Jumat, 06 Februari 2015

TAFSIR AISAR AL-TAFASIR



A.     Gambaran Kitab
Kitabnya berukuran sedang 24.5x16 cm, hardcover berwarna biru muda, dengan penerbit Pustaka Drus Sunnah dan terdiri dari 7 jilid: jilid 1 (surat al-Fatihah-al-Baqarah), jilid 2 (surat al-Imran-al-An’am), jilid 3 (surat al-A’raf-Yusuf), jilid 4 (surat ar-R’ad-al-Hajj), jilid 5 (surat al-mu’minun-al-Ahzab), jilid 6 (surat Saba’-al-Hujurat), jilid 7 (surat Qaaf-Annas).
Adapun acuan dari kitab ini adalah:
1.      Jami’ul Bayan At-Thabari
2.      Tafsir Jalalain
3.      Tafsir Al-Maraghi
4.      Tafsir Al-Karim Al-Sa’idiy
            Kitab ini memberikan penjelasan dan petunjuk apa saja yang dibutuhkan kaum muslimin pada waktu itu, juga memberi cara bagaimana memelihara nafsu dan bertaubat. Dalam muqodimah tafsir ini, muallif memaparkan melihat Islam pada saat ini, mufassir mencoba memaparkan makna kalamullah dengan mudah, dan menjelaskan dengan lafadz yang sederhana yang dapat dipahami oleh muslimin sekarang ini. Dalam Tafsir ini dijelaskan aqidah salafiyyah, hukum-hukum fiqih, mendidik ketaqwaan dalam hati, mencintai keutamaan dengan mengabaikan kejelekan.
Disebutkan diakhir jilid lima: “Saya menulis tafsir ini dalam beberapa situasi, yaitu pada saat perjalanan, di perkotaan dalam keadaan sibuk, dalam keadaan tubuh yang lemah. Maka terkadang pembaca akan menemukan penjelasan yang kurang baik maupun rancau dalam tafsir ini”. Pemaparan mufasir mengenai hal itu, menunjukan bahwa mufasir masih merasa sangat mempunyai kekurangan, hal inilah yang patut kita teladani dari ulama terdahulu.

A.     Biografi
Syaikh Syaikh Abu Bakar Jabir bin Musa bin Abdul Qadir bin Jabir al-Jazairi ialah seorang ulama dari Madinah al-Munawwarah. Beliau merupakan seorang ulama kelahiran Algeria (al-Jazair) pada tahun 1342 H/1921 M. Ketika umurnya kurang lebih satu tahun, Ayahnya telah meninggal dunia. Ibunya seorang yang shaleh dan unggul dalam mendidik anak berdasarkan panduan Islam. Beliau belajar Al-Qur’an ketika beliau masih kanak-kanak saat berumur 12 tahun. Beliau selesai awal pendidikan di rumah, kemudian dipindah ke Ibu kota Algeria dan bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah.
Selama masa itu, beliau menghadiri pelajaran oleh At-Tayyab Abu Qir dan telah mendapat penerangan-penerangan dengan cahaya kepercayaan dalam tauhid dan sunnah Nabi saw. Ketika penjajahan Prancis dimulai pada tahun 1952, beliau pindah ke Madinah. Raja Saud bin Abdul Aziz adalah penguasa saat itu dan University Islam Madinah yang telah di bina. Beliau pertama bekerja sebagai penasehat dan penolong dibeberapa lembaga berkaitan dengan dunia muslim selama waktu itu.
Beliau adalah seorang penasehat Masjid An-Nabawi. Tidak ditemukan sesuatu pada karyanya kecuali kebaikan termasuk Tafsir Aisar ini. Beliau wafat pada tahun 1999.

B.     Metode Penafsiran
1.      Menjelaskan  kalimah demi kalimah secara literal menurut kaedah bahasa 'Arab.
2.      Menafsirkan ayat secara global dengan menghubungkan satu ayat dengan ayat lainnya. 
3.      Penafsiran dikuatkan dengan hadis-hadis dan atsar-atsar (riwayat yang bersandarkan kepada penafsiran para sahabat). Sebahagian besar penjelasan disertakan nota kaki yang baik sebagai rujukan sumber dan penjelasan yang lebih terperinci.
4.      Diakhiri untuk setiap ayat -ayat penafsiran dengan pengajaran-pengajaran dapat diambil dari ayat tersebut.

C.     Sistematika
Sebagaimana namaya Al-Aisar (termudah), yaitu tafsir Al-Qur’an yang mempunvai sistematis penafsiran-penafsiran tersendiri, menjelaskan makna kata per kata secara literal dan diakhiri dalam setiap penafsirannya dengan pelajaran-pelajaran (fawaid) yang dapat diambil dari ayat tersebut. Yaitu suatu buku tafsir yang mudah dipahami dan pelajaran-pelajaran ataupun manfaat ilmu untuk setiap alat Al-Qur’an dapat dengan mudah dipahaminya.
D.    Kelebihan dan Kekurangan
Diantara Kelebihan Tafsir ini:
a.       Berukuran sederhana, tidak terlalu ringkas yang dapat mengurangi pemahaman dan tidak terlalu panjang hingga membosankan.
b.      Mengikuti manhaj Salaf dalam masalah Akidah, Asma’ dan Shifat
c.       Konsisten untuk tidak keluar dari empat madzab dalam masalah-masalah fiqih
d.      Bersih dari tafsir israilliyat, baik yang shahih mapun yang lemah, kecuali yang menjadi tuntunan pemahaman ayat, dan memang diperbolehkan untuk meriwayatkannya.
e.       Mengesampingkan perbezaan-perbezaan pendapat dalam penafsiran
f.        Mengikuti pendapat yang dikuatkan oleh a -Imam al-Mufassir Ibnu Jarir al-Thabari r.h- dalam kitab tafsirnya, jika terdapat perbezaan penafsiran oleh para ulama tafsir.
g.       Menjauhkan tafsir ini dari masalah-masalah tata bahasa, balaghah, dan bentuk-bentuk argumen bahasa.
h.       Tidak menyentuh mengenai bentuk qiraat, kecuali hanya pada ayat-ayat tertentu yang memang diperlukan bagi menjelaskan makna ayat.
i.         Mencukupkan pada hadits shahih dan hasan saja.
j.        Tafsir ini tidak memaparkan banyaknya perbezaan penafsiran, namun berkomitmen dengan makna yang rajih/kuat, yang banyak dipakai oleh para mufassirin dari kalangan Salafush Shalih, dengan tujuan untuk menyatukan muslimin dalam satu pemikiran Islam yang terpadu, benar dan lurus.
k.      Memudahkan muslimin untuk mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an dan menjauhkan dari pengamalan yang sekadar wacana dan perdebatan.

TAFSIR AL-MUNIR



A.    Gambaran Kitab
§  Namakitab            : Tafsir al Munir fi al ‘Aqidahwa al Syari’ah al Manhaj
§  Pengarang                        : Dr. Wahbah az Zuhailiy
§  Lahir                     : 1351 H / 1932 M
§  Madzhab              : Hanafiy
§  Bahasa                  : Bahasa Arab
§  Tahunpenulisan    : 1408 H
§  Jumlahjilid            : 16 jilid
§  Penerbit                : Damsyik, Dar Fikr, dan Beirut, Dar Fikr al Ma’ashir,
                             : cetakan pertama pada tahun 1411 H / 1991 M.
§  Panjang                 : 23 cm, lebar : 16,5 cm, tebal : +3 cm / + 684 halaman.
§  Warnasampul        : Hijau Tua,
§  Karya-karyanya     : Al  Fiqh Al Islami wa Adillatuh,At Tafsir Al Munir,  Al Fiqh Al Islami fi uslubih Al Jadid,  Nazariyat Adh Dharurah Asy Syari`ah,Ushul Al Fiqh Al Islami,Az Zharai`ah fi As Siyasah Asy Syari`ah,Al `Alaqat ad-Dualiyah fi Al Islam,Juhud Taqnin Al Fiqh Al Islami, Al Fiqh Al Hanbali Al Muyassar, At Tafsir Al Wasith tiga jilid, Al I`jaz fi Al Qur’an, Al Qishshah Al Qur’aniyah.
B.     Biografi
Nama pengarang Tafsir al-Munir adalah Prof. Dr. Wahbah bin Mushthafaaz-Zuhaili Abu ‘Ubadah. Ia dilahirkan di kawasan Dir `Athiyah pada tanggal 6 Maret 1932 dari orang tua yang terkenal dengan keshalehan dan ketaqwaannya. Ayahnya, Musthafaaz-Zuhaili, adalah seorang penghafal Alquran dan banyak melakukan kajian terhadap kandungannya. Ibunya bernama Fathimah binti Musthafa Sa`dah, dikenal dengan sosok yang kuat berpegang teguh pada ajaran agama.
Lazimnya anak-anak pada saat itu, Wahbah kecil belajar Alquran dan menghafalnya dalam waktu relatif singkat. Setelah menamatkan sekolah dasar, ayahnya menganjurkan kepada Wahbah untukmelanjutkan sekolah di Damaskus. Pada tahun 1946, Wahbah pindah ke Damskus untuk melanjutkan sekolah ke tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Setelah itu, Wahbah melanjutkan keperguruan tinggi dan meraih gelar sarjana mudanya di jurusan Ilmu-ilmu Syari`ah di Syuria.
Dalam menuntut ilmu, Wahbah tidak memadakan di negerinya sendiri. Ia harus mencari universitas yang lebih baik. Untuk itu, ia pindah ke Mesir, dan kuliyah di dua universitas sekaligus: Universitas Al-Azhar, jurusan Syari`ah dan Bahasa Arab; dan Universitas Ain Syams, jurusan Hukum. Setelah menyelesaikan kuliyah di du auniversitas tersebut, Wahbah melanjutkan pada jenjang berikutnya, program magister Universitas Cairo, jurusan Hukum Islam. Hanya dalam waktu dua tahun, Wahbah menyelesaikan program magisternya dengan judul tesis adz-Dzara’i` fi as-Siyasahasy-Syar`iyyahwa al-Fiqh al-Islamiy.
Semangat menuntut ilmu Wahbah tidak putus, ia melanjutkan pendidikannya sampai jenjang doktoral. Dengan judul penelitian Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islamiy: Dirasatan Muqaranatan, ia berhasil menyelesaikan program doktoralnya pada tahun 1963. Majlis sidang pada saat itu terdiri dari ulama terkenal, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, dan Dr. Muhammad Hafizh Ghanim (Menteri Pendidikan Tinggi pada saat itu). Majlis sidang sepakat untuk menganugrahkan Wahbah predikat “Sangat Memuaskan” (Syarafula), dan merekomendasikan disertasinya layak cetak serta dikirim ke universitas-universitas luar negeri.
Untuk menjadi ulama segudang ilmu, mestilah memiliki banyak guru. Begitu juga dengan Wahbah.
C.    Sejarah Penulisan
Tafsir ini ditulis setelah beliau selesai menulis dua buku lainnya, yaitu Ushul Fiqh al-Islamy (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu (8 Jilid). Sebelum memulai penafsiran terhadap surat pertama (al-Fatihah), Wahbah az-Zuhaili terlebih dahulu menjelaskan wawasan yang berhubungan dengan ilmu al-Qur'an.
Dalam Muqaddimah, beliau mengatakan bahwa tujuan dari penulisan tafsir ini adalah menyarankan kepada umat Islam agar berpegang teguh kepada al-Qu'ran secara ilmiah.
Dalam hal ini, Ali Iyazi menambahkan bahwa tujuan penulisan Tafsir al-Munir ini adalah memadukan keorisinilan tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer, karena menurut Wahbah az-Zuhaili banyak orang yang menyudutkan bahwa tafsir klasik tidak mampu memberikan solusi terhadap problematika kontemporer, sedangkan para mufassir kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat al-Quran dengan dalih pembaharuan. Oleh karena itu, menurutnya, tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan interpretasi.
Secara metodis sebelum memasuki bahasan ayat, Wahbah az-Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya secara garis besar. Setiap tema yang diangkat dan dibahas mencakup tiga aspek, yaitu: Pertama, aspek bahasa, yaitu menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan menerangkan segi-segi balaghah dan gramatika bahasanya.
Kedua, tafsir dan bayan, yaitu deskripsi yang komprehensif terhadap ayat-ayat, sehingga mendapatkan kejelasan tentang makna-makna yang terkandung di dalamnya dan keshahihan hadis-hadis yang terkait dengannya. Dalam kolom ini, beliau mempersingkat penjelasannya jika dalam ayat tersebut tidak terdapat masalah, seperti terlihat dalam penafsirannya terhadap surat al-Baqarah ayat 97-98. Namun, jika ada permasalahan diulasnya secara rinci, seperti permasalahan nasakh dalam ayat 106 dari surat al-Baqarah.
Ketiga, fiqh al-hayat wa al-ahkam, yaitu perincian tentang beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari beberapa ayat yang berhubungan dengan realitas kehidupan manusia.
Az-Zuhaili sendiri menilai bahwa tafsirnya adalah model tafsir al-Qur’an yang didasarkan pada al-Qur’an sendiri dan hadis-hadis shahih, mengungkapkan asbab an-nuzul dan takhrij al-hadis, menghindari cerita-cerita Isra’iliyat, riwayat yang buruk, dan polemik, serta bersikap moderat.
Sedangkan dalam masalah teologis, beliau cenderung mengikuti faham ahl al-Sunnah, tetapi tidak terjebak pada sikap fanatis dan menghujat madzhab lain. Ini terlihat dalam pembahasannya tentang masalah "Melihat Tuhan" di dunia dan akhirat, yang terdapat pada surat al-An'am ayat 103.

(Keterangan ini merujuk pada kitab Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum karya Sayyid Muhammad Ali Iyazi; kitab Tarjamah al-Mufassir fi Kutaeb Shadr Haul at-Tafsir al-Munir; dan kitab Tafsir al-Munir sendiri).
D.    Metode Penafsiran
Di beberapa tempat, Wahbah menggunakan metode tafsir tematik (maudhu`i), di sisi yang lain, ia menggunakan metode perbandingan (muqaran), namun, dalam banyak kesempatan ia menggunakan metode tafsir analitik (tahlili). Agaknya, metode yang terakhir (metode analitik) lebih cocok, karena metode inilah yang lebih dominan digunakan oleh Wahbah dalam tafsirnya.
Dalam kitab Tafsir al-Munir, ada satu hal yang sangat menarik, yang mungkin tidak disebutkan Wahbah dalam muqaddimahnya ini adalah, ketika menafsirkan kumpulan ayat, Wahbah tidak lupa menjelaskan korelasi (munasabat) antar ayat.

E.     Corak
Dalam menentukan corak tafsir dari suatu kitab tafsir, dalam hal inia dalah Tafsir al-Munir, yang diperhatikan adalah hal yang dominan dalam tafsir tersebut. Jika disejajarkan dengan pembagian corak tafsir yang diajukan oleh al-Farmawi, tafsir ini lebih cocok diklasifikasi dalam penggabungan corak tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi ar-ra`yi. Hal ini dikuatkan oleh Dr. Badi` as-Sayyid al-Lahham, ia menjelaskan, “Dalam kitab ini Syaikh Wahbah berusaha menggabungkanpenafsiranbi al-ma’tsurdan bi ar-ra’yi denganmerujukpadakitab-kitabtafsirklasikdankontemporer....”

F.     Sistematika
Untuk langkah sistematika pembahasan dalam tafsirnya ini, Wahbah menjelaskan dalam muqaddimah tafsirnya, sebagai berikut:
1.      Mengklasifikasikan ayat Alquran – dengan urutan mushaf - yang ingin ditafsirkan dalam satu judul pembahasan dan memberikan judul yang cocok.
2.      Menjelaskan kandungan setiap surat secara global/umum.
3.      Menjelaskan sisi kebahasaan ayat-ayat yang ingin ditafsirkan, dan menganalisanya.
4.      Menjelaskan sebab turun ayat – jika ada sebab turunnya -, dan menjelaskan kisah-kisah sahih yang berkaitan dengan ayat yang ingin ditafsirkan.
5.      Menjelaskan ayat-ayat yang ditafsirkan dengan rinci.           
6.      Mengeluarkan hukum-hukum yang berkaitan dengan ayat yang sudah ditafsirkan.
7.      Membahas kesusastraan dan i`rab ayat-ayat yang hendak ditafsirkan.

Dalam pembacaan penulis terhadap kitab Tafsir al-Munir, ada satu hal yang sangat menarik, yang mungkin tidak disebutkan Wahbah dalam muqaddimahnya ini adalah, ketika menafsirkan kumpulan ayat, Wahbah tidak lupa menjelaskan korelasi (munasabat) antar ayat.
Wahbah juga menjelaskan bahwa pada tempat-tempat tertentu, ia membahas ayat-ayat tertentu dengan sistematika tafsir tematik/maudhu`i. Sebagai contoh ketika menafsirkan ayat-ayat yang menceritakan tentang jihad, hukum kriminan, warisan, hukum nikah, riba, khamar, dll.
G.    Kelebihan dan kekurangan
Banyak sekali kelebihan tafsir ini, selain memiliki pengantar tafsir yang sangat bermanfaat bagi setiap pembaca-sebagai perbekalan ilmu- untuk masuk dalam tafsir alQuran. Pengantar itu berisikan seputar ilmu-ilmu alQuran, dari mulai pengertian, sebab turun, kodifikasi, makkiyah madaniyah, rasm mushaf, qiraat, i`jaz, sampai terjemahan Alquran.
Tafsir ini juga mengarahkan pembaca pada tema pembahasan setiap kumpulan ayat-ayat yang ditafsirnya, karena tafsir ini membuat sub bahasan dengan tema yang sesuai dengan ayat yang ditafsirkan. Selain tafsir ini juga memudahkan bagi pembaca untuk mengambil kesimpulan hukum atau hikmah yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena Wahbah sendiri, di penghujung pembahasan, menyimpulkan ayat yang ditafsirkan dengan pembahasan Fiqh al-Hayah au al-Ahkam.
Untuk kelemahan, sulit bagi penulis untuk mencari kelemahan tafsir ini.Namun, satuhal yang mungkin perlu disadari bahwa denga nmenggabungka ntafsir-tafsir yang ada, seolah-olah penulis tidak mengungkapkan suatu tafsiran baru yang sesuai dengan kehidupan modern sekarang, dan ini adalah suatu kelemahan. Yang dilakukan olehWahbah az-Zuhaily hanya mengutip dan melakukan sistematika pembahasan yang lebih rapi dari tafsir-tafsir yang lain.

H.    Komentar Ulama’
Banyak komentar positif ulama dan pemikir kontemporer tentang kitabTafsir al-Munirini. Dalam Pengantar Penerjemah buku biografi SyaikhWahbah, Dr. Ardiansyah menjelaskan, “Tidaklah berlebihan kiranya saya mengatakan bahwa Syaikh Wahbah adalah ulama paling produktif dalam melahirkan karya pada abad ini, sehingga dapat disamakan dengan al-Imam as-Suyuthi. Demikian pula dengan sambutan luar biasa dari kalangan akademisi dan masyarakat luar terhadap karya-karya monumentalnya seperti al-Fiqh al-Islamiy wa Adillahtu, at-Tafsir al-Munir, dan Ushul al-Fiqh, sehinggalayakdisamakandengankarya-karya al-Imam an-Nawawi. Prestasidankeberhasilan yang langkah diraih oleh siapa pun pada masa sekarang ini, merupakan anugrah dari Allah SWT, serta kesungguhan beliau dalam membaca, menelaah, dan menulis.”
Syaikh Muhammad Kurayyim Rajih, dan ahli qira’at di Syam sangat memuji tafsir al-Munir ini, dia berkata, “Kitab ini sungguh sangat luar biasa, sarat ilmu, disusun dengan metode ilmiah, memberikan pelajaran layaknya seorang guru, sehingga setiap orang yang membacanya memperoleh ilmu. Kitab ini layak dibaca setiap kalangan, baik yang berilmu maupun orang awam. Mereka akan mendapatkan inspirasi dari kitab ini dalam kehidupannya, sehingga ia tidak perlu lagi merujuk kepada kitab-kitab yang lain.”
Tidak hanya sampai di situ, kitab ini juga dinikmati oleh kalangan Syi`ah. Hal ini terbukti ketika kitab ini mendapat penghargaan “karya terbaik untuk tahun 1995 M” dalam kategori keilmuan Islam yang diselenggarakan oleh pemerintah Republik Islam Iran. Kitab ini juga disambut oleh berbagai negara dengan cara menerjemahkannya dalam berbagai bahasa, seperti Turki, Prancis, Malaysia, dan menyusul Indonesia.