Doc: Internet
Disusun
oleh:
Lutfil
Chakim (134211015)
Siti
Fatihatul Ulfa(134211028)
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para Muhadditsin meneliti dan
menganalisis sanad karena kajian atas sanad telah banyak sekali mengantarkan
kepada keberhasilan kritik atas matan, bahkan kritik matan tidak mungkin
berhasil tanpa melalui kajian sanad.Para ‘Ulama telah berupaya keras menelusuri
dan meneliti sanad, sehingga mereka mengadakan perlawatan ke berbagai negara
dan menempuh perjalanan ke berbagai penjuru dunia dengan segala resikonya hanya
untuk menemukan suatu sanad atau untuk meneliti sanad yang rumit bagi mereka.
Cabang-cabang mushthalah hadits yang berkitan dengan sanad adakalanya merupakan
kajian sanad yang bersambung atau tidak bersambungnya. Adapun tela’ah atas
sanad dari segi bersambung dan tidak bersambungnya di uraikan dalam dua bagian,
yaitu: kajian tentang sanad yang bersambung dan kajian sanad yang tidak
bersambung. Dalam kajian sanad yang bersambung terdapat beberapa hadis seperti hadis muttashil, hadis musnad, hadis
mu’an’am, hadis mu’annan, hadis musalsal, hadis ‘ali, hadisnazil, dan
tambahan rawi pada sanad muttashil. Di dalam makalah ini penulis ingin
menjelaskan lebih detail dalam pembahasan hadis
musalsal dan hadis ‘ali hadis nazil.
B. Rumusan
Masalah
Didalam makalah ini
kami akan menjelaskan tentang hadits Musalsal dan ‘Ali wa Nazil.
II.
PEMBAHASAN
1. Hadits Musalsal
A.
Pengertian Hadits Musalsal
Musalsal artinya yang
terangkai atau yang berangkai.[1]Menurut bahasa musalsal berasal dari kataيُسَلْسِلُ,سَلْسَلَةٌ ,سَلْسَلَyang berarti berantai dan bertali menali. Hadis
ini dinamakan musalsal karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi
pertemuan pada masing-masing perawi atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya.
Lebih luas Al-Iraqi memberikan definisi
musalsal adalah hadis yang perawinya dalam sanad berdatangan satu persatu dalam
satu bentuk keadaan atau dalam satu sifat, baik sifat para perawi maupun sifat
penyandaran (isnad) baik terjadi pada
isnad dalam bentuk penyampaian periwayatan (ada’
ar-riwayah) maupun berkaitan dengan waktu dan tempatnya, baik keadaan para
perawi maupun sifat-sifat mereka, dan baik perkataan maupun perbuatan.
Dengan demikian hadis musalsal adalah hadis yang secara berturut-turut sanad-nya sama
dalam satu sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu periwayatan.[2]
Musalsal dalam pembicaraan ilmu Hadits
adalah “Satu Hadits yang rawi-rawinya atau jalan meriwayatkannya berturut-turut
atas satu keadaan”
Yang dikatakan musalsal
pada rawi-rawinya ialah :
a.
Sama nama-namanya,
tetapi berlainan orangnya.
Contoh : semua rawi bernama Ahmad, tetapi yang satu
Ahmad bin Ibrahim, yang lain Ahmad bin Salim dan lainnya.
b.
Sama tentang
sifatnya.
Contoh : semua rawi ahli fiqh atau ahli hadits,
atau imam-imam.
c.
Sama nasib mereka.
Contoh : semua rawi orang Mekkah atau orang Madinah
dan sebagainya.
d.
Berturut-turut
keluarga meriwayatkan dari keluarga.
Contoh : anak meriwayatkannya dari bapak, bapak
dari datuk, datuk dari saudaranya, selanjutnya sampai penghabisan sanad.
Adapun musalsal
dalam jalan meriwayatkannya,[3]adalah :
a.
Lafazh-lafazh
sanadnya semua sama.
Contoh : semua rowi berkata: “aku telah mendengar” atau “telah
mengkhabarkan kepada kami” atau “telah
menceritakan kepada kami” atau dalam sanadnya semua pakai perkataan (عَنْ)
"dari".
b.
Dalam
meriwayatkannya itu, semua rawi pakai sumpah.
Contoh : “wallahi”, “billahil-‘azhim” dan
sebagainya.
c.
Sama hari
meriwayatkannya.
Contoh : Nabi sabdakan satu ucapan pada hari raya,
lalu sahabat yang mendengar, sampaikannya pada hari raya juga.
d.
Sama tempat
meriwayatkannya.
Contoh : Nabi bersabda di ‘Arafah. Sahabat yang
mendengar sampaikan sabda Nabi itu di ‘Arafah juga.Rawi yang mendengar itu,
sampaikan kepada rawi di ‘Arafah, sehingga akhir sanad.
B. Macam-macam Musalsal
1. Musalsal keadaan perawi (musalsal bi ahwal ar-ruwat)
Musalsal keadaan perawi
terkadang dalam perkataan (qawli),
perbuatan (fi’li), atau keduanya
(perkataan dan perbuatan atau qawli
dan fi’li).
Contoh musalsal
qawli :
حَدِيْثُمُعَاذِبْنِجَبَلِأَنَّالنَّبِيصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَلَهُ : يَامُعَاذُإِنِّيأُحِبُّكَ, فَقُلْفِيْدُبُرِكُلِّصَلَاةِ : اَلَّلهُمَّأَعِنِّيعَلَىذِكْرِكَوَشُكْرِكَوَحُسْنِعِبَادَتِكَ.
Artinya :“Hadis Mu’adz bin Jabal,
bahwasannya Nabi Muhammad SAW brsabda kepadanya : Hai Mu’adz sesungguhnya aku
mencintaimu, maka katakanlah pada setiap setelah shalat : Ya Allah Tolonglah
aku untuk dzikir kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan baik dalam ibadah kepada-Mu.”
(HR. Abu Dawud).
Hadis di atas musalsal pada perkataan setiap
perawi ketika menyampaikan periwayatan dengan ungkapan :sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan di setiap selesai shalat. Setiap
perawi yang menyampaikan perawi hadis ini selalu memulai dengan kata-kata
tersebut sebagaimana yang dilakukan Rosulullah terhadap Mu’adz.
Contoh musalsal
fi’li (perbuatan) :
حَدِيْثُأَبِيهُرَيْرَةَقَلَ : شَبَّكَبِيَدِيْأَبُوالْقَاسِمِصَلَّاللّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَوَقَالَ : خَلَقَالَلهُالَأرْضَيَوْمَالسَّبْتِ.
Artinya :“Hadis Abu Hurairah dia
berkata : Abu Al-Qasim memasukkan jari-jari tangannya kepada jari-jari tanganku
(jari jemari) bersabda : Allah menciptakan bumi pada hari sabtu”. (HR.
Al-Hakim)
Setiap
perawi yang menyampaikan periwayatannya selalu jari jemari terhadap orang yang
menerima hadis tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulullah.
Contoh
musalsal qawli dan fi’li sekaligus ialah :
حَدِيْثُأَنَسِبْنِمَالِكِرضياللّهعنهقَالَ : قَالَرَسُوْلُاللُهصَلَّاللَهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ : لَايَخِدُالْعَبْدُحَلَاوَةَالْإِيْمَانِحَتَّىيُؤْمِنَبِالْقَدَرِخَيْرِهِوَشَرَّهِ, حُلْوِهِوَمُرِّهِ, وَقَبَضَرَسُوْلُاللَّهصَلَّىاللًهُعَلَيْهِوَسَلَّمَعَلَىلِحْيَتِهِوَقَالَآمَنْتُبِالْقَدَرِخَيْرِهِوَشَرِّهِ, حُلْوِهِوَمُرِّهِ.
Artinya :“Hadis Anas bin Malik
Berkata : Rasulullah bersabda : seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman
sehingga beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan
pahitnya. Rasulullah sambil memegang jenggot dan bersabda : Aku beriman kepada
ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim
secara musalsal)
Hadis
diatas musalsal qawli dan fi’li (musalsal perkataan dan sekaligus perbuatan) yaitu perkataan : “Aku
beriman kepada ketentuan Allah (qadar)
baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan memegang jenggot. Semua
perawi ketika menyampaikan periwayatannya juga melakukan hal itu sebagaimana
Rosulullah.
2. Musalsal sifat periwayat (musalsal bi shifat ar-ruwah)
Musalsal ini dibagi menjadi
perkataan (qawli) dan perbuatan (fi’li). Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perkataan :
أَنَّالصَّحَابَةَّسَألُوْاالرَّسُوْلَصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَعَنْأَحَبَّالأَعْمَالِإلَىاللَهِعَزَّوَجَلَّلِيَعْمَلُوْهُفَقَرَأَعَلَيْهِمْسُوْرَةَالصَّفِّ.
Artinya :“bahwasannya sahabat bertanya kepada
Rosulullah tentang amal yang paling disukai Allah agar diamalkan, maka Nabi
membacakan mereka Surah Ash-Shaff.”
Hadis
ini musalsal pada membacakannya Surah
Ash-Shaff.Setiap periwayat membacakan Surah Ash-Shaff ketika menyampaikan
periwayatan kepada muridnya atau yang menerima hadisnya.
Contoh
musalsal sifat perawi dalam bentuk
perbuatan (fi’li) :
حَدِيْثُاِبْنُعُمَرَمَرْفُوْعًا : الْبَيِّعَانِبِالْخِيَارِ
Artinya :“hadis Ibnu Umar secara marfu’ : Penjual dan
pembeli boleh mengadakan khiyar (memilih jadi atau tidak).”
Hadis
diatas musalsal diriwayatkan oleh
fuqaha kepada para fuqaha secara teru menerus.Atau termasuk musalsal ini seperti kesepakatan
nama-nama para perawi. Seperti: musalsal
dalam nama Al-Muhammadin kesepakatan dalam menyebut bangsa atau nisbat mereka seperti
musalsal dalam menyebut
Ad-Dimasyqiyin dan Al-Mishriyin.
3. Musalsal dalam sifat periwayatan (musalsal bi Shifat ar-riwayah)
Dalam musalsal
ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
a.
Musalsal dalam bentuk ungkapan penyimpanan
periwayatan (ada’)
Contonya seperti hadis mualsal pada perkataan setiap perawi dengan menggunakanسَمِعْتُفُلَانَا=
Aku mendengar si Fulan atau أَخْبَرَنَافُلَانٌ ,حَدَّثَنَافُلَانٌ
= Memberitakan kepada kami si Fulan dan
seterusnya.
b. Musalsal pada waktu periwayatan
Contoh :
حَدِيْثُاِبْنُعَبَّاسِقَالَ : شَهِدْتُرَسُوْلَاللَهصَلَّاللَهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفِيْيَوْمِعِيْدِفِطْرِأوْأَضْحَى, فَلَمَّافَرَغَمِنَالصَّلَاةِأقْبَلَعَلَيْنَابِوَجْهِهِ, فَقَالَ : أَيُهاالنَّسُقَدْأصَبْتُمْخَيْرَا
Artinya :“Hadis Ibnu Abbas berkata
: aku menyaksikan Rasulullah saw pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha,
setelah beliau selesai shalat menghadap kita dengan wajahnya kemudian bersabda
: wahai manusia kalian telah memperoleh kebaikan....”
Hadis di
atas musalsal waktu periwayatan yaitu
pada hari raya IdulFitri atau Idul Adha.Setiap perawi mengungkapkan
kalimat tersebut dalam menyampaikan periwayatan kepada muridnya.
c.
Musalsal pada tempat periwayatannya
Seperti kata Ibnu Abbas tentang terijabah doa di
Multazam :
سَمِعْتُرَسُوْلُاللَّهصَلَّاللَّهعَلَيْهِوَسَلَّمَيَقُوْلُ : المُلْتَزَمُمَوْضِعٌيُسْتَجَابُفِيْهِالدُّعَاءُ ,وَمَادَعَااللَّهَفِيْهِعَبْدٌدَعْوَةًإَلَّااسْتَجَابَلَهُ
Artinya : “aku
mendengar Rasulullah bersabda : Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan
doa padanya. Tidak ada seorang hamba yang berdoa padanya melainkan
dikabulkannya.”
قَالَابْنُعَبَّاسِ : فَوَاللَّهمَادَعَوْتُاللَّهعَزَّوَجَلّفِيْهِقَطمُنْذُسَمِعْتُهَذَاالْحَدِيْثَإلَّااسْتَجَابَلِيْ
Artinya : “Ibnu
Abbas berkata : Demi Allah, aku tidak berdoa kepada Allah padanya padanya sama
sekali sejak mendengar hadis ini melainkan Allah memperkenankan doaku.”
Hadis musalsal
pada tempat periwayatannya, masing-masing periwayat mengungkapkan
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah menyampaikan periwayatan
hadis kepada orang lain.[4]
C. Hukum Hadis Musalsal
Terkadang hadis terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang sebagian musalsal
terputus di permulaan atau di akhiran. Al-Hafizh Al-Iraqi berkata : sedikit
sekali hadis musalsal yang selamat
dari kedha’ifan, dimaksudkan di sini
sifat musalsal bukan pada asal matan
karena sebagian matan shahih. Ibnu Hajar berkata :musalsal yang paling shahih di dunia adalah musalsal hadis membaca Surah Ash-Shaff. Disebutkan dalam Syarah An-Nukhbahmusalsal para huffazh memberi faedah ilmu yang pasti (qathi).Maka tidak seluruh hadis musalsal shahih.Hukum musalsal adakalanya Shahih, Hasan dan
Dha’if tergantung keadaan para perawinya. Keshahihan hadis ditentukan 5
persyaratan yakni :
1.
Persambungan sanad.
2.
Periwayat yang adil.
3.
Dhabith (kuat daya ingatan).
4.
Tidak adanya syadzdz (kejanggalan).
5.
Tidak adanya ‘illah (cacat).
Di antara kelebihan musalsal adalah
:
1.
Menunjukkan kemuttashilan dalam mendengar.
2.
Tidak adanya tadlis dan inqitha’.
3.
Nilai tambah kedhabithan para perawi.
Hal ini dibuktikan dengan perhatian
masing-masing perawi dalam pengulangan menyebut keadaan atau sifat para perawi
atau periwayatann.[5]
D. Kitab-kitab Hidis Musalsal
Diantara kitab hadis musalsal yang terkenal adalah :
1.
Al-Musalsalat Al-Kubra karya As-Suyuthi,
memuat 85 buah hadis.
2.
Al-Manahil As-Salsalah fi Al-Ahadis
Al-Musalsalah, karya Muhammad Abdul Baqi Al-Ayyubi, mengandung
sebanyak 212 buah hadis.
2. Hadist Ali
dan Nazil
A. Pengertian Hadits ‘Ali dan Nazil
‘Ali adalah isim fa’il dari kata
Al-‘Uluwwu, العلو artinya tinggi. Sedangkan Nazil adalah An-Nuzuul rendah (turun). Dalam
terminologi ilmu hadis, hadis ‘Ali adalah hadis yang rawi-rawi sanadnya sedikit
dibandingkan dengan sanad lain dari hadis yang sama. Sedangkan hadis Nazil
adalah hadis yang rawi-rawi sanadnya lebih banyak dibandingkan sanad lain dari
hadis itu juga. Nazil merupakan kebalikan dari ‘Ali.
Contoh:
قال انبي صلى الله عليه و سلم من سمع سمع الله به ومن يرائي
يرا ئالله به.
Rasulullah saw bersabda: “ Barang siapa
menyiar-nyiarkan (kebaikan supaya dipuji orang) tentu Allah akan balas
menyiarkan (‘aibnya), dan barang siapa unjuk-unjukkan (kebaikannya), maka Allah
akan balas memperlihatkan (keburukannya).
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dalam dua sanad:
(I)
(II)
Bukhari
Bukhari
a.
Musaddad a. Abu Nu’aim
b.
Yahya
b. Sufyan
c.
Sufyan c. Salamah
d.
Salamah d. Jundab
e.
Jundab e. Nabi
f.
Nabi
Dalam sanad yang pertama, antara Bukhori
dan Nabi saw ada 5 orang rawi. sedangkan dalam sanad yang kedua antara Bukhari
dan Nabi Saw ada 4 orang rawi. Karena jumlah rawi dalam sanad kedua lebih
sedikit dibanding sanad pertama, sanad kedua disebut ‘Ali.Sedangkan sanad
pertama karena rawinya lebih banyak disebut Nazil.[7]
B. Pembagian Hadits ‘Ali
Yang dikatakan Hadits ‘Ali atau sanad
‘Ali itu, ada lima macam:
1.
Sanad yang
bilangan rawinya sampai kepada Nabi Saw. Sedikit, kalau dibandingkan dengan
sanad lain dari Hadits itu juga.
2.
Sanad yang
bilangan rawinya sampai kepada salah seorang Imam Hadits, sedikit, terbanding
dengan sanad lain dari riwayat itu juga. Imam-imam Hadits itu seperti: Malik,
Syu’bah, Sufyan, atstsauri, Syafi’i, Bukhari, Muslim, Ibnu Juraij, Zuhri,
al-Auza’i, Sufyan bin ‘Ujainah, dan lain-lain.
3.
Sanad yang
bilangan rawinya sampai kepada salah satu Kitab Hadits yang teranggap, sedikit,
jika dibandingkan dengan sanad lain. Kitab-kitab Hadits itu seperti: Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i, Shahih Turmudzi,
Musnad Ahmad, dan sebagainya.
4.
Satu sanad
didalamnya ada rawi yang terima dari seorang syaikh, meninggal lebih dahulu
dari rawi lain yang juga terima dari syaikh itu. Seperti: seorang mendengar
Sunan Abi Dawud dari az-Zaki Abdil-‘Azhim. Seorang lagi mendengar Sunan
tersebut dari an-Najib al-Harrani. Az-Zaki wafat lebih dulu dari an-Najib,
sedang kedua-duanya menerima dari seorang syaikh, yaitu Abu Dawud. Maka sanad
orang yang menerima dari az-Zaki itu lebih tinggi dari an-Najib.
5.
Sanad yang
didalamnya ada rawi yang mendengar dari seorang syaikh lebih dulu daripada rawi
lain mendengar dari syaikh itu juga.
Ali macam yang pertama, yaitu yang sedikit
rawinya kepada Nabi Saw. ‘Ulama namakan: ‘’Al-‘Uluwwul-Haqiqi” atau
“Al-‘Uluwwul-Mutlaq”, artinya ‘Ali yang terlepas, karena tidak disandarkan
kepada selain Nabi Saw.
Ali macam yang kedua, ketiga, keempat dan
kelima, mereka sebut: “Al-‘Uluwwun-Nisbi”, yakni ‘Ali yang disandarkan kepada
orang, kitab atau kepada kejadian “mati lebih dulu”, atau “mendengar lebih
dulu”.[8]
C. Pembagian Hadis Nazil
Sebagaimana
yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kebalikan dari tiap-tiap hadis yang ‘ali
adalah nazil.Artinya, lawan dari setiap hadis ‘ali yang telah dipaparkan
sebelumnya adalah hadis nazil.[9]
Jadi ia mesti mempunyai bagian sama banyaknya dengan ‘Ali, yaitu lima juga.
Lima macam Nazil itu adalah sebagai
berikut:
1.
Sanad yang
bilangan rawinya sampai kepada Nabi Saw. Banyak, dibandingkan dengan sanad lain
dari hadist itu juga.
2.
Sanad yang
bilangan rawinya banyak sampai kepada salah seorang Imam Hadits, kalau
dibandingkan dengan sanad lain dari riwayat itu juga.
3.
Sanad yang
bilangan rawinya sampai kepada salah satu Kitab Hadits yang yang teranggap,
banyak, dibandingkan dengan sanad yang lain.
4.
Sanad yang
didalamnya ada rawi yang terima dari seorang syaikh meninggal kemudian dari
rawi lain yang juga terima dari syaikh itu.
5.
Sanad yang
didalamnya ada rawi yang mendengar dari seorang syaikh kemudian (belakangan)
daripada rawi lain yang juga mendengar dari syaikh itu.[10]
D. Pecahan ‘Ali dan Nazil
Dibagian ‘Ali, pada macam yang ketiga
ada tersebut: “Sanad yang bilangan rawinya kepada salah satu Kitab Hadits yang
teranggap, sedikit, jika dibanding dengan sanad lain”.
Ali ini, ‘Ulama pecahkan pula menjadi
empat rupa[11]:
1. Muwaffaqah,
artinya ialah sampai kepada guru salah seorang imam hadis dengan jumlah sanad
yang lebih sedikit daripada yang diriwayatkan melalui imam hadis.
2. Badal
atau Ibdal, artinya ialah sampai kepada guru-gurunya imam hadis dengan jumlah
sanad yang lebih sedikit daripada sanad imam hadis.
3. Musawah,
artinya ialah jumlah sanadnya sama mulai rawi sampai akhirnya dengan sanad
salah seorang imam-imam hadis.
4. Mushafahah,
artinya ialah persamaan kita dengan murid imam hadis.[12]
E. Faidah Mengenal Hadis ‘Ali dan Nazil
Sebenarnya, sebuah hadis baik dia
berderajat ‘Ali ataupun Nazil, tidak memberikan pengaruh terhadap derajat
sebuah hadis, dengan catatan keduanya tidak memiliki kecacatan.Yang tentunya
sah dibicarakan dalam konteks ini adalah faidah. Adapun faidah-faidah
mengetahui sebuah hadis yang sanadnya sedikit (‘ali) ataupun banyak (nazil)
adalah sebagai berikut:
a. Hadis
ali lebih sedikit perawinya. Oleh karena itu kemungkinan-kemungkinan terjadinya
kekurangan (khalal) dari tiap perawi sangat minim, ketimbang sanad yang lebih
banyak perawinya. Sebagaimana lazimmya setiap manusia memiliki kekurangan
masing-masing, semakin banyak manusia (perawi) dalam sebuah transmisi sanad,
peluang terjadiya cacat terhadap sebuah riwayat lebih besar. Maka dari itu,
apabila ada dua hadis yang sama makna dengan jalur yang berbeda, kita akan
lebih memilih hadis yang sanadnya lebih sedikit.
b. Semakin
sedikit sanad selama ia bersambung semakin dekat kemungkinan sampainya kepada
Rasulullah SAW. Si perawi tersebut tentu akan merasa lebih tenang di hati,
karena sedikit kemungkinan-kemungkinan cacatnya sebuah hadis atau sanad.
c. Dapat
mentarjih dan memilih sanad yang lebih ‘ali ketika ada sanad lain yang
bertentangan.
III.
KESIMPULAN
Hadits Musalsal
ialah hadis yang berterus menerus para rawinya sewaktu meriwayatkannya dengan
satu cara atau sifat. Sedang hadis ‘Ali adalah hadis yang rawi-rawi sanadnya
sedikit dibandingkan dengan sanad lain dari hadis yang sama. Sedangkan hadis
Nazil adalah hadis yang rawi-rawi sanadnya lebih banyak dibandingkan sanad lain
dari hadis itu juga. Nazil merupakan kebalikan dari ‘Ali.
IV.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang mampu kami paparkan, tentulah banyak sekali kekurangan atas
makalah yang kami buat.Dengan bantuan partisipasi pemikiran dari kawan-kawan
semoga dapat sempurna kekurangan tersebut.Kritik dan saran selalu terbuka bagi
kami.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Mas’udi, Hafidz Hasan, Ilmu Musthalah Hadis,
Surabaya: Mutiara Ilmu, 2013.
As-Syahruzuri,
Abdur Rahman, ‘Uluumul Hadits Li Ibn As-Shilaah, Libanon, Daarul Fikr,
2004.juz 1.
Khon, Abdul Majid,.Ulumul Hadis. Jakarta
: Amzah, 2010
Hassan, Qadir, Ilmu
Mushthalah Hadits, Bandung : Diponegoro, 1996.
Hassan, A. Qodir, Ilmu Mushthalah Hadits,
Bandung: Diponegoro, 2007.
Rosidin, Mukarom Faisal, Buku Ajar Hadis: Hadis
Berdasarkan Sifat Sanad, Solo: UI Press.
.
[1]A. Qadir Hassan, Ilmu Mushthahalah Hadis, cet VII, (Bandung: CV Diponegoro, 1996).
Hlm. 308.
[2]Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2010). Hlm. 237
[3]A. Qadir Hassan, Ilmu Mushthahalah Hadis, hlm. 308-309
[4] Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, Hlm. 238-241
[7]
Mukarom Faisal Rosidin, Buku Ajar Hadis: Hadis Berdasarkan Sifat Sanad,
(Solo: UI Press. ), h. 89-90.
[8]
A. Qodir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, (Bandung, Diponegoro, 2007), hlm
332-334.
[9]Abdur
Rahman As-Syahruzuri, ‘Uluumul Hadits Li Ibn As-Shilaah, (Libanon, Daarul Fikr,
2004), juz 1 hal.
[10]
A. Qodir Hassan. Op.cit. hlm 334.
[11]
A. Qodir Hassan. Op.cit. h. 335.
[12]
Hafidz Hasan al-Mas’udi, Ilmu Musthalah Hadis, (Surabaya: Mutiara Ilmu,
2013). Hlm, 18-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)