Jumat, 14 November 2014

Makalah ASPEK ISLAM DALAM SASTRA JAWA





Disusun Oleh:
Siti Sopuroh                                        (134211007)
Siti Fatihatul Ulfa                                (134211028)

I.                   PENDAHULUAN

Perjalanan dakwah Islam di Jawa mengalami proses yang cukup panjang dan unik. Islam ternyata telah mewarnai hampir seluruh kehidupan bermasyarakat Jawa. Diantaranya bidang Sastra Jawa yang banyak mengandung unsur-unsur Islam didalamnya. Sebagai Salah satu  lambang keberhasilan dakwah Islam di Jawa adalah berdirinya kerajaan Demak. Sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, memegang peran kunci dalam pengembangan Islam. Dari sinilah titik mula persentuhan dan interaksi antara Sastra Jawa dan unsur-unsur Islam. Sastrawan (pujangga) Jawa yang berguru kepada para wali, mulai mengembangkan karya-karyanya dengan menyerap ajaran Islam sebagai sumbernya.
 Pengaruh Islam dalam Sastra Jawa melahirkan kepustakaan baru, yang isinya mempertemukan tradisi-tradisi kejawen dengan unsur-unsur islam, lahirlah Sastra Jawa berupa: serat suluk, serat wirid, babad, dan primbon. Serat suluk dan wirid berkaitan isinya dengan ajaran Tasawuf atau Mistik dalam Islam. Babad berisi tentang cerita-cerita atau kisah dalam Islam, seperti kisah para nabi. Primbon isinya merangkum berbagai ajaran yang berkembangan dalam tradisi Jawa, seperti ramalan, guna-guna, ajaran Islam dan lain-lain.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan kami jelaskan mengenai karya sastra para pujangga Jawa yang mencerminkan ajaran-ajaran Islam. Salah satunya adalah ajaran Tasawuf atau Mistik dalam Islam.

II.                RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas adalah bagaimana  aspek islam dalam  Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat dan Serat Wedhatama?

III.             PEMBAHASAN

A.    Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat

Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat ini merupakan salah satu karya Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana III, berbentuk Asmaradana yang terdiri dari 14 bait.
Adapun Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat yang dikarang oleh PB III adalah sebagai berikut:

1.      Martabat pitu Kinawi        
 Pra samya  angawruhana
Akadiyat wiwitane
Ping kalih martabat wahdat
Pink tiga wakidiyat
Wahdaniyat kapatipun
Kaping lima ngalam misal

Terjemah:
Martabat tujuh dikarang
Agar semua mengetahui
Akadiyat permulaannya
Yang kedua martabat wahdat
Yang ketiga wakidiyat
Wahdaniyat yang keempat
Kelima alam misal.

2.      Pink nem alam jesam singgih
Insan kamil ping pitunya
Martabat iya tegese
Akarnya ing kenyataan
Tegese akadiyat
Nyataken ing datipun
Tuhune ing dhirinira

Terjemah :
Keenam yaitu alam ajesam
Insan Kamil yang ke tujuh
Martabat itu artinya
membuat kenyataan
Arti dari akadiyat
menyatakan dat-Nya
yang sesungguhnya di dalam dirimu

3.      Tegese waahdat puniki,
Nyataaken sipatira,
Pan wis nyata ing dheweke,
Tegese kang wakidiyat,
Punika kaya paran,
Nyatakaken wismanipun,
Wus nyata ing aranira.

Terjemah :
Arti dari wahdat ini
Menyatakan sifat-Nya
Yang sudah nyata dalam dirinya
Arti dari wakdiyat
Itu bagaimana      
Menyatakan rumah-Nya
Sedah nyata nama-Nya

4.      Wahdaniyat ingkang wahit,
Punika den kawruhana,
Gone nyata dat sipate,
Asma kelawan apengal,
Pundi nyataaning ngedat,
Roh ilapi jatinipun,
Nyatane among titiga.

Terjemah :
Wahdaniyat yang pertama
Ketahuilah hal tersebut
Tempatnya yang nyata dzat sifat-Nya
Asma dengan afngal (perbuatan)
Yang mana kenyataannya dzat
Roh ilafi yang sebenarnya
Nyatanya hanya tiga

5.      Nyatane kang roh ilapi,
Wus nyata ing ngasalira,
Nyataaken ing rupane,
Ping kalih alam ajesam,
Tegese alam jesam
Nyatakaken apnalipun
Insan kamil kaping tiga.

Terjemah :
Sebenarnya roh ilafi
Sudah nyata dalam asal-Nya
Menyatakan wujud-Nya
Kedua alam ajesam
Artinya alam ajesam
Menyatakan afngal-Nya
Insan Kamil yang ketiga.

6.      Ingkan ngaran asma jati,
Nenggih asmane Roh Ollah,
Edat illaha sipate,
Illalah ing ngaran asma,
Muhkamad Rasullullah
Nggih puniku apngalipun,
Nora jasad lan muhkammad.

Terjemah :
Yang dinamakan asmajati
Adalah asmanya rohullah
Dzat Ilahi sifat-Nya
Illallah yang disebut asma.
Muhammad Rasulullah
Yaitu afngal-Nya
Bukan badan Muhammad

7.      Wus nyata asal ngawruhi,
Pundit ingkan aran edat,
Lan sipat apngal asmane,
Wus nyata ing jenengira,
Nyatane polahira,
Puniku roh jatinipun,
Apngal nyata gawenira.

Terjemah :
Sudah jelas asal pengetahuannya,
Mana yang dinamakan dzat
Dan sifat afngal asma-Nya
Sudah nyata dalam nama-Nya
Sesungguhnya tindakan-Nya
Itu roh yang sejati            
Afngal nyata perbuatannya.

8.      Nyatane asma kang yekti,
Pangucap ing roh punika,
Namaning ngeroh jatine,
Jaba jero pan wus nyata,
Terus kalawan padhang,
Datan ana liyanepun,
Teka mulune salembar.

Terjemah :
Sejatinya asma yang sebenarnya,
Perkataan roh itu,
Namanya roh sejati
Luar dalam sudah nyat
Lurus dan terang
Tidak ada lainnya
Walau hanya sehelai bulu.

9.      Pundi kang aran roh jati,
Iya kang nyata iman,
Tokit lawan makripate,
Kang pundi tegese iman,
Pangestune  Roh Ullah,
Kang ngaran tokit puniku
Tunggal jeneng lawan sira.

Terjemah :
Mana yang dinamakan roh sejati
Yaitu iman yang sebenarnya
Tauhid dan makrifat
Yang berarti iman itu      
Berkahnya Rohullah
Yang dinamakan Tauhid itu
Satu nama denganmu.

10.  Tegese makripat iki,
Paningalira punika,
Aran makripat tegese,
Punapa ingkang tiningalan,
Kalawan tinarima,
Jenenge roh kang rumuhun,
Narima ing jisimira. 

Terjemah :
Arti makrifat ini
Penglihatanmu itu.
Arti makrifat yaitu
Apa yang dilihat dan yang diterima
Namanya Roh yang terdahulu
Menerima terhadap jasadmu.

11.  Nenggih tatkalane urip,
Kinarya paesan tunggal,
Narima ing wayangane,
Kaya roh ing nguripira,
Nanging ngallah kang mulya,
Anenggih kang maha luhur,
Langgeng datan kena owah.


Terjemah :
Yaitu ketika hidup
Dijadikan hiasan tunggal
Menerima dalam bayangannya
Seperti rohnya hidupmu
Tetapi Allah Yang Maha Mulia
Dan Yang Maha Luhur
Abadi tidak bisa berubah.

12.  Apa kang tunggal pamanggih,
Tunggal wujud lawan sira,
Pamanggih ing roh tegese,
Jangjine urip satunggal,
Kaya paran tunggalnya,
Tegese tokit puniku,
Datan roro jenengira.

Terjemah :
Apakah yang satu pendapat
Menjadi satu wujud denganmu.
Pendapat roh maksudnya,
Janjinya hidup satu,
Bagaimana menyatunya
Artinya tauhid itu
Tidak dua namanya

13.  Paninggale roh kang ening,
Datan mulat maring liyan,
Nenggih amung pangerane
Dadi awas mring pengeran,
Sapa wonge kang ngawas,
Ingkang ngawas mring rohipun,
Iku awas marang suksma.

Terjemah :
Penglihatannya roh yang hening
Tidak melihat pada yang lainnya
Tetapi hanya kepada Tuhannya
Jadi memandang terhadap Tuhan
Juga memandang terhadap rohnya
Itu memandang terhadap suksma.

14.  Pangucap ing roh kang yekti,
Iku wong ngamaca kur’an,
Ing siyang lawan dalune,
Tan lali ing ngadhepira,
Kang madhep marang suksma,
Ngendi lakune roh iku,
Nggih nglampahaken salat.

Terjemah :
Perkataan roh yang sebenarnya
Itu adalah orang yang membaca al-Quran
Di siang dan malam hari
Tidak lupa menghadap
Yang menghadap pada Tuhan
 Dimana jalannya roh itu
Adalah menjalankan sholat.
Aspek Islam dari karya tersebut terlihat dari garis besar isinya yang menjelaskan tentang ajaran Tasawuf (mistik Islam). Konsep makrifat dan jalan untuk mencapainya, konsep tauhid, tajalli Allah dalam diri manusia sebagai insan kamil merupakan ajaran utama dalam suluk tersebut[1].
Didalam Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat, mengandung ajaran-ajaran tasawuf, yaitu sebagai berikut :
1.      Ajaran Martabat Tujuh
Martabat diartikan sebagai pencapaian hakikat, kasunyatan atau kenyataan (martabat iya tegese akarya ing kenyatahan). Adapun jalan untuk mencapai hakekat atau kenyataan tersebut harus menempuh tujuh jalan atau tingkatan. Martabat tujuh tersebut yaitu :
1.      Martabat Akadiyat, suatu keadaan yang menunjukkan adanya Dzat Allah SWT dalam diri manusia.
2.      Martabat Wahdat, menunjukkan adanya sifat Allah SWT yang sudah nyata dan jelas dalam diri manusia.
3.      Martabat Wakidiyat, singgasana atau tempat persemayamnya Allah ada didalam diri manusia, yaitu ada didalam kalbu karena yang mampu menampung tajalli Allah  adalah hati orang yang beriman.
4.      Martabat Wahdaniyat,  merupakan tempat bersemayamnya Dzat, sifat, asma dan af’al Allah.
5.      Alam Misal,  nampak kesatuan dalam kejamakkan antara manusia dan tuhan secara menyeluruh.
6.      Alam Ajsam, adalah refleksi dari af’al Allah di alam semesta ini.
7.      Insan Kamil, merupakan manifestasi Allah di dunia nyata ini.
Insan kamil ini merupakan tempat berkumpulnya antara martabat lahir (alam misal,alam ajsam) dan martabat batin (martabat akadiyat, wahdat, wakidiyat, dan wahdaniyat) tersebut.
Adapun ketiga alam yang disebutkan di akhir, yaitu Alam Misal, Alam Ajsam dan insan kamil merupakan hakekatnya dzatullah (roh ilafi). Roh ilafi tersebut sudah nyata asalnya dan merupakan manifestasi Allah dalam diri manusia, dalam diri manusia yang sempurna (insan kamil). Sebagaimana nampak dalam bait ke-5.
2.      Tuhan dalam Konsepsi Jawa
Dalam tradisi masyarakat jawa, banyak kita temukan istilah untuk menyebut Tuhan, diantaranya yang disebutkan dalam suluk martabat wahdat wakidaniyat ini menggunakan istilah asmajati. Asmajati pada hakekatnya adalah Ruhullah (dzat Tuhan), yang dalam diri manusia berwujud roh atau sukma. Antara ruh atau sukma dan asmajati sebenarnya tidak terpisahkan, walaupun hanya sehelai rambut, dhohir dan bathinnya sudah nyata dan jelas[2]. Pernyataan tersebut dapat kita tangkap dari bait ke-8.
Hakekat Tuhan (Asmajati) itu satu atau Esa, berdasarkan makna kalimat laa ilaha illallah. Kalimat tauhid tersebut menunjukan arti bahwa ilah itu sebenarnya adalah ruhullah, dzat ilahi sifat-Nya. Sedangkan Muhammaad Rasulullah itu af’al-Nya, yaitu Muhammad dari segi ruh bukan badan jasmaninya. Ungkapan ini dapt kita simak dari bait ke-6
3.      Konsep Makrifat
Dalam suluk ini menjelaskan bahwa makrifat adalah segala sesuatu yang dilihat dan diterimaa oleh ruh. Ketika Allah meniupkan ruh-Nya kedalam jasad manusia (sewaktu kandungan) yang membuatnya hidup, berarti dia merupakan bayangan atau kiyasan tunggal yang menerima kenyataan Tuhan. Allah dzat Yang Maha Mulia, Maha Luhur itu tidak pernah berubah, bersifat abadi, berbeda dengan manusia yang hidup di alam fana sehingga bersifat fana juga. Roh akan kembali lagi kepada yang memberinya, menyatu ke asalnya, sebagaimana janji hidupnya ketika di alam arwah dahulu (inna lillahi wa inna ilaihi wa inna ilaihi raji’uun)[3]. Sebagaimana terlihat dari bait ke 10 dan 11.
Makrifat itu penglihatan  yang terkonsentrasi hanya kepada Allah (lau maujuda illallah), oleh sebab itu manusia harus menempuh jalan khusus yang dapat menghantarkannya kepada pencapaian makrifat tersebut. Penglihatan ruh atau suksma pada hakikatnya adalah penglihatan Tuhan. Hal ini dapat kita lihat dalam bait ke-13.
Adapun jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai makrifat yaitu dengan menjalankan sholat yang sebenarnya, bukan sekedar fisiknya saja yang menjalankan sholat tetapi ruhnya benar-benar menghadap Allah seakan-akan berkomunikasi langsung dengan-Nya. Jalan lainnya adalah membaca al-Qur’an, dengan penghayatan seakan-akan ruhnya berbicara dengan Allah, baik itu pada waktu siang atau malam hari[4]. Ungkapan ini dapat kita temukan pada bait ke -14.
Jadi dari bahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dari Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat mempunyai berbagai aspek diantaranya yaitu ajaran Martabat Tujuh, Tuhan dalam Konsepsi Jawa, Konsep Makrifat.

 B. Serat Wedhatama
Serat Wedhatama merupakan salah satu karya Mangkunegara IV (1811-1881) dari sekian banyak karyanya[5]. Wedhatama berasal dari dua kata wedha yang berarti ajaran dan tama yang berarti utama[6]. Serat ini ditulis dalam bentuk tembang macapat agar mudah diingat dan digemari oleh masyarakat Jawa yang pada umumnya menyukai kesenian. Dan diantara tembang-tembang serat wedhatama adalah sebagai berikut :
1.      Samengko ingsun tutur
 (kelak saya bertutur)                        
sembah catur: supaya lumuntur
(empat macam sembah supaya dilestarikan)
dihin: raga, cipta, jiwa, rasa, kaki
      (pertama: sembah raga, kedua: sembah cipta, ketiga: sembah jiwa, keempat : sembah rasa, anakku)
ing kono lamun tinemu
      (di situlah akan bertemu)
tandha nugrahaning Manon.
      (dengan pertanda anugrah Tuhan)
2.      Sembah raga puniku
(sembah raga adalah)
pakartine wong amagang laku
(perbuatan orang yang sedang mengolah batin)
susucine asarana saking warih
(mensucikan diri dengan sarana air)
kang wus lumrah limang wektu
(yang sudah lumrah misalnya lima waktu)
wantu wataking wawaton.
(Sebagai rasa menghormat waktu)
3.      Sucine tanpa banyu
(Bersucinya tidak menggunakan air)
mung nyenyuda mring  ersuasiv kalbu
(Hanya menahan nafsu di hati)
pambukane tata, titi, ngati-ati, atetetp talaten atul,
(Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)Teguh, sabar dan tekun)
tuladhan marang waspaos.
(semua menjadi watak dasar,teladan bagi sikap waspada)
4.      Tan samar pamoring Sukma
(Tidak lah samar sukma menyatu)
sinukma ya winahya ing ngasepi
(meresap terpatri dalam keheningan  semadi)
sinimpen telenging kalbu
(Diendapkan dalam lubuk hati)
Pambukaning waana
(menjadi pembuka tabir)
tarlen saking liyep layaping ngaluyup
(berawal dari keadaan antara sadar dan tiada)
pindha pesating supena, sumusuping rasa jati.
(Seperti terlepasnya mimpi Merasuknya rasa yang sejati)
Mangkunegara IV melalui Serat Wedhatama ini mengajarkan tentang sembah atau ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Serat tersebut merupakan refleksi pemikirannya tentang Tasawuf yang mengambil bentuk sembah, yaitu sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa.
Kandungan dari tembang-tembang diatas adalah sebagai berikut :
1.      Pada tembang no. 1 berisi tentang bentuk sembah. Meliputi 4 macam yaitu: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah  rasa. Dalam Serat tersebut Mangkunegara IV mengajarkan hubungan antara sembah dan budi luhur sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Pada tembang no. 2 berisi penjelasan tentang Sembah raga, yaitu  menyembah tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah, atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Untuk melakukan sembah raga ini, sesorang  diharuskan untuk suci secara lahiriyah, yaitu dengan cara berwudhu seperti hendak melaksanakan salat pada umumnya.
Sembah raga merupakan bentuk jawanisasi atas makna syariat. Seseorang harus menjalankan hukum atau aturan syari’at, dan syari’at yang menjadi laku menuju tuhan adalah sholat. Secara syari’at sholat sebagai media seseorang menjalankan sembah harus dikerjakan lima waktu dalam sehari (sholat fardu), harus dikerjakan secara tekun dan kontinyu sepanjang hidup.
3.      Pada tembang no. 3 berisi penjelasan tentang Sembah cipta (kalbu), yaitu bentuk ibadah yang mengutamakan hati atau batin seseorang dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Sembah cipta merupakan bentuk jawanisasi dari istilah tarekat ( thoriqah:islam). Tarekat merupakan jalan yang lebih tinggi satu tahap dari syariat, artinya semua tingkah laku pada tahap syariat semakin diperdalam atau ditingkatkan. Cara untuk meningkatkan amal perbuatan pada tahap ini adalah dengan bertaubat, berhati-hati terhadap yang halal, syubhat, apalagi yang haram. Menjalani hidup dengan sabar.
4.      Pada tembang no. 4 berisi penjelasan tentang Sembah jiwa dan sembah rasa. Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Suksma ( Allah ) dengan mengutamakan peran jiwa. Sembah jiwa ini mengutamakan pada pengisian seluruh aspek jiwa dengan senantiasa berdzikir kepada Allah SWT, dan mengosongkan dari apa saja selain Dia. Ungkapan sembah jiwa ini mengadopsi istilah Hakekat dalam Tasawuf, yaitu sebagai tahap kesempurnaan seorang dalam beribadah, mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan sembah rasa ini, seseorang sudah benar-benar hanya menggunakkan rasa (dzauq) saja, yaitu dengan menghayati segala intisari kehidupan makhluk di alam semesta ini. Ajaran sembah rasa ini merupakan jawanisasi dari konsep makrifat, karena pada tahap tersebut merupakan tahap terbukanya hijab antara manusia dengan tuhan. Bagi orang yang telah mencapai kematangan ruhani (pada tahap sembah rasa) tidak lagi memiliki rasa was-was atau takut, karena sudah  manunggal (bersatu) antara kehendak dirinya dengan kehendak tuhan. Kematangan rohani tersebut tidak hanya Nampak dalam aspek perilaku jasmani dan jiwanya saja, tetapi juga dalam mengenal dengan lubuk hati sanubarinya (rasa).
            Demikianlah makna tembang yang terdapat pada serat wedhatama yang berkaitan dengan ilmu Tasawuf, perjalanan mistik yang dimulai dari syari’at yaitu menjalankan ajaran- ajaran yang dilakukan secara tekun terus menerus. Apabila syari’at sudah terlaksana dengan baik maka akan berlanjut pada tingkat Tarekat, selanjutnya dapat mencapai hakikat yaitu memahami seluruhnya maksud dan makna dari apa yang didapat dari ilmu itu dan mengamalkannya dengan laku. Lalu pada tingkatan terakhir setelah semua tingkatan sebelumnya dapat dilakukan dengan baik maka akan mencapai tingkatan tertinggi Tasawuf yaitu tingkatan Ma’rifat. Tingkatan Ma’rifat dalam ajaran jawa umumnya disebut dengan Manunggaling Kawula Gusti atau Pamoring Kawula Gusti yaitu bersatunya hamba dengan Tuhan melalui jiwa dan rasanya.

IV.             PENUTUP

A.    Kesimpulan

Karya Sastra para pujangga jawa memiliki metrum-metrum Islam. Diantaranya  Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat memberikan gambaran tentang penghayatan ghaib terhadap Tuhan, dalam kerangka ajaran Martabat Tujuh (manusia adalah tajalli Dzat yang bersifat Esa) yaitu martabat diartikan sebagai pencapaian hakekat yang kemudian pada kenyataannya harus menempuh tujuh jalan atau tingkatan. Tuhan dalam konsepsi Jawa dan konsep makrifat adalah segala sesuatu yang dilihat dan diterima oleh roh. Sedangkan dalam Serat Wedhatama ini mengajarkan tentang sembah ibadah atau ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Serat tersebut merupakan refleksi pemikirannya tentang Tasawuf yang mengambil bentuk sembah, yaitu sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Hubungan antara sembah dan budi luhur sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat, kritik dan saran sangat kami harapkan. Terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

Khalim, Samidi. 2008. Islam dan Spiritualitas Jawa. Semarang : RaSAIL Media Group

Amin, Darori. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yokyakarta : Gama Media

http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_Wedhatama



[1] Samidi khalim,Islam dan Spiritualitas Jawa,(Semarang:Rasail Media group,2008),hal.81.
[2] Ibid.hal.82.
[3] Ibid.hal.83
[4] Ibid.hal.84.
[5] Ibid.hal.88.
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_Wedhatama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)