A. Gambaran Kitab
Tafsir Jami’ul Bayan fi Ta’wil Qur’an, suatu kitab karya dari seorang Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid Ath thabari,
beliau lebih dikenal dengan Imam Ibnu Jarir At-Thabari. merupakan suatu kitab yang monumental,
yang lebih dikenal dengan tafsir Ath-Thabari. Kitab ini memilki nama ganda yang
dapat dijumpai di berbagai perpustakaan: pertama, Jami’ al-Bayan An Takwil Ay
al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1995 dan 1998), dan kedua bernama Jami’al-Bayan
fi Tafsir al-Qur’an (Beirut: Dar al Kutub al-Ilmiyyah. 1992).
Berdasarkan analisis kami, Kitab
Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an memiliki cover yang berwarna hijau tua,
terdapat 15 jilid. Panjang kitab ini adalah 28,2 cm dan lebarnya adalah 19,9
cm. dan memilik jumlah halaman yang berbeda-beda tiap juz nya, dengan ketentuan
sebagai berikut :
a)
Jilid
1 terdapat juz 1= 576 halaman dengan tebal 3 cm
b)
Jilid
2 terdapat juz 2 = 635 halaman dengan tebal 3,1 cm
c)
Jilid
3 terdapat juz 3 = 348 halaman dan juz 4 = 323 halaman dengan tebal 3,5 cm
d)
Jilid
4 terdapat juz 5 = 340 halaman dan juz 6 = 360 halaman dengan tebal 3 cm
e)
Jilid
5 terdapat juz 7 = 315 halaman dan juz 8 = 240 halaman dengan tebal 2,5 cm
f)
Jilid
6 terdapat juz 9 = 250 halaman dan juz 10 = 213 halaman dengan tebal 2,5 cm
g)
Jilid
7 terdapat juz 11 = 187 halaman dan juz 12 = 238 halaman dengan tebal 2 cm
h)
Jilid
8 terdapat juz 13 = 258 halaman dan juz 14 = 199 halaman dengan tebal 2 cm.
i)
Jilid
9 terdapat juz 15 = 292 halaman dan juz 16 = 238 halaman dengan tebal 2,8 cm
j)
Jilid
10 terdapat juz 17 = 209 halaman dan juz 18 = 195 halaman dengan tebal 2 cm
k)
Jilid
11 terdapat juz 19 =178 halaman, juz 20 = 85 halaman dan juz 21 = 159 halaman
dengan tebal 2,5 cm
l)
Jilid
12 terdapat juz 22 = 162 halaman, juz 23 = 215 halaman dan juz 24 = 130 halaman
dengan tebal 2,5 cm
m) Jilid 13 terdapat juz 25 =162 halaman, juz 25 = 210 halaman dan juz
27 = 247 halaman dengan tebal 3,2 cm
n)
Jilid
14 terdapat juz 28 =172 halaman dan juz 29 d= 245 halaman dengan tebal 2 cm.
o)
Jilid
15 terdapat juz 30 = 356 halaman dengan tebal 2,5 cm
B. Biografi Al-Thabari
Nama lengkap dari al-Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ibn Yazid
ibn Katsir ibn Ghalib al-Thabari al-Amuli, beliau dilahirkan di kota Amul yang
merupakan ibukota Thabaristan, di negara Iran. Beliau lahir pada akhir tahun
224 Hijriah awal tahun 225 Hijriah.
Pada waktu kecil al-Thabari sudah hafal Alquran pada umur tujuh tahun dan
mendapatkan kepercayaan untuk menjadi imam sholat pada masa itu. Beliau juga
menulis hadis pada umur sembilan tahun.
Al-Thabari mengetahui berbagai macam cara baca Alquran, memahami makna yang
terkandung di dalamnya serta memiliki pengetahuan yang mendalam tentang
hukum-hukum di dalam Alquran.
Beliau tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang memberikan cukup
perhatian terhadap pendidikan, terutama bidang keagamaan. Beliau sangat
bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Hal itu tampak pada saat beliau mencari
ilmu keliling pada tiap kota untuk memperkaya pengetahuan dalam berbagai
disiplin ilmu. Al-Thabari dikirim oleh ayahnya ke Rayy, Basrah, Kufah, Mesir,
Syiria. di Rayy beliau belajar pada Ibn Humayd, Abu Abdillah Muhammad ibn
Humayyad al-Razi, beliau juga pernah pergi ke Baghdad untuk menimba ilmu kepada
Ahmad ibn Hanbal, tetapi sesampainya di sana Ahmad ibn Hanbal telah wafat.
Al-Thabari menghabiskan waktunya untuk mempelajari ilmu ke-Islaman dan
tradisi-tradisi Arab. Selain ahli fiqih beliau juga ahli sejarah, tafsir,
sastra, tata bahasa, logika, matematika dan kedokteran. Beliau merupakan salah
satu tokoh terkemuka yang menguasai benar berbagai disiplin ilmu, beliau
meninggalkan warisan cukup besar yang mendapatkan sambutan besar di setiap masa
dan generasi yaitu karya beliau yang masyhur Jami’ al-Bayan fi tafsir
al-Qur’an. Karya tafsirnya tersebut merupakan rujukan utama bagi para mufasir
yang menaruh perhatian terhadap tafsir bi al-ma’tsur. Beliau meninggal pada
tahun 310 Hijriah.
Nama lengkap tafsir ini adalah Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an. Kitab
tafsir tersebut ditulis pada Tahun 306 Hijriah dan terdiri dari dua belas
jilid. Mulanya tafsir ini hilang tetapi kemudian terdapat satu manuskrip yang
di simpan oleh Amir Mahmud ibn Abd al-Rasyid seorang pengusaha Naj, dari
manuskrip ini kemudian diterbitkan dan beredar luas serta menjadi sebuah
ensiklopedi tafsir bi al-Ma’tsur.
C. Sejarah penulisan
Semasa hidup al-Tabari, akhir abad 9
hingga pertengahan abad10 M, kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, rejilius,
ilmu pengetahuan, pemikiran keagamaan, dan heterogenitas kebudayaan dan
peradaban. Dan terjadi interaksi kultural dengan ragam muatannya, perubahan dan
dinamika masyarakat terus bergulir juga mewarnai cara pandang dan cara pikir
kaum muslimin.
Di bidang
keilmuan, tafsir telah mengalami perkembangan secara metodologis dan
substansial. Kemunculan aliran tafsir bi al- ma’sur dan bi al ra’yi juga
memberikan warna terhadap pemikiran muslim. Di sisi lain, muncul persoalan
serius di tubuh tafsir al-ma’sur, yaitu dengan varian riwayat,dari
riwayat-riwayat yang shahih akurat dan valid.pada waktu yang sama tafsir al
ma’sur sedang mengalami masalah serius, karena telah terjadi pembaruan berbagai
riwayat. Disamping itu, kajian tafsir yang tidak mono material. Tetapi telah
berinteaksi degan disiplin ilmu lain seperti, fiqh, kalam, balaghah, sejarah
dan filafat. Pengaruh unsur-unsur di luar Islam juga mewarnai penafsiran,
termasuk Israiliyat (berita-berita yang dinukil oleh Bani Israil).
Kitab ini ditulis oleh al-Tabari
pada paruh abad III H, dan sempat disosiolisasikan di depan para murid-muridnya
selama kurang lebih 8 tahun, sekitar 282 hingga 209 H. al-Tabari mencoba
mengelaborasikan terma takwil dan tafsir menjadi sebuah konstruksi pemahaman
yang utuh dan holistik. Baginya keduanya adalah muradif (sinonim).
Keduanya merupakan piranti inteektual untk memahami kitab suci al-Qur’an yang
pada umumnya tidak cukup hanya dianalisis melalui kosakatanya, tetapi
memerlukan peran aktif logika dan aspek-aspek penting lainnyaseperti munasabah
ayat dan atu surat, terma (maudu’), asbab al nuzul dan sebagainya.
Kitab ini pernah hilang dan tidak diketahui keberdaannya, tetapi kitab ini
dapat muncl kembali berupa manuskrip yang tersimpan di maktabah (koleksi
pustaka pribadi) seorang Amir (pejabat) Najed, Hammad ibn Amir ‘Abd al-Rasyid. Gholdziher berpandangan bahwa naskah tersebut diketemukan lantaran terjadi kebangkitan kembali
percetakan pada awal abad 20-an. Menurut al-Subkhi, bentuk tafsir yang sekarang
ini adalah khulasah (resume) dari kitab orisinilnya.
D. Metode Penafsiran
Ibn Jarir al-Thabari dipandang sebagai tokoh terpenting dalam tradisi
keilmuan Islam klasik, yaitu dalam ilmu fiqih, hadis, bahasa, sejarah dan
termasuk dalam bidang tafsir Alquran, seperti pada dua buah karya besarnya
yaitu Tarikh al- Umam wa al-Mulk, yang berbicara tentang sejarah dan al-bayan
Fi tafsir Alquran, sehingga berhasil mengangkat popularitas beliau pada saat
itu dan sampai saat ini pun karya beliau masih dikenal oleh banyak kalangan.
Tafsir ini dikenal dengan tafsir bi al-ma’tsur, walaupun demikian
al-Thabari dalam menentukan makna yang paling tepat pada sebuah lafad juga
menggunakan ra’yu. Tafsir ini menggunakan metode tahlili, sebab penafsirannya
berdasarkan pada susunan ayat dan surat sebagaimana dalam urutan mushaf.
Di samping sebagai mufasir, beliau juga pakar sejarah yang mana dalam
penafsirannya yang berkenaan dengan historis beliau jelaskan panjang lebar
dengan dukungan cerita-cerita israiliyat. Dengan pendekatan sejarah yang beliau
gunakan tampak kecenderungannya yang independen. Beliau menyatakan bahwa ada
dua konsep sejarah menurutnya: pertama, menekankan esensi ketauhidan dari misi
kenabian dan yang kedua, pentingnya pengalaman-pengalaman dari umat dan
pengalaman konsisten sepanjang zaman.
Berikut merupakan metode yang digunakan oleh al-Thabari dalam tafsirnya:
1. Menempuh jalan tafsir dan atau takwil.
Menurut al-Dzahabi, ketika al-Thabari akan
menafsirkan suatu ayat, al-Thabari selalu mengawali dengan kalimat القول فى تأويل قوله تعالى. Kemudian, barulah
menafsirkan ayat tersebut.
2. Menafsirkan Alquran dengan sunah/hadis (bi al-ma’tsur).
Al-Dzahabi menyatakan bahwa al-Thabari dalam
menafsirkan suatu ayat selalu menyebutkan riwayat-riwayat dari para sahabat
beserta sanadnya.
3. Melakukan kompromi antar pendapat bila dimungkinkan, sejauh tidak
kontradiktif dari berbagai aspek termasuk kesepadanan kualitas sanad.
4. Pemaparan ragam qiraat dalam rangka mengungkap makna ayat.
Al-Dzahabi berpendapat bahwa al-Thabari juga menyebutkan berbagai macam
qiraat dan menjelaskan penafsiran dari masing-masing qiraat tersebut serta
menjelaskan hujjah dari ulama qiraat tersebut.
a) Menggunakan cerita-cerita israiliyat untuk menjelaskan penafsirannya yang
berkenaan dengan historis.
Al-Dzahabi menerangkan bahwa al-Thabari dalam
penafsirannya yang berkenaan dengan sejarah menggunakan cerita-cerita
israiliyat yang diriwayatkan dari Ka’ab al-Ahbar, Wahab ibn Manbah, Ibn Juraij
dan lain-lain.
b) Mengeksplorasi syair dan prosa Arab lama ketika menjelaskan makna kata dan
kalimat.
Menurut al-Dzahabi metode ini tidak hanya
digunakan oleh al-Thabari saja, tetapi juga dipergunakan oleh mufasir lain
seperti Ibn Juraij ketika menafsirkan ayat dengan riwayat yang diperoleh dari
Ibn Abbas.
c) Berdasarkan pada analisis bahasa bagi kata yang riwayatnya diperselisihkan.
Al-Dzahabi menuturkan bahwa ketika al-Thabari
mendapati kata dalam suatu ayat ada perselisihan antar ulama nahwu, al-Thabari
menjelaskan kedudukan kata tersebut menurut tiap-tiap mazhab degan
memperhatikan aspek i’rab dengan proses pemikiran analogis untuk ditashih dan
ditarjih serta menjelaskan penafsirannya.
d) Menjelaskan perdebatan di bidang fiqih dan teori hukum Islam untuk
kepentingan analisis dan istinbath (penggalian dan penetapan) hukum.
Menurut pejelasan al-Dzahabi, al-Thabari
selalu menjelaskan perbedaan pendapat antar mazhab fikih tanpa mentarjih salah
satu pendapat dengan pendekatan ilmiah yang kritis.
e) Menjelaskan perdebatan di bidang akidah.
Al-Dzahabi menuturkan bahwa dalam ayat-ayat
yang berhubungan dengan masalah akidah al-Thabari menjelaskan perbedaan
pendapat antar golongan.
E. Corak
Tafsir Al-Thabari merupakan tafsir hukmi, beliau seorang fuqaha. Ia juga
menempuh jalan istinbat, ketika menghadapi sebagian kasus hukum dan pemberian
asyarat terhadap kata-kata yang sama i’robnya.
Dari sisi lain, Al-Thabari sebagai seorang ilmuan, tidak terjebak dalam
belenggu taqlid, terutama dalam mendiskusikan persoalan-persoalan fiqih. Ia
selalu berusaha untuk menjelaskan ajaran-ajaran islam tanpa melibatkan diri
dalam perselisihan dan perbedaan paham yang menimbulkan perpecahan.
F. Sistematika
Sistematika penafsiran Al-Thabari mengikuti tartib Mushafi. Dalam
sistematika ini, sang mufasir menguraikan penafsirannya berdasarkan urutan ayat
dan surah di dalam mushaf (Usmani), dan dikatakan berurutan seperti berikut:
Jilid 1 sampai 15 berurutan. Penjabarannya sebagai berikut: Jilid 1 (juz 1),
jilid 2 (juz 2), jilid 3 (juz 3-4), jilid 4 (juz 5-6), jilid 5 (juz 7-8), jilid
6 (juz 9-10), jilid 7 (juz 11-12), jilid 8 (juz 13-14), jilid 9 (juz 15-16),
jilid 10 (juz 17-18), jilid 11 (juz 19-21), jilid 12 (juz 22-24), jilid 13 (juz
25-27), jilid 14 (28-28), dan terakhir jilid 15 (juz 30).
G. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Tafsir Al Thabari adalah penjabarannya yang luas dan tajam seperti:
1. Menggunakan riwayat Nabi yang diperbanyak.
2. Menyertakan jalur sanad dari seluruh
riwayat yang di nukil bahkan sampai ada yang 15 lebih.
3. Mentarjih pendapat yang ada.
4. Mengutip qira’at yang diperlukan.
5. Menggunakan ilmu bahasa seperti
nahwu.
6. Merujuk berbagai syair kuno.
7. Banyak mendukung pendapat hasil ijma’ dimana itu merupakan wujud dari
tarjih.
Sedang kekurangannya seperti pepatah tak ada gading yang tak retak,
begitu juga Al-Thabari membuat karya yang sangat besar pada masanya ini juga
tidak lepas dari kekurangan ataupun ketidak sempurnaan seperti masih adanya
beberapa kisah israiliyat.
H. Komentar Ulama’
Terurai jelas kekonsistensian al-Thabari dalam mengaplikasikan
metodologinya yang ditopang oleh kekuatan data dan akurasinya. Dalam hal ini,
terdapat berbagai komentar terhadap tafsir al-Thabari, diantaranya :
1.
Abu
Hamid al-Isfarayini (w.101 H), menyatakan :
“Semua
informasi yang diberikan oleh At-Tabari diperoleh secara berantai dari para
periwayat. Mata rantai itu dipelajari oleh Dr. H. Horst, yang menghitung ada
13.026 mata rantai yang berbeda dalam tiga jilid tafsir al-tabari. Duapuluh
satu dari 13.026 ini termasuk didalamnya 15.700 dari 35.400 macam bentuk
informasi, “hadis-hadis”, yang menjadi jaminan bagi kebenaran atau berbagai
mata rantai peristiwa.
2.
Dr.
Fuad Sezgin dalam Geschichte der Arabischen literatur
3.
Membandingkan
kutipan-kutipan At-Tabari dengan sumber-sumber aslinya, pada akhirnya ia
berkesimpulan “secara inextensio, bahwa tafsir At-Tabari sngatn luas dan
ensiklopedis, isinya sangat bervariasi dengan subjek pembahasan yang sangat
kaya”.
4.
M.
Abduh, berkomentar “kitab yang terpercaya di kalangan penuntut ilmu, karena
pengarangnya telah melepaskan diri dari belenggu taqlid dan berusaha untuk
menjelaskan ajaran-ajaran Islam tanpa melibatkan diri dari dalam perselisihan
dan perbedaan paham yang dapat menimbulkan perpecahan”.
5.
Taufik
Adnan Amal Menurutnya, Ibn Jarir al-Tabari adalah mufassir “tradisional” paling
terkemuka, menyusun suatu kitab yang menghimpun lebih dari dua puluh sistem
bacaan (qira’at).
6.
Mohammad
Arkoun secara kritis mengatakan : “Al-Tabari telah menghimpun, dalam sebuah
karya monumental 30 jilid, sejumlah akhbar mengesankan (semua kisah,
tradisi,sunnah, dan informasi) yang tersebar luas di daerah yang
diislamisasikan selama tiga abad pertama Hijri. Dokumen utama yang sangat
berharga bagi sejarawan ini masih belum menjadi objek monografi mana pun yang
menghapus citra dari seorang At-Tabari sebagai kompilator “rakus” dan
“obyektif”.
7.
Ensikopedi
mengatakan, bahwa “Karya Jarir, Jami’ al-Bayan, adalah sebuah ensikopedi
komentar dan pendapat tafsir tradisional, merupakan contoh khas tafsi bi
al-ma’sur. Ia memaksudkan karyanya ini lebih bersifat komprehensif dari pada
selektif sehingga kiranya menjadi gudang informasi. Ciri-ciri ini memberi kitab Ibn Jarir
tersebut menjadi objektivitas yang menjadikannya layak diistimewakan”.
8.
Muhammad
Ali al-Shabuni Menyatakan bahwa : “kitab tafsir Ibn Jarir termasuk tafsir bi
al-ma’sur yang paling agung, paling benar dan paling banyak mencakup pendapat
sahabat dan tabi’in serta dianggap sebagai pedoman pertama bagi mufassir”.
9.
Manna
al-Qathan menyatakan bahwa : “kitab tafsir Al-Tabari merupakan tafsir paling
besar dan utama serta menjadi rujukan penting bagi mufassir bi al-ma’sur”
10.
Muhammad
Husein al-Zahabi menyatakan : “tafsir Al-Tabari merupakan tafsir yang pertama
dalam hal masa dan ilmunya di antara sekian banyak kitab tafsir awal, karena ia
adalah kitab tafsir yang pertama kita ketahui, meskipun ada kemungkinan
kitab-kitab tafsir yang tertulis
sebelumnya telah hilang dalam peedaran masa. Dia adalah pelopor dalam ilmu
tafsir, terlihat kekhasan kitabnya yang berbeda dengan kitab tafsir lainnya
yang mampu mempresentasikan kepada masyarakat sebagai kitab yang bernilai
tinggi”.
makasih banyak eui, terus berkarya yaa..
BalasHapusboleh tau ini referensi nya buku apa ya? saya butuh bgt buat referensi bacaan skripsi
BalasHapusterimakasih banyak
Wallahu a'lam 😯
BalasHapuskalau mau mendapatkan tafsir Ath thabary terjemahan indonesia yang pdf alamatnya dimana ya gan?
BalasHapushttps://ia801900.us.archive.org/19/items/kitab-terjemah-ind/Tafsir%20Thabari%2026.pdf
Hapuscoba akses link diatas, insya allah ketemu
Penulisan yang baik dan berguna untuk dijadikan rujukan.
BalasHapus