Selasa, 25 November 2014

HADITS PERNIKAHAN


Doc: Internet
 
Disusun oleh :
Muhammad Ruli         (134211027)
Siti Fatihatul Ulfa       (134211028)


I.                   PENDAHULUAN
               Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat di pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.
               Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, karena antara istri dan suami akan saling kasih mengasihi dan akan berpindah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka saling menjadi satu dalam segala urusan bertolong-tolongan sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Dalam makalah ini berikut akan kami bahas mengenai pernikahan.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Didalam makalah ini kami akan membahas hadits-hadits tentang pernikahan.

III.             PEMBAHASAN
A.    Arti Pernikahan
               Pernikahan adalah aqad antara calon laki-isteri untuk hidup bersama sebagai suatu pertalian suci antara pria dan wanita, dimana terdapat suatu persetujuan hubungan akrab. Guna mendapat keturunan yang syah dan membina keluarga dan rumah tangga bahagia. Sebelum Islam pernikahan sudah ada, setiap agama, setiap Nabi dan Rasul Allah membuat peraturan tentang pernikahan.
               Islam menetapkan peraturan-peraturan yang baik dan sempurna guna menyelamatkan ummat manusia dari kebejatan moral dan kejatuhan akhlak.  Islam sebagai agama fitrah, dalam arti tuntutannya selalu sejalan dengan fitrah manusia, menilai bahwa pernikahan adalah cara hidup yang wajar. Karena itu ketika beberapa orang sahabat Nabi Saw. Bermaksud melakukan beberapa kegiatan yang tidak sejalan dengan fitrah manusia, Nabi Saw. Menegur mereka antara lain dengan menyatakan bahwa beliaupun menikah lalu menegaskan:[1]          
النكا ح سنتى فمن رغب عن سنتى فليس منى (رواه البخرى)
“Pernikahan itu adalah peraturanku, barang siapa tidak menyukai aturanku maka ia tidak masuk dalam golonganku". (HR. Bukhari dan Muslim melalui Anas bin Malik ra).
Firman Allah dalam surat an-Naba’ ayat 8:                                                 
ö/ä3»oYø)n=yzur %[`ºurør& ÇÑÈ
“Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan”. (8)
               Manusia dijadikan Allah dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan yang berlainan phisyik dan psychisnya. Perbedaan ini bukan merupakan perbedaan yang ditimbulkan oleh iklim dan sejarah, tetapi perbedaan mengandung hikmah yang dalam sebagai ketentuan Allah Yang Maha Kuasa untuk meramaikan ummat manusia. Kita tidak dapat menghapuskan perbedaan biologis dan karakteristik antara kedua jenis Bani Adam.
               Untuk mengikat kedua jenis laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan yang sah, maka disyari’atkan perkawinan sebagai suatu lembaga kehidupan yang sah melalui akad nikah, lambang kesucian dan keutamaan merupakan cap stempel resmi bahwa mereka sudah boleh bergaul dan terikat dalam suatu hubungan yang murni dan suci. Dalam hal ini agama Islam memberi pejunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan dalam tata cara kehidupan manusia guna menyusun dan membentuk keturunan yang sah dan keluarga yang baik dalam masyarakat yang bermoral untuk membina peradaban bangsa dan kehidupan beragama.
               Adapun dasar-dasar pernikahan ialah persetujuan keluarga kedua belah pihak, serta kebulatan tekad kedua calon mempelai untuk hidup bersama, strugle for life, meneruskan keturunan ummat manusia dengan sah dan membina rumah tangga bahagia, hidup rukun damai, harmonis, dan ideal, memikul tanggung jawab baik untuk mereka berdua atau keturunan dibelakang hari, sebagai tunas-tunas muda amanat Allah yang harus dipelihara.[2]
B.     Tujuan Pernikahan     
Dalam Al-Qur’an surat Ar Ruum ayat 21 Allah berfirman:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ
21.  Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dari ayat ini diambil kesimpulan bahwa pernikahan itu bertujuan:
a.       Membina kehidupan yang rukun, tenang dan bahagia (sakinah, mawaddah, dan warahmah).
b.      Supaya hidup cinta-mencintai dan kasih mengasihi.
c.       Dalam suatu hadist ditambahkan supaya mendapat keturunan yang syah.
               Dalam pernikahan ada pedoman dan patokan, garis-garis yang harus dilalui dan tak boleh dilalui oleh suami isteri demi terwujudnya keluarga sejahtera dan rumah tangga bahagia. Keduanya memikul tanggung jawab hak dan kewajiban, ada kewajiban khusus dan ada kewajiban umum.[3]
C.     Hukum Pernikahan
               Nikah merupakan amalan yang disyari’atkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah:
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
“ Maka nikahilah wanita-wanita (lainnya) yang kalian senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak dapat berlaku adil, maka cukup seorang wanita saja, atau budak-budak yang kalian miliki. (An-Nisa’:3)
Demikian juga dengan-Nya yang lain:
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kalian serta orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya laki-laki dan hamba-hamba sahaya perempuan yang kalian miliki.”(An-Nur:32)
Rasulullah bersabda:
“Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan”. (Muttafaqun Alaih)[4]
               Dalam kitab suci al-Qur’an dan Hadist Nabi tersebut terdapat ayat-ayat pokok yang berisi perintah dan anjuran supaya manusia melakukan pernikahan. Oleh karena itu ahli Fiqih hukum perkawinan itu mempunyai tingkatan dan klasifikasi menurut keadaan. Urgensi perkawinan kecuali cukup umur dan kesanggupan, tergantung pula kepada nafsu sexsual seseorang yang memang naluriyah berbeda ada tiap-tiap pribadi.
1.      Wajib
Bagi seseorang yang sanggup membelanjai Rumah Tangga, kuat nafsu seksualnya dan takut terjatuh berbuat jahat.
2.      Sunnat
Bagi seseorang yang sanggup berumah tangga tetapi mampu mengendalikan nafsunya.
3.      Mubah
Mampu membelanjai rumah tangga tetapi kurang nafsu seksualnya.
4.      Makruh
Tidak mampu memikul biaya rumah tangga dan sanggup mengendalikan hawa nafsunya.
5.      Haram (Terlarang)
Tidak dapat memenuhi kewajiban rumah tangga lahir batin, yakin akan berbuat dzalim kepada wanita dan anak-anak atau ada sebab lain yang berbahaya. [5]
D.    Anjuran Menikah
َعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
               Dari Abdullah bin Mas’ud, dia menceritakan, kami pernah bepergian bersama Rasulullah yang pada saat itu kami masih muda dan belum mempunyai kemampuan apapun. Maka beliau bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena, puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu”.(HR. Al-Bukhari, muslim, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Imam At-Tirmidzi mengatakan, bahwa hadist ini berstatus hasan, shahih.
               Dari Anas bin Malik ia menceritakan: “Ada tiga orang atau lebih datang ke rumah isteri Nabi yang bertanya tentang ibadah beliau. Ketika diberitahukan, seolah-olah mereka membanggakan ibadahnya masing-masing seraya berucap: dibandingkan dengan beliau, maka dimanakah posisi kita. Sedang beliau telah diberikan ampunan atas dosa-dosa yang akan datang dan yang telah berlalu. Salah seorang diantara mereka berkata: Aku senantiasa melakukan shalat malam satu malam penuh. Yang lain berkata: Aku selalu berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka. Yang lain berkata: Aku senantiasa menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya. Kemudian Rasulullah datang dan beliau bersabda: ‘Kalian ini orang yang mengatakan begini dan begitu. Ingat, demi Allah: Sesungguhnya aku adalah orang yang sangat takut dan bertakwa kepada Allah daripada kalian. Akan tetapi, aku berpuasa dan berbuka, mengerjakan shalat dan tidur serta menikahi wanita.
               Pernikahan merupakan ibadah yang dengannya wanita Muslimah telah menyempurnakan setengah dari agamanya serta akan menemui Allah dalam keadaan suci dan bersih. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah telah bersabda:
مَن رَزقه الله امراة صالحة فقد أعانه على شطر دينه, فليتق الله في الشطر الباقي. (رواه الطبرانى والحاكم )
“Barang siapa diberi oleh Allah seorang isteri yang shalihah, maka Dia telah membantunya untuk menyempurnakan setengah dari agamanya. Untuk itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada setengah lainnya”. (HR. Ath-Thabrani dan AL-Hakim)[6]
E.     Pemilihan Jodoh  
               Masalah ini amat penting, apalagi dalam pergaulan yang sekarang sudah tidak terbatas oleh daerah dan kampung, akan tetapi meluas sampai keluar batas negara dimana hubungan Internasional sudah begini maju, maka seharusnya pula orang-orang tua memberikan pedoman-pedoman dan bimbingan positif dan konkrit demi kepentingan muda-mudi kita, apalagi menghadapi peraturan dunia Internasional dibidang keperjajahan, dimana sementara orang mempergunakan masalah perkawinan untuk kepentingan politik, agama dan golongan.[7]
               Di dalam Islam pedoman-pedoman untuk memilih jodoh itu termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadist pertama-tama diterangkan dulu siapa yang tidak boleh dipilih, artinya golongan mana yang tidak boleh menikah satu sama lain. Firman Allah dalam surat An Nisa ayat 23:
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ˈF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzyŠ £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzyŠ  ÆÎgÎ/ Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? šú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# žwÎ) $tB ôs% y#n=y 3 žcÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇËÌÈ
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
               Dari keterangan ayat diatas dijelaskan siapa-siapa yang tidak boleh menikah satu sama lain, baik karena hubungan pertalian darah, pertalian susuan dan pertalian semeda sebagai ketetapan Illahi, yang Maha Suci dan Agung.
Beberapa patokan tentang memilih jodoh dalam Islam:
a.       Kafaah, yaitu sepadan
Sepadan akhlak, budi pekerti, pendidikan, pengetahuan dan keturunan. Dalam kitab-kitab fiqih disebut juga umurnya. Walaupun berlainan pendapat orang tentang arti sepadan, namun tujuannya adalah keserasian rasa dan pandangan, sehingga tercapai pergaulan yang harmonis antara suami-isteri dalam rumah tangga. Sepadan tentang agama, pendidikan dan cita-cita, memegang peranan pentinag untuk hidup bahagia, karena jika tidak demikian akan selalu terjadi pertikaian dan perselisihan paham dalam pergaulan sehari-hari, apalagi dalam mendidik anak-anak. Dimana sepaham dan sama pandangan orang tua sangat diperlukan.
      Paralel cara berfikir dan sama pandangan menghadapi tantangan-tantangan hidup banyak ditentukan oleh persamaan keyakinan, persamaan agama dan kebudayaan, persamaan latar belakang kehidupan. Satu hal yang harus di ingat bahwa perkawinan bukan untuk bergaul sebulan dua bulan, tetapi untuk bertahun-tahun, malah untuk selama-lamanya selama hajat dikandung badan dan bukan pula semata-mata untuk berdua, tetapi di dalamnya tersangkut pula kepentingan seluruh keluarga apalagi orang tua.
b.      Se-agama
Bagi ummat Islam unsur agama memegang peranan penting. Pemuda-pemudi Islam tidak diperbolehkan kawin dengan pemuda dan pemudi yang tidak beragama Islam. Di dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 221 Allah berfirman:
Ÿwur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sム4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 7px.ÎŽô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 Ÿwur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sム4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 78ÎŽô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôtƒ n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôtƒ n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãƒur ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbr㍩.xtGtƒ ÇËËÊÈ

221.  Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sama-sama memeluk agama Islam menjadi syarat mutlak perjodohan Muslim, oleh karenananya sebelum menjatuhkan pilihan harus berhati-hati dan mengetahui agamanya lebih dahulu.
c.       Berakhlak dan Bermoral
Agama dan akhlak memegang peranan penting dalam kehidupan tiap-tiap pribadi. Baik buruknya keadaan seseorang tergantung kepada budi bahasa dan akhlaknya. Kecantikan dan keindahan lahir akan pudar tanpa akhlak dan budi pekerti, dari itu dalam menjatuhkan pilihan, utamakanlah pula akhlak dan adab kesopanan atau agamanya.
F.      Kriteria (Sifat-Sifat Calon Jodoh)
Mengenai ini Nabi Muhammad SAW bersabda, riwayat Bukhari dari Abu Hurairah:
َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ

Ada empat unsur orang memilih calon isteri:
1)      Karena Hartanya
2)      Karena derajatnya
3)      Karena kecantikannya
4)      Karena Agamanya.
Dari keempat kriteria yang disebutkan diatas, maka Nabi memberi penekanan pilihlah jodoh karena kriteria yang keempat yaitu karena agamanya seseorang, Nabi mengatakan bila motivasi memilih seorang jodoh karena agamanya, maka akan beruntung. Diharapkan dengan pemilihan jodoh berdasarkan agamanya ini akan melahirkan generasi yang agamis. Dengan demikian orang tua selalu memelihara diri, mengutamakan akhlakul karimah, kasih sayang, pemaaf, penyabar selalu menanamkan nilai-nilai agamis di dalam keluarga. [8]
Memilih jodoh jangan terburu-buru, baik jodoh anda dapatkan sendiri atau pilihan orang tua, yang perlu ketenangan dan tidak terburu-buru. Pilihlah yang betul-betul kita yakini bahwa dia itu cocok untuk kita. Dan jika sudah pasti barulah mulai bertindak. Jangan mengobral cinta dan jangan pula sebentar-sebentar berganti. Tetapi tenanglah dalam menjatuhkan pilihan. “ Pikir itu pelita hati dan ketenangan adalah pangkal kebahagiaan.
a.       Sifat-sifat gadis yang baik untuk calon isteri ideal, yaitu:
1.      Lapang hati dan gembira
2.      Sederhana
3.      Rendah hati
4.      Hidup beraturan dan tenang
5.      Suka bertanggung jawab, dan hormat kepada orang tua
b.      Sifat-sifat jenaka untuk calon suami yang baik dan ideal.
1.      Tenang dan berwibawa
2.      Suka menolong dan menghormati kaum lemah
3.      Tinggi cita-cita dan keras kemauan
4.      Hidup teratur dan sopan
5.      Bertanggung jawab dan hormat kepada orang tua[9]

IV.             KESIMPULAN
Dengan demikian faedah yang terbesar dalam pernikahan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang perempuan apabila ia sudah menikah, maka nafkahnya wajib ditanggung oleh suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara kerukunan anak cucu, sebab kalau tidak dengan nikah, tentulah anak tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang akan bertanggung jawab atasnya. Nikah dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada pernikahan tentu manusia akan  menurutkan sifat kebinatangan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan antara sesamanya. Dan dalam pernikahan hendaknya agama dan budi pekerti  menjadi pokok yang utama untuk pemilihan jodoh, karena dengan seperti itu akan terbentuk pernikahan sakinah, mawadah, warahmah.

DAFTAR PUSTAKA

‘Uwaidah, Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka al-kautsar , 1998.
Shihab, M. Quraish, Pengantin Al-Qur’an, Jakarta: Lentera hati, 2007.
Suryani, Hadis Tarbawi: Analisis Paedagogis Hadis-Hadis Nabi, Yokyakarta: Teras. 2012.
Dachlan, Aisjah, Membina Rumah Tangga Bahagia, Jakarta: JAMUNU, 1969.
Ghozali, Syukri, Nasehat perkawinan dalam Islam, Jakarta: Biro Penerbangan dan Motivasi, 1985.
@Tausiyahku, Tausiyah Cinta, Jakarta: Qultum Media, 2012.





[1] M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati. 2007), h. 55.
[2]Aisjah Dachlan, Membina Rumah Tangga Bahagia: Peranan Agama dalam Rumah Tangga, (Jakarta: JAMUNU. 1969), h. 47-49.

[3]Syukri Gozali, Nasehat Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Biro Penerbangan dan Motivasi. 1985), hlm. 29
[4]Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Al-Kautsar. 1998), hal. 397-398
[5]M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati. 2007), h. 57

[6]Kamil Muhammad Uwaidah. Op. Cit. h. 398-399.
[7] @Tausiyahku, Tausiyah Cinta, ( Jakarta: Qultum Media. 2012), H. 159

[8] Suryani, Hadis Tarbawi: Analisis Paedagogis Hadis-Hadis Nabi, (Yokyakarta: Teras. 2012), hlm. 113.
[9] Aisjah Dachlan, Membina Rumah Tangga Bahagia, (Jakarta: JAMUNU. 1969), h. 59-66.