I.
PENDAHULUAN
Setelah masa Nabi, ilmu tafsir mengalami kemajuan yang cukup pesat,
dimulai dari tafsir bil ma’tsur, puncaknya pada masa Ibnu Jarir
At-Thabari (w. 310 H) Jami’ul Bayan. Kemudian muncul aliran dan corak tafsir
lain, baik yang bercorak bahasa, fikih, tasawuf dan lain sebagainya. Masa
kejayaan penafsiran Al-Qur’an berlangsung cukup lama, yaitu kira-kira sampai
abad ke-7 Hijriah. Setelah itu penafsiran Al-Qur’an mengalami stagnasi yang
juga cukup lama. Kemudian bersamaan dengan mundulnya kesadaran baru di dunia
Islam, yaitu sekitar pertengahan abad ke-19 dan seterusnya yang memunculkanTafsir
Al-Manar sebagai karya perpaduan antara semangat pembaharuan dan
kemerdekaan berpikir oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Rasyid Ridlo yang kemudian
ditiru oleh banyak penafsir setelahnya antara lain adalah Tafsir Al-Maraghi.[1]
Seiring perkembangan zaman telah mendorong beberapa pihak yang
menyarakan untuk menyajikan tafsir yang sesuai dengan problematika
kemasyarakatan pada zaman sekarang. Departemen Agama dalam hal ini termasuk
salah satu penyumbang perubahan dengan salah satu karyanya Al-Qur’an dan
Tafsirnya sebagai Tafsir yang relevan untuk kondisi saat ini.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Siapa penyusun Al-Qur’an dan tafsirnya?
2.
Bagaimana ruang lingkup dari Al-Qur’an dan tafsirnya?
3.
Apa kelebihan dan kekurangan dari Al-Qur’an dan Tafsirnya?
4.
Bagaimana contoh penafsiran dari Al-Qur’an dan tafsirnya?
III.
PEMBAHASAN
A.
Tim Penyusun Al-Qur’an dan Tafsirnya
Pada mulanya, untuk menghadirkan Al-Qur’an dan Tafsirnya, Menteri
Agama pada tahun 1972 membentuk tim penyusun yang disebut Dewan Penyelenggara
Pentafsir Al-Qur’an yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H. dengan KMA
No. 90 Tahun 1972, kemudian disempurnakan dengan KMA No. 8 Tahun 1973 dengan
ketua tim Prof. H. Bustami A. Gani dan selanjutnya disempurnakan lagi dengan
KMA No. 30 Tahun 1980 dengan ketua tim Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML. Susunan
tim tafsir tersebut sebagai berikut:
1.
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML sebagai Ketua merangkap anggota
2.
K.H. Syukri Ghazali sebagai Wakil Ketua merangkap anggota
3.
R.H. Hoesein Thoib sebagai Sekretaris merangkap anggota
4.
Prof. H. Bustami A. Gani sebagai anggota
5.
Prof. Dr. K.H. Muchtar Yahya sebagai anggota
6.
Drs. Kamal Muchtar sebagai anggota
7.
Prof. K.H. Anwar Musaddad sebagai anggota
8.
K.H. Sapari sebagai anggota
9.
Prof. K.H. M. Salim Fachri sebagai anggota
10.
K.H. Muchtar Lutfi El Anshari sebagai anggota
11.
Dr. J.S. Badudu sebagai anggota
12.
H.M. Amin Nashir sebagai anggota
13.
H.A. Aziz Darmawijaya sebagai anggota
14.
K.H.M. Nur Asjik, MA sebagai anggota
15.
K.H. A Razak sebagai anggota.[2]
B.
Ruang Lingkup Al-Qur’an dan Tafsirnya
a.
Sejarah Penulisan
Tafsir Al-Qur’an Departemen Agama RI selesai ditulis pada tahun
1980 oleh satu tim diketuai oleh Prof. K.H. Ibrahim Husein LML (SK. Menteri
Agama No. 30 tahun 1980). Ketua sebelumnya adalah Prof. Dr. H. Bustami A.Gani
(SK. Menteri Agama No. 8 tahun 1973).
Dalam 10 tahun pertama, tafsir Al-Qur’an Depag (1980 – 1990) telah
dicetak lima kali (tahun 1983/1984, 1984/1985, 1985/1986, 1989/1990, 1990/1991).Naskah
Tafsir ini telah mengalami perbaikan atau penyempurnaan yaitu tahun 1985/1986, dicetak dengan menggunakan Mushaf
Utsmani yang telah distandarkan sesuai dengan SK Menteri Agama No.7 tahun 1984.
Pada tahun 1989/1990 naskah tafsir tersebut diadakan perbaikan dan
penyempurnaan secara menyeluruh baik isi dan fisiknya. Tulisan Arab, lebih
diperindah penulisan Hadits, lebih dilengkapi dengan matan dan rawinya, demikian
pula dengan isi dan redaksinya. Perbaikan dan penyempurnaan tafsirnya terus
dilakukan pada setiap tahun berikutnya.[3]Pada
Tahun 1990/2007 Departemen Agama RI telah menyelesaikan penyempurnaan Al-Qur’an
dan Tafsirnya sejumlah 10 jilid dari juz 1 sampai dengan 30.[4]
b.
Karakteristik Al-Qur’an dan Tafsirnya
1.
Metode dan corak penafsiran
Sebagaimana tertera dalam langkah-langkah penafsiran yang
diterapkan dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya, pemakalah mengambil kesimpulan
bahwa metode yang digunakan dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah metode tahlili.
Karena berusaha memaparkan penafsiran ayat demi ayat secara mushafi dari surat
al-Faatihah sampai surat an-Nas.
Adapun mengenai corak penafsirannya, Al-Qur’an dan Tafsirnya
bercorak adab al-ijtima’i karena tafsir ini disusun mencakup beberapa
aspek terkait sosial kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan. Ada pula yang
mengatakan tafsir ini termasuk tafsir ilmi karena bernuansa sains dan
teknologi secara sederhana.
2.
Sistematika penulisan
Dalam menafsirkanAl-Qur’an dan tafsirnya Depag menjelaskan
tentang bagaimana sistematikanya yaitu:
Pertama, Judul
Sebelum memulai penafsiran, ada judul yang disesuaikan dengan
kandungan kelompok ayat yang akan ditafsirkan.
Kedua, Penulisan kelompok ayat
Dalam penulisan kelompok ayat ini, rasm yang digunakan
adalah rasm dari Mushaf Standar Indonesia yang sudah banyak beredar dan
disebarluaskan oleh Depag.
Ketiga, Terjemah
Dalam menterjemahkan kelompok ayat, terjemah yang dipakai adalah Al-Qur’an
dan Terjemahannya edisi 2002 yang telah diterbitkan oleh Depag tahun 2004.
Keempat, Kosakata
Dalam penulisan kosakata, yang diuraikan terlebih dahulu adalah
arti kata dasar dari kata tersebut, lalu diuraikan pemakaian kata tersebut
dalam Al-Qur’an dan kemudian mengetengahkan arti yang paling pas untuk kata
tersebut pada ayat yang sedang ditafsirkan.
Kelima, Munasabah
Yang dipergunakan dalam tafsir ini adalah dua macam saja, yaitu
munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya dan munasabah antara
kelompok ayat dengan kelompok ayat sebelumnya.
Keenam, Asbabun Nuzul
Menjadikan Asbabun Nuzul sebagai sub tema dan sub judul apabila
terdapat beberapa riwayat Asbabun Nuzul
tentang ayat yang berkaitan.
Ketujuh, Tafsir
Secara garis besar penafsiran yang sudah ada tidak banyak mengalami
perubahan, hanya saja diadakan perbaikan dalam beberapa aspek, seperti men-takhrij
hadits atau ungkapan yang belum di-takhrij atau mengeluarkan hadits yang
tidak shahih.
Kedelapan, Kesimpulan
Tim juga banyak melakukan perbaikan dalam kesimpulan. Karena tafsir
ini bercorak hida’i, maka dalam kesimpulan akhir tafsir ini juga
berusaha mengetengahkan sisi-sisi hidayah dari ayat yang telah ditafsirkan.[5]
3.
Sumber rujukan
Baik saat penyusunan awal hingga
tahapan penyempurnaan, tafsir ini ditulis secara kolektif
oleh tim yang terdiri dari pakar-pakar tafsir,
hadis, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya yang terkait. Referensi yang
digunakan saat penyempurnaan juga mengalami penambahan. Awalnya,
kitab-kitab tafsir yang masyhur
seperti tafsir
al-Maragi, tafsir Mahasin al-Ta`wil, tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar
al-Ta`wil, dan tafsir IbnKatsir. Sementara dalam edisi revisi
(penyempurnaan), setidaknya ada 82 literatur yang dikutip, termasuk di
dalamnya The Holy Bibel, Authorized
(King James) Version, Peloubet’s Bible Dictionary, dan New World
Translation Of The Holly scriptures yang seringkali dinamakan riwayat
israiliyat.[6]
C.
Kelebihan dan kekurangan Al-Qur’an dan Tafsirnya
a.
Kelebihan
Harus diakui bahwa al-Qur’an dan
Tafsirnya menyimpan banyak kelebihan, baik kelebihan yang terkait langsung
dengan substansi tafsirnya itu sendiri ataupun dari sisi kemunculannya.
pertama, sebagaimana diakui M. Quraish
Shihab, dalam karyanya Menabur Pesan Ilahi, tafsir Depag ini telah berhasil
mengisi kekosongan kitab tafsir di Indonesia. Tentu, ini menunjukkan bahwa
tafsir yang ditelorkan Depag ini muncul pada saat yang tepat, sehingga akan
banyak bermanfaat bagi umat Islam di Indonesia.
Kedua, para penulisnya memiliki
kompetenensi di bidangnya. Dikatakan M. Quraish Shihab, kerja sebuah tim yang
anggota-anggotanya memiliki kualifikasi yang diperlukan dan dengan waktu yang
memadai, tanpa dipaksa oleh target penyelesaian yang ketat, pastilah
menghasilkan satu karya yang melebihi karya perorangan. Nama-nama anggota tim,
imbuhnya, baik tim awal yang menyusun tafsir ini maupun tim yang melakukan
perbaikan, adalah orang-orang yang cukup kompeten, paling tidak pada masanya.
Ketiga, menurut hemat penulis,
al-Qur’an dan Tafsirnya ditulis dengan sistematis, menggunakan sub-sub bab yang
akan sangat memudahkan kerja para pembaca.
Keempat, menampilken index. Kendati
index ini, asumsi penulis, tidak dibuat oleh tim pentafsir maupun tim
penyempurnaan tafsir Depag, melainkan dibuat oleh penerbit, namun tetap saja
perlu mendapat apresiasi yang tinggi. Dengan index, pembaca akan terbantu
memudahkan tema atau point tertentu yang ia cari di dalam tafsir ini.
b. Kekurangan
Pertama, menurut M. Quraish Shihab,
Peruntukan tafsir ini tidak Jelas. Dalam buku barunya Menabur Pesan Ilahi,
menuliskan bahwa peruntukan Tafsir Depag tidak jelas, apakah untuk orang awam,
ilmuwan atau siapa. Selain itu, tafsir Depag tidak menampilkan perbedaan
pandangan ulama menyangkut masalah-masalah yang menyentuh perhatian masyarakat,
agar tidak timbul kesan bahwa hanya satu pendapat yang memonopoli kebenaran.
Dikatakannya, fungsi al-Qur’an
sebagaima’dubat Allah (hidangan
Allah) yang tentu saja beraneka ragam pilihan suguhannya, perlu benar-benar
ditampakkan. Ditambah, ada unsur plagiat yang menurut beliau dalam kasus
penafsiran surat al-Dhuha, al-‘Alaq, al-Zalzalah, dan lain-lain, tafsir Depag
diduga kuat menjiplak Tafsir al-Maraghi karya Muhammad Musthafa al-Maraghi yang
juga guru Bustami A. Ghani. Quraish menulis, “Di sana penulis (Quraish, red)
temukan bahwa sekian banyak uraian merupakan terjemahan harfiah, kalau enggan
berkata 99 % maka paling tidak 95 %, adalah teks asli dari Tafsir al-Maraghi.
Kedua, menurut Nasruddin Baidan dalam
bukunya Metodologi Penafsiran al-Qur’an, tafsir Depag tidak mengapresiasi
nuansa ke-Indonesiaan. Dikatakannya, “…tafsir Depag terlihat mengikuti pola dan
metode yang diterapkan oleh tafsir-tafsir berbahasa Arab seperti al-Maraghi
sehingga corak keindonesiaannya tidak tampak.[7]
D.
Contoh penafsiran Al-Qur’an dan Tafsirnya
قُلْهُوَ اللهُ اَحَدٌ (1) اللهُ الَصمَدُ
(2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ (3)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا اَحَدٌ (4)
Terjemah:
1.)
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah yang mahaesa. 2.)
Allah tempatmemintasegalasesuatau. 3.) Allah tidakberanakdantidak pula
diperanakkan. 4.) dantidakada yang setaradenganDia”.
Kosakata :
1.
Ahadاحد
Kata ahadterambildari kata wahdah,
yang artinyakesatuan, kata ahadmenurutsebagianulamaberbedadariwahid,
yang artinyasatu. Kata inimerupakankata bilangan yang
selaluakandiiikutidenganbilanganselanjutnya, yaitudua, tigadanseterusnya.
Sedangakanahadbukan kata bilangan, yang hanyamenununjukkepadasesuatu yang
khususdantidakdapatmenerimapenambahan,
baikdalampikiranmaupundalamkenyataan.Olehkarrenaitu, maknaahad yang
tepatadalahesa.Dan padaayatini, kata ahaddigunakanuntukmenunjukkansifat,
yaitusifat Allah. Hal iniberartibahwa Allah memilikisifattersendiriyang
unikdantidakdimilkioleh yang lain.
2.
As-Samadالصمد
Kata as-samadterambildari kata kerjasamad-yasmadu,
yang artinyamenuju.Sedangas-samadsendirimakananyaadalah yang dituju.Dalamhalini,
terdapatduapengertian yang popularolehparapenggunanya.Namun, yang
disepakatiolehparamufassiradalahpengertian yang kedua, yaitubahwa Allah adalahZat
yang menjaditujuanharapansemuamakhluk, Dia yang didambakandalampemenuhankebutuhansemuamakhluk,
Dia yang didambakandalampenemuanmakhlukdanpenanggulanganseuakesulitanmereka.
Munasabah
PadaakhirSurat
al-Lahabditerangkanbahwakekafirandanpenentangterhadapp Islam akanhancurkarenamendapatkankutukandari
Allah. Pada awal surah
Al-Ikhlasditerangkanbahwaseluruhmanusiabergantungkepada Allah
dansegalaurusannya.
Sababnuzul
Ad-Dahhakmeriwayatkanbahwa orang-orang musyrikmengutus
‘Amir bin at-Tufailberkata, “Engkautelahmemecahbelahkeutuhan kami, memaki-maki
“tuhan” kami, danmengubah agama nenekmoyangmu. Jikaengkaumiskindanmau kaya,
kami berikanengkauharta.Jikaengkaugila, kami obati.Jikaengkauinginwanitacantik,
akan kami kawinkanengkaudengannya.”Nabimenjawab “Akutidakmiskin, tidakgiladantidakinginwanita.AkuadalahRasul
Allah yang mengajakkamumeniggalkanpenyembahanberhaladanmulaimenyembah Allah
yang mahaEsa.”Kemudianmerekamengutusutusanyang keduadanbertanyakepadaRasulullah
SAW, “Terangkanlahkepada kami tuhan yang Engkausembahitu.ApakahDiadariemasatauerak?”
lalu Allah menurunkan surah ini.
DiriwayatkanolehUbay bin ka’abbahwa orang-orang
musyrikbertanyakepadaNabi Muhammad, apakahTuhanmuadahubungannasabdengan kami?”
makaturunlah surah ini.
Tafsir
Surah
inimeliputidasar yang paling pentingdaririsalahNabiMuhammadyaknimenauhidkandanmenyucikan
Allah sertameletakkanpedomanumumdalamberamal, dansurah iniditafsirkandenganhadisNabiyang
diriwayatkankanoleh Muslim.
Padaayatpertamadari
surah Al-Ikhlasini, dikuatkankembalidenganpernyataanayat Al-QuranyaknisuratYasinayat
82, yang menyatakanbahwa Allah mahaesa, Diayang membuatsegalaperbuatan.
Dan di
dalamayatketiga, di sebutkanfirman Allah surat As-saffatayat149-152 yang
menentangpernyataanataudakwaan orang-orang musyrik Arab.[8]
IV.
KESIMPULAN
Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen
Agama, memiliki manhaj penafsiran yang dominan yaitu ma’tsur tanpa
menghilangkan ra’y(pemikiran) dalam tafsirnya. Tafsir ini mengunakan
metode tahlili dengan menjelaskan ayat al-Qur’an melalui berbagai aspek
yang ada dalam Ulumul Qur’an sesuai dengan tartib
mushafi. Dan cenderung lebih dominan bercorak lughawi
(kebahasaan) tanpa mengesampingkan corak yang lain seperti fiqhi dan ‘ilmi.
Tafsir al-Qur’an dan Tafsirnya
ini dengan gayanya yang sistematis memberikan kemudahan-kemudahan
bagi mereka yang ingin memahami makna-makna al-Qur’an.
Banyak sisi positif yang bisa diambil dari
karya Tim yang dibentuk Departemen Agama ini, juga harus diakui
ada beberapa hal yang mesti diperbaiki atau disempurnakan untuk bisa
menghasilkan kitab tafsir yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama RI, Mukadimah Al-qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan),Jakarta:
penerbit Lentera Abadi, 2010.
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Semarang: PT. Citra Effhar, 1993.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
disempurnakan), Jilid X, Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010.
Sakho, Muhammad Ahsin, “Beberapa dalam Revisi Tafsir
DEPAG” Jurnal Studi Alquran, Pusat Studi Alquran, vol.I, no. 1, 2006.
http://nuhamaarif.blogspot.com/2006/08/al-qurn-al-karm-wa-tafsruh-al-quran_23.html diakses pada tanggal 11 April 2015 pukul 13.30
[1] Departemen Agama RI, Mukadimah Al-qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan),
(Jakarta: penerbit Lentera Abadi, 2010), hal. xxxii
[2] Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan), (Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010), hal. xxv
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Semarang: PT.
Citra Effhar, 1993) hal. xiv
[4] Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan), (Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010), hal. Xxvii
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Tafsirnya : Mukadimah, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hal. xxxiv-xxxv
[6]Ahsin
Sakho, “Kata Pengantar” Ketua Tim Penyempurnaan al-Qur'an dan
Tafsirnya dalam Mukadimah, hlm. xxxi-xxxii
[7]http://nuhamaarif.blogspot.com/2006/08/al-qurn-al-karm-wa-tafsruh-al-quran_23.html diakses pada tanggal 11
April 2015 pukul 13.30
[8]Departemen Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnya(Edisi yang Disempurnakan)Jilid X, (Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010),
hal. 814-818
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)