilmiy ini.Beliau
menyatakan, "...di dalam karangan-karangan tersebut aku memasukkan
ayat-ayat Al Quran dengan keajaiban-keajaiban alam semesta; dan aku menjadikan
wahyu Ilahiyah itu sesuai dengan keajaiban-keajaiban
penciptaan, hukum alam, munculnya bumi disebabkan cahaya Tuhan-Nya.Maka aku
meminta petunjuk (tawajjuh) kepada Tuhan yang Maha Agung agar memberikan taufik
dan hidayah-Nya sehingga aku dapat menafsirkan Al Quran dan menjadikan segala
disiplin ilmu sebagai bagian dari penafsiran serta penyempurnaan wahyu Al
Quran.”
Beliau merasa tidak puas ketika
melihat kondisi umat Islam yang hanya fokus dalam kajian fiqh atau tauhid dalam
penafsirannya. Umat Islam pada masanya cenderung tidak memerhatikan fenomena
alam dan keilmuan lain selain fiqh dan tauhid. Beliau menginginkan agar umat
Islam tidak tertinggal dari orang-orang barat, dan agar umat Islam mau
memerhatikan alam semesta, yang dimana Allah pun telah menyuruh manusia agar
memerhatikan ayat-ayatnya dalam hal ini mengenai alam semesta. Sebagaimana yang
beliau katakan, “Ketika aku berfikir tentang keadaan umat Islam dan
pendidikan-pendidikan agama, maka aku menuliskan surat kepada para pemikir dan
sebagian ulama-ulama besar tentang makna-makna alam yang sering ditinggalkan
dan tentang jalan keluarnya yang masih sering dilalaikan dan
dilupakan. Sebab sedikit sekali diantara para ulama yang memikirkan tentang
kejadian alam dan keajaiban-keajaiban yang melingkupinya.”
D. Metode Penafsiran
Dalam menafsirkan, Syaikh Thanthawi mulanya
menyebutkan nama surat, mengklasifikasikan Makki-Madani, menyebutkan ringkas
pembahasan surat (mulakhkhash), mengelompokkan pembahasan ayat ke dalam
beberapa kelompok (āqsam), menyebutkan tujuan umum surat (al-maqshad)
tiap qism, menyebutkan munasabah dengan surat sebelumnya, kemudian memaparkan al-Maqshad
al-Awwal yang dibagi menjadi beberapa fashl yang mengandung beberapa
lathā’if (penjelasan pembahasan
perspektif ilmu modern) diselingi terlebih dahulu dengan tafsir perkata (tafsir
lafzhi) dan terkadang diselipkan tadzkirah, hidayah, dan tanya jawab.
Dengan ini, pemakalah menyimpulkan bahwa metode penafsiran yang digunakan
Syaikh Thanthawi dalam kitab tafsirnya al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân
al-Karîm, yaitu menggunakan metode tahlili.
E. Corak
Berdasarkan pengamatan kami, corak
dari tafsir ini adalah tafsir yang bercorak ‘ilmiy.Al Jauhari menafsirkan
ayat-ayat al Quran dari segi ilmu pengetahuan.Namun beliau membahasnya dengan
rinci dan tetap memasukkan gramatika atau kebahasaan.
F. Sistematika
Jika kita melihat langsung pada
kitab tafsir Al Jawahir ini, sistematika yang dipakainya adalah sistematika
mushafi ‘Utsmani.Beliau memulainya dengan surah Al Fatihah.
G. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan daripada kitab ini adalah
bahwa kitab ini dapat memberikan wawasan yang luas bagi pembaca.Hal itu karena
beliau memaparkannya dari segi ilmu pengetahuan.Penafsirannya pun dilengkapi
dengan riwayat-riwayat baik itu dari Nabi, sahabat, maupun tabiin.Dan juga, Al
Jauhari menyertakan gambar-gambar seperti gambar struktur tumbuhan, hewan, dan
lain sebagainya, sehingga tafsir ini menarik perhatian para ilmuan modern.
Kekurangannya, adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian ulama’
bahwa suatu bentuk tafsir ‘ilmiy lebih banyak ditentang. Hal itu karena sesungguhnya Al Quran berfungsi sebagai petunjuk,
bukan keilmiahan.Apalagi menurut sebagian ulama’, beliau terlalu memaksakan
penafsiran dengan dikaitkan pada ayat-ayat quran.
H. Komentar Ulama’
·
Manna
Al-Qaththan
Syekh Thantawy ini keterlaluan, sehingga tafsirnya tidak dapat diterima
oleh orang-orang yang terdidik, karena ayat-ayat itu dibawa kepada selain pada
maknanya.
“Pengarang
tafsir tersebut (Thantawy Jauharw) telah mencampur-adukkan kesalahan di dalam
kitabnya.Ia memasukkan ke dalamnya gambar tumbuh-tumbuhan, binatang,
pemandangan alam, dan berbagai eksperimen ilmu pengetahuan. Seakan-akan, buku
ini adalah sebuah diktat tentang ilmu pengetahuan. Ia menerangkan
hakekat-hakekat keagamaan dengan apa
yang ditulis Plato dalam Republica-nya dan kelompok Ikhwan al-Shafa dalam
risalah mereka, memaparkan ilmu pasti dan ilmu modern. Dalam pandangan kami,
Thantawy Jauharw telah melakukan kesalahan besar terhadap tafsir dengan
perbuatannya itu.Ia mengira dirinya telah berbuat baik, padahal tafsirnya out
tidak diterima oleh banyak terpelajar karena mengandung pemaksaan dalam
membawakan ayat kepada apa yang bukan maknanya. Oleh karena itu, Tafsir ini
mendapat predikat yang sama dengan yang diperoleh Tafsir al-Razi. Maka
terhadapnya dikatakan, di dalamnya terdapat segala sesuatu keculi tafsir.”
·
Sebagian
Ulama’
Kitab al-Jawahir
fi Tafsir al-Qur'an al-Karim Tanthawi
bin Jawhari dinilai oleh sebagian ulama sebagai kitab tafsir yang bercorak
ilmiah (tafsir bi al-'ilmy), yang pada masanya telah memberikan ghirah
tersendiri bagi umat Islam, khususnya dalam memahami, mendalami, dan menguasai
perkembangan ilmu pengetahuan. Kendati terjadi perdebatan seputar eksistensi
penafsiran bercorak ilmiah, kehadiran jenis tafsir ini secara umum masih dapat
diterima dan dianggap tidak bertentangan dengan Al Quran.
Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi Ikan
BalasHapusGan... repost jurnal tafsir al jawahir al hisan fi tafsir quran karya al-tsa'laby untuk referensi tgas
BalasHapusGan... repost jurnal tafsir al jawahir al hisan fi tafsir quran karya al-tsa'laby untuk referensi tgas
BalasHapus