Jumat, 06 Februari 2015

TAFSIR IBNU KATSIR



A.    Gambaran Kitab
Tafsir al-Qur’an Al-‘Adzim atau lebih dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsir ini adalah salah satu dari antara tafsir bil ma’tsur yang shahih, jika kita tidak mengatakan yang paling shahih. Di dalamnya diterangkan riwayat-riwayat yang diterima dari Nabi Saw. Dari Sahabat-sahabat besar dan Tabi’in. riwayat-riwayat yang dho’if yang terdapat di dalam tafsir Ibnu Katsir, di tinggalkan semuanya, di samping diberikan komentar-komentar yang sangat memuaskan.
Secara umum kitab tafsir Ibnu Katsir berjumlah 4 jilid. Dengan penerbit yang sama yaitu dari Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah-beirut, Lebanon. Pada tahun 2012. Dengan cover yang sama warna biru dongker keemasan merupakan cetakan keempat dengan ukuran yang sama pada setiap jilidnya yaitu 20x28.
Berikut uraian singkat perjilidnya: Jilid pertama terdiri atas 576 halaman dimulai dari surat Al-Fatihah (1) sampai surat An-Nisa’ (4). Jilid dua terdiri atas 567 halaman dimulai dari surat Al-Maidah (6) sampai surat An-Nahl (16). Jilid tiga terdiri atas 549 halaman dimulai dari surat Al-Isra’ (17) sampai surat Yassi (36). Jilid empat terdiri atas 551 halaman dimulai dari surat Ash-Shaffat (37) sampai surat An-Naas (144).
Selain itu, ia selalu memaparkan masalah-masalah hukum yang ada dalam berbagai madzhab, kemudian mendiskusikannya secara komprehensif. Kitab ini pernah digabung dalam penerbitnya dengan Ma’alim At-Tanzil karya Al-Baghawi, tetapi juga pernah di terbitkan seara independen dalam empat jilid berukuran besar.

B.     Biografi
Beliau adalah pengarang tafsir Ibnu Kasir seorang yang dijuluki sebagai al-Hafizh, al-Hujjah, Muarrikh, ats-Tsiqah Imaduddin Abul Fida’ Isma’il ibnu ‘Umar ibnu Katsir al-Quraisy al-Bashrawi ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Ia biasa dipanggil dengan sebutan Abu al-Fida’. Ia lahir di sebuah desa yang bernama Mijdal daerah bagian Bushra pada tahun 700 H/1300 M.
Dalam bidang hadits, ia banyak belajar dari ulama-ulama Hijaz. Ia memperoleh ijazah dari al-Wani. Ia juga dididik oleh pakar hadits terkenal di Suriah yakni Jamal ad-Din al-Mizzi (w, 742 H/ 1342 M), yang kemudian menjadi mertuanya sendiri. Dalam waktu yang cukup lama, ia hidup di Suriah sebagai orang yang sederhana dan tidak terkenal. Popularitasnya dimulai ketika ia terlibat dalam penelitian untuk menetapkan hukuman terhadap seorang zindiq yang didakwa menganut paham hulul (inkarnasi). Penelitian ini diprakarsai oleh Gubernur Suriah, Altunbuga al-Nasiri di akhir tahun 741 H/ 1341 M.
Pada tahun 748 H/ 1341 M ia menggantikan gurunya Muhammad ibn Muhammad al-Zahabi (1284-1348 M) di sebuah lembaga pendidikan Turba Umm Salih. Selanjutnya ia juga diangkat menjadi kepala lembaga pendidikan hadits di Dar al-Hadits al-Asyrafiyah setelah  Hakim Taqiuddin al-Subki wafat yaitu kepala terdahulu yang ia gantikan. Kemudian di tahun 768 H/ 1366 M ia diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Buga di Masjid Umayah Damaskus.
Selain itu, Dalam al-Mu’jam Imam Dzahabi megungkapkan tentang Ibnu Katsir, “ adalah seorang imam, mufti, pakar hadits. Spesialis fiqih, ahli hadist yang cermat dan mufassir yang kritis”. Lain halnya dengan Ibnu Hubaib yang menyebutnya sebagai, “ pemimpin para ahli tafsir, menyimak, menghimpun dan menulis buku. Fatwa-fatwa dan ucapannya banyak didengar hampir diseluruh pelosok. Ibnu katsir banyak tersohor karena kecermatan dan tulisannya. Ia merupakan pakar dalam bidang sejarah, hadist dan tafsir.
Sosok ulama seperti Ibn Katsir, memang jarang kita temui, ulama yang lintas kemampuan dalam disiplin ilmu. Spesialisasinya tidak hanya satu jenis ilmu saja. Selain itu, ia juga sangat produktif dalam karya, telah banyak karya-karya yang lahir dari tangan dan ketajaman berpikirnya.
Di antara karya-karya beliau adalah :
-    “Tafsîr al-Qur`an al-azhîm“.
-    “al-Bidâyah wa al-nihâyah“.
-     “al-Takmîl fî makrifati al_tsiqât wa al-dlu’afâ` wa- al majâhil”.
-      “al-Hadyu wa al-sunan fî ahâdits al-masânid wa al-sunan atau; yang mashur dengan istilah jâmi’ al-masânid.
-    “al-Kawakib al-darari”.
-     “Tafsir al-Qur’an; al-ijtihad fi Talab al-Jihad.
-      “al-Wahid al-Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris (Imam as-Syafi’i).
-      “al-Sîrah al-nabawiyah”.
C.    Sejarah Penulisan
وَإِذْأَخَذَاللَّهُمِيثَاقَالَّذِينَأُوتُواالْكِتَابَلَتُبَيِّنُنَّهُلِلنَّاسِوَلَاتَكْتُمُونَهُفَنَبَذُوهُوَرَاءَظُهُورِهِمْوَاشْتَرَوْابِهِثَمَنًاقَلِيلًافَبِئْسَمَايَشْتَرُونَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”(QS. Ali Imran 187)
Dengan firman Allah di atas, maka menurut Ibnu Katsir wajib bagi ulama untuk menjelaskan atau menyelidiki makna-makna yang terkandung dalam firman Allah dan tafsirya kemudian menggali dari sumber-sumbernya serta mempelajari hal tersebut dan mengajarkannya.

D.    Metode Penafsiran
Jelas bahwa metode penafsiran Ibnu Kasir tersebut ia aplikasikan dengan langkah-langkah penafsiran yang dianggapnya paling baik (ahsanul turuq al-tafsir). Secara garis besar langkah-langkah yang ditempuh Ibnu Kasir adalah; pertama, menyebutkan ayat yang ditafsirkannya, kemudian ia tafsirkan dengan bahasa yang mudah dan ringkas. Jika dimungkinkan, ia menjelaskan ayat tersebut dengan ayat lain. Kemudian membandingkannya sehingga maksudnya menjadi jelas. Seperti halnya ketika ia menafsirkan kalimat هدىللمتقين (al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa) ia menafsirkan ayat ini dengan ayat 44 dari surat al-fushilat, ayat 82 dari surat al-Isra’ dan ayat 85 dari surat Yunus. Kedua,  mengemukakan berbagai hadits atau riwayat yang disandarkan kepada Nabi SAW (marfu’) yang berhubungan dengan ayat yang ia tafsirkan. Bukan sekedar mengemukakan haditsnya saja, melainkan ia juga mengemukakan pendapat para sahabat, tabi’in dan para ulama’ salaf. Misalnya, ketika ia menampilkan banyak hadits untuk menjelaskan kata ghibah dalam ayat ولايعتببعضكمبعضا, ia menegaskannya dengan hadits Nabi yaitu ذكركأخاكبمايكره (kamu membicarakan saudaramu, dengan perkataan yang tidak disenanginya).Ketiga, mengemukakan berbagai macam pendapat mufasir atau ulama’ sebelumnya. Terkadang ia menentukan pendapat yang paling kuat diantara pendapat para ulama’ yang dikutipnya.
Menurut kesepakatan para Dosen Tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga dalam Studi Kitab Tafsir menyebutkan bahwa Ibnu Kasir sering kali mengutip pendapat Ibnu Abbas dan Qatadah pada level sahabat. Pada level tabi’in ia tidak mengambilnya sebagai hujjah jika para tabi’in itu tidak terjadi kesepakatan dalam pendapat. Sedangkan pada level ulama’ yang sering dikutib oleh Ibnu Kasir dalam tafsirnya adalah pendapat Ibnu Jarir al-Tabari.
E.     Corak
Kitab ini dapat dikaegorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan corak dan orientasi (al-laun wa al-ittijah) tafsir bi al-ma’sur atau tafsir bi al-riwayah. Ini terbukti karena beliau sangat dominan dalam tafsirannya memakai riwayah atau hadits, dan pendapat sahabat dan tabi’in. Dapat dikatakan bahwa dalam tafsir ini yang paling dominan ialah pendekatan normatif historis yang berbasis utama kepada hadits atau riwayah. Namun Ibnu Kasir pun terkadang menggunakan rasio atau penalaran ketika menafsirkan ayat.
Adapun manhaj yang ditempuh oleh Ibnu Kasir dalam menafsirkan al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai manhaj tahlili (metode analitis). Kategori ini dikarenakan penafsinya ayat demi ayat secara analitis menurut urutan mushaf al-Qur’an. Meski demikian, metode penafsiran kitab ini pun dapat dikatakan semi tematik (maudu’i), karena ketika menafsirkan ayat ia mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke dalam satu tempat baik satu atau beberapa ayat, kemudian ia menampilkan ayat-ayat lainnya yang terkait untuk menjelaskan ayat yang sedang ditafsirkan itu.
F.     Sistematika
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir berdasarkan sistematika tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf Al-Qur’an, yang lazim disebut sebagai sistematika tartib mushafi. Kitab Ibnu Katsir ini perhatiannya sangat besar kepada masalah tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an (menafsirkan ayat dengan ayat). Tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadits-hadits marfu’ yang relevan dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa yang menjadi dalil dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan atsar para sahabat, pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
G.    Komentar Ulama’ dalam Kelebihan dan Kekurangan
Rasyid Ridha berkomentar, “Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari para mufassir salaf, menjelaskan makna-makna ayat dan hukumnya, menjauhi pembahasan masalah I’rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir, menghindar dari pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami al-Qur’an secara umum atau hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.”
Kelebihan lain dari tafsir Ibnu Katsir adalah :
a.       Perhatian yang sangat besar dengan penafsiran antara al-Qur’an dengan al-Qur’an.
b.      Merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian di ikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis marfu’ yang ada relevansinya dengan ayat yang sedang di tafsirkan serta menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti dengan atsar para sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama’ salaf.
c.       Disertakan selalu peringatan akan cerita-cerita israilliyyat yang tertolak yang banyak tersebar di dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur.
d.      Bersandar pada riwayat-riwayat dari sabda Nabi Saw, para sahabat dan tabi’in.
e.       Keluasan sanad-sanad dan sbda-sabda yang diriwayatkan serta tarjihnya akan riwayat-riwayat tersebut.
f.       Penguasaan terhadap ayat-ayat nasikh mansukh, serta penguasaannya terhadap shahihnya riwayat.
g.      Penjelasannya dalam segi i’rab, dan istimbatnya tentang hukum-hukum syar’i dan ayat-ayat al-Qur’an.
h.      Menjadi literatur mufassir setelahnya, telah dicetak dan disebarkan ke segala penjuru dunia.
i.        Tidak mencantumkan perdebatan golongan dan madzhab, serta mengajak pada persatuan dan mencari kebenaran bersama.
Adapun kekurangan dalam kitab beliau adalah:
a.       Masih terdapat hadis dhoif dan pengulangan hadis shahih.
b.      Terdapat sejumlah Israilliyyat, sekalipun ia mengingatkannya, namun tanpa penegasan dan penyelidikan.
c.       Bercampurnya yang shahih dan yang tidak shahih, dan penukilan perkataan dari para Sahabat dan Tabi’in tanpa isnad dan tidak konfirmasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)