A. Gambaran Kitab
Kitab Tafsir Al-Jami’ li Ahkami Al-Qur’an yang terdapat dalam perpustakaan
Ushuluddin berwarna hitam dikombinasi dengan warna merah bata dan warna emas.
Diterbitkan oleh Daar Ibnu Katsir, Damaskus, Beirut. Kitab tersebut merupakan
cetakan kedua, yang terdiri dari 599 halaman. Dimulai dari Qs. Al-Fatihah
sampai Qs. Al-A’raf. Jilid kedua terdiri dari 700 halaman. Yang dimulai dari
Qs. Al-Anfal sampai Qs. Yasin. Jilid ketiga terdiri dari 542 halaman, diawali
dengan Qs. As-Shaffat sampai Qs. An-Naas.
B. Biografi Imam Al-Qurthubi
Beliau adalah Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh
al Anshari Al Kharaji Al Andalusi Al Qurthubi. Beliau adalah seorang mufasir,
beliau dilahirkan di Cordova, Andalusia (sekarang Spanyol). Disanalah beliau
mempelajari bahasa Arab dan sya’ir, di samping juga mempelajari Al-Qur’an
Al-Karim. Di sana beliau memperoleh pengetahuan yang luas dalam bidang Fiqih,
nahwu, dan qira’at. Sebagaimana beliau juga mempelajari ilmu balagha, ulumul qur’an
dan juga ilmu-ilmu lainnya. Setelah itu, beliau datang ke Mesir dan menetap di
sana. Beliau meninggal dunia di Mesir pada malam Senin, tepatnya pada tanggal 9
Syawal tahun 671 H. Makamnya berada di Elmeniya, di Timur sungai Nil dan sering
di ziarahi oleh banyak orang.
Beliau merupakan salah seorang hamba Allah yang shalih dan ulama’ yang
sudah mencapai tingkatan ma’rifatullah. Beliau sangan zuhud terhadap
kehidupan dunia (tidak menyenanginya) bahkan beliau selalu disibukkan oleh
urusan-urusan akhirat. Usianya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah dan
menyusun kitab.
Mengenai sosok Imam Al-Qurthubi ini, Syaikh Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa
beliau adalah seorang Imam yang memiliki ilmu yang luas dan mendalam. Beliau
juga memiliki sejumlah karya yang sangat bermanfaat dan menunjukkan betapa luas
pengetahuannya dan sempurna kepandaiannya.
C. Sejarah Penulisan
Berangkat dari pencarian ilmu dari para Ulama’ (seperti Abu al-Abbas bin
Umar al-Qurthubi Abu al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad al-Bakhri), kemudian
Imam al-Qurthubi diasumsikan berhasrat besar untuk menyusun kitab Tafsir yang
juga bernuansa fiqih dengan menampilkan pendapat imam-imam madzhab fiqih dan
juga menampilkan hadis yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu
kitab tafsir yang telah ada sedikit sekali yang bernuansa fiqih. Karena itulah
Imam al-Qurthubi menyusun kitabnya, dan ini akan mempermudah masyarakat, karena
disamping menemukan tafsir beliau juga akan mendapatkan banyak pandangan imam
madzhab fiqih, hadis-hadis Rasulullah saw maupun pandangan para Ulama’ mengenai
masalah itu.
D. Metode Penafsiran
Tafsir al-Qurthubi metode yang dipakai dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
yakni metode tematik atau maudhu’, termasuk tafsir pilihan dan paling besar
manfaatnya, pengarangnya telah menempuh metode yang lurus dalam penafsiran,
beliau tidak mencantumkan kisah-kisah dan sejarah-sejarah dan hanya memusatkan
perhatian pada tafsir ayat-ayat hukum, maka beliau berpanjang lebar dalam
masalah-masalah fiqih. Sehingga hampir melenyapkan ciri kitabnya sebagai kitab
tafsir beliau juga mementingkan keterangan mengenai qira’at-qira’at dan kadang
menghubungkannya dengan yang empunya pendapat beliau juga menerangkan masalah
nahwu namun tidak berpanjang lebar dalam hal itu. Disamping itu, beliau juga
menerangkan nasikh dan mansukh.
Ciri lain dari tafsir al-Qurthubi adalah pengarang sedikit sekali
menyebutkan cerita-cerita Isra’iliyat dan hadis maudhu’. Jika pun beliau
mengemukakan cerita Isra’iliyat atau hadis maudhu’ yang tidak sejalan dengan
prinsip Islam. Maka beliau selalu menyertainya dengan penolakan dan pembatalan.
Berkenaan dengan hadis beliau juga menyebutkannya tapi dengan menyertakan
identitas orang yang mengeluarkan hadis itu dan biasanya juga menyebutkan
perawinya. Sekalipun demikian kita jumpai dalam kitab tafsir ini beberapa
riwayat Israiliyat dan hadis maudhu’.
E. Corak
Para pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya al-Qurtubi kedalam tafsir yang
bercorak Fiqhi, sehingga sering disebut sebagai tafsir ahkam. Karena dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih banyak dikaitkan dengan
persoalan-persoalan hukum.
Sebagai contoh dapat dilihat ketika menafsirkan surat al-Fatihah.
al-Qurtubi mendiskusikan persoalan-persoalan fiqh, terutama yang berkaitan
dengan kedudukan basmalah ketika dibaca dalam salat, juga persoalan fatihah
makmum ketika shalah Jahr. Terhadap ayat yang sama-sama dari kelompok Mufasir
ahkam hanya membahasnya secara sepintas, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakr
al-Jassas. Ia tidak membahas surat ini secara khusus, tetapi hanya menyinggung
dalam sebuah bab yang diberi judul Bab Qiraah al-Fatihah fi al-salah.
Al-Qurtubi banyak mendiskusikan persoalan-persoalan hukum yang menjadikan
tafsir ini termasuk ke dalam jajaran tafsir yang bercorak hukum. Di sisi lain,
juga terlihat bahwa al-Qurtubi yang bermazhab Maliki ternyata tidak sepenuhnya
berpegang teguh dengan pendapat Imam mazhabnya.
F. Sistematika
Al Qurthubi menjelaskan metode yang dipergunakan dalam tafsir-nya, antara
lain:
1. Menjelaskan sebab turunnya ayat
2. Menyebutkan perbedaan bacaan dan bahasa serta menjelaskan tata bahasanya
3. Mengungkapkan periwayatan hadits, mengungkapkan lafaz-lafaz yang gharib di
dalam Al Qur’an, memilah-milih perkataan fuqaha, dan mengumpulkan pendapat
ulama salaf dan pengikutnya.
Argumentasi-argumentasinya banyak dikuatkan dengan sya’ir arab, mengadopsi
pendapat-pendapat ahli tafsir pendahulunya setelah menyari dan mengomentarinya,
seperti Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnu al Arabi, Ilya Al Harasi, Al Jasshash. Al
Qurthubi juga dalam metode penafsirannya menconter kisah-kisah ahli tafsir,
riwat-riwat ahli sejarah dan periwayat-periwayat israiliyat, sekalipun banyak
juga mengambil dari sisi-sisi itu dalam tafsirnya. Dan ia juga menantang
pendapat-pendapat filosof, mu’tazila dan sufi kolotan serta aliran-aliran lainnya.
Ia menyebutkan pendapat-pendapat ulama mazhab dan mengomentarinya, ia juga
tidak ta’assub dengan mazhab Malikianya. Sebaliknya Al Qurthubi terbuka dalam
tesisnya, jujur dalam argumentasinya, santun dalam mendebat musuh-musuhnya
dengan penguasaan ilmu tafsir dan segala perangkapnya, serta penguasaan ilmu
syariat yang mendalam.
Metode pembahasannya merupakan kepiawaian dan posisinya dibisang tafsir dan
pengambilan hukum dari ayat-ayat al-Qur’an sebagai sumber pertama humum Islam.
Adapun metode yang dipakai dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yakni metode
tematik atau maudhu’, karena sisitematikanya dalam melakukan penafsiran
terhadap ayat al-Qur’an dengan menjelaskan kosa kata yang rumit.
G. Kelebihan dan Kekurangan
Tafsir al-Qurthubi dianggap sebagai ensiklopedi besar yang memuat banyak
ilmu. Diantara kelebihan yang dimilikinya adalah:
a) Memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an al-Karim, dengan
pembahasan yang luas.
b) Hadis-hadis yang didalamnya di tahrij dan pada umumnya disandarkan langsung
kepada orang yang meriwayatkannya.
c) Menghimpun ayat, hadits dan aqwal ulama pada masalah-masalah hukum.
Kemudian beliau mentarjih salah satu di antara aqwal tersebut
d) Sarat dengan dalil-dalil ‘aqli dan naqli
e) Tidak mengabaikan bahasa Arab, sya’ir Arab dan sastra Arab.
Sedang kekurangan dari Tafsir al-Qurthubi:
a) Adanya sejumlah kisah Isra’illiyat yang dipaparkan al-Qurthubi ketika
menjelaskan sebagian ayat.
b) Banyak mencantumkan hadits-hadits dha’if tanpa diberi komentar (catatan),
padahal beliau adalah seorang muhaddits (ahli hadits)
c) Penulis menta’wil beberapa ayat yang berbicara tentang sifat Allah SWT.
H. Komentar Ulama’
Imam Adz-Dzahabi pernah berkata, “Al Qurthubi telah mengarang sebuah kitab
tafsir yang sangat spektakuler”.
Ibnu Farhun berkata: Tafsir yang paling bagus dan paling banyak manfaatnya,
membuang kisah dan sejarah, diganti dengan hukum dan istinbat dalil,
serta menerangkan I’rob, qiroat, nasikh dan mansukh.
masyaa allah ...
BalasHapustapi saya tidak melihat referensnya...makasih
Referensi nya buku apa ni min
BalasHapus