Disusun oleh :
Siti Fatihatul Ulfa (134211028)
Fazat Laila (134211029)
Rahmad Ade Setyadi (134211030)
I.
PENDAHULUAN
Al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia, tiada keraguan sedikitpun, dan menjadi sumber
ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah :
tA¨tR øn=tã |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷yt tAtRr&ur sp1uöqG9$# @ÅgUM}$#ur ÇÌÈ
Al-Quran juga
membawa misi menyempurnakan agama islam yang dibawa dan disampaikan oleh para
rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Yaitu Agama
Islam ( Dinul Islam ) namun juga menyelipkan kepercayaan agama umat selain Islam
seperti Yahudi, Nasrani, dll. Yang dinyatakan sebagaimana yang sesat. Dan
bagaimana Al-Quran memberi petunjuk hubungan toleransi dengan agama lain.
Oleh karena
itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan penafsiran ayat Al-Quran yang berhubungan
dengan hal tersebut. Diantaranya surat Ali ‘Imron 3, 19, 52, 85, 113
; al-Baqarah 133, 221 ; al-Maidah 5, 69 ; Yusuf 101 ; as-Syuro 13 ; dan al-Mumtahanah 8-9.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apakah
pengertian agama dalam alquran?
B.
Bagaimana
tafsir ayat alquran terkait dengan agama?
C.
Bagaimana
tafsir ayat alquran bentuk toleransi dengan agama lain?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian agama dalam Islam
Agama adalah
ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# úïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# wÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3
`tBur öàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya :
Sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al
Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Qs.ali Imron:19)
Kata ad-din pada ayat tersebut
bermakna pada pembahasan tentang taat, tunduk atau kumpulan tugas yang
dijalankan oleh hamba karena Allah.[1]
Ad-din
menurut kaidah arab berarti taat, tunduk, dan balasan. Jadi yaumuddiin berarti
hari pembalasan. Agama merupakan segala perintah yang dipikulkan oleh syara’
kepada hamba yang telah baligh tapi berakal (mukallaf). Kata agama dengan millata
mempunyai makna/pengertian yang sama, hanya saja kata millata mempunyai
arti yang lebih luas dibanding dengan kata agama.
Yang
merupakan benar-benar pengertian agama pada sisi Allah hanyalah semata
menyerahkan diri kepadanya saja, jika bukan begitu bukanlah agama. Maksud agama
di sini adalah :
1. Percaya hanya kepada tuhan Allah, berbakti, dan beribadah hanya
kepadanya saja
2. Membersihkan hati dan menetapkan tujuan dalam segala gerak-gerik
usaha dan niat ikhlas hanya kepada Allah.[2]
Agama atau ketaatan kepadanya ditandai dengan penyerahan diri
secara mutlak kepada Allah SWT. Penyerahan diri dalam arti Islam merupakan
hakikat yang ditetapkan Allah dan diajarkan oleh para nabi sejak Nabi Adam as,
hingga Nabi Muhammad SAW.[3]
B.
Tafsir Ayat Agama
1.
Surat
As-Syura ayat 13
tíu° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Ó»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZø¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î)
4ÓyqãBur #Ó|¤Ïãur ( ÷br& (#qãKÏ%r& tûïÏe$!$# wur (#qè%§xÿtGs? ÏmÏù 4 uã9x. n?tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs?
Ïmøs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±oüÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ã ÇÊÌÈ
Artinya:
Dia
telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya). (Qs.as-Syura:13)
Nabi-nabi tersebut
disebutkan secara khusus karena martabat merak lebih tinggi dibandingkan dengan
nabi yang lain, dan kemasyhuran mereka yang pesat, juga karena hati orang-orang
kafirpun cenderung mengikuti karena kebanyakan mereka sepakat atas kenabian
tokoh-tokoh tersebut, khususnya para Yahudi terhadap Nabi Musa, dan Nasrani
terhadap Nabi Isa.
÷br& (#qãKÏ%r& tûïÏe$!$# wur (#qè%§xÿtGs? ÏmÏù
Menjadikan agama Tauhid sebagai
agama pemurnian ibadah bagi Allah. Tegak dan terpelihara untuk selama-lamanya.
Dan jangan berpecah-belah mengenainya, melakukan sebagian dan meninggalkan
sebagian (sebagianya melakukan syariat-syariat ajaran Allah dan sebagian lainya
meninggalkanya)
uã9x. n?tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? Ïmøs9Î)
Beratnya
penerimaan orang kafir atas agama Allah sebagaimana Az-Zukhruf ayat 22
sebagaimana berikut
ö@t/ (#þqä9$s% $¯RÎ) !$tRôy`ur $tRuä!$t/#uä #n?tã 7p¨Bé& $¯RÎ)ur #n?tã NÏdÌ»rO#uä tbrßtGôgB ÇËËÈ
Artinya:
bahkan mereka berkata:
"Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak Kami menganut suatu agama, dan
Sesungguhnya Kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak
mereka".(Qs.az-Zukhruf:22)
Allah
membimbing mu’min agar berpegang teguh kepada agamanya, maka disebutkan pula
bahwa Ia menunjuk mereka (manusia) pada hal tersebut karena telah memilih
mereka di antara makhluk yang lain. Sebagaimana berikut “Barang siapa
mendekat kepadaku satu jengkal, maka aku mendekat kepadanya sati dziro’. Dan
barang siapa mendekat kepadaku dengan berjalan, maka aku datang
kepadanya dengan berlari”[4]
2.
Surat
ali Imron ayat 85
`tBur Æ÷tGö;t uöxî ÄN»n=óM}$# $YYÏ `n=sù @t6ø)ã çm÷YÏB uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ÌÅ¡»yø9$# ÇÑÎÈ
Artinya:
Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.
`tBur Æ÷tGö;t uöxî ÄN»n=óM}$# $YYÏ `n=sù @t6ø)ã çm÷YÏB
Menurut tafsir Al-Misbah, penambahan ta’ pada lafadz Æ÷tGö;t mengandung keterpaksaan dan rasa berat (hati/pikiran, dan tenaga).
Mencari agama selain agama islam merupakan suatu yang dipaksakan dalam hati dan
pikiran seseorang. Karena upaya tersebut merupaka suatu yang tidak terlahir
dari fitrah normal manusia. Fitrah manusia sesungguhnya adalah tunduk dan patuh
kepada Allah.
Sebuah agama
yang tidak mengantarkan pemeluknya pada ketaatan dan menurut kepada Allah, maka
agama hanyalah gambaran tradisi yang tidak berarti. Semua amal baiknya tidak
terima oleh Allah. Sebagaimana Rasulullah bersabda “Siapa yang mengamalkan
satu amal yang tidak berdasarkan ketetapan Allah yang ditetapkan kepada kita,
amal itu tertolak”
3.
Surat
ali Imron ayat 52
!$£Jn=sù ¡§ymr& 4|¤Ïã ãNåk÷]ÏB tøÿä3ø9$# tA$s% ô`tB üÍ$|ÁRr& n<Î) «!$# ( ^$s% cqÍ#uqysø9$#
ß`øtwU â$|ÁRr& «!$# $¨YtB#uä «!$$Î/ ôygô©$#ur $¯Rr'Î/ cqßJÎ=ó¡ãB ÇÎËÈ
Artinya:
Maka
tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia:
"Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?"
Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah
bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri. (Qs. Ali Imron:52)
Menurut Al-Maraghi kutipan tafsir al-Kasyaf, kata §ymr& berarti mengetahui sesuatu dengan pasti (tiada keraguan di dalamnya) seperti
mengetahui melalui panca indera. cqÍ#uqysø9$# merupakan sahabat pilihan, da pendukung setia. Dan cqßJÎ=ó¡ãB bermakna orang yang mau menuruti apa yang dikehendaki Allah dari
kalangan kita.
Penolong-penolongku merupakan pengertian untuk bersama-sama
berjalan menuju jalan Allah. Sedangkan cqÍ#uqysø9$# bermakna dari kata yang sangat putih, tulus,
bersih, tidak ternodai oleh kotoran, lagi tampak pada wajah cahaya keimanan
yang murni.[5]
C.
Tafsir Ayat Toleransi dengan Agama lain
1.
Mumtahanah
ayat 8-9
w â/ä38yg÷Yt ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ã Îû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_Ìøä `ÏiB öNä.Ì»tÏ br& óOèdry9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur
öNÍkös9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]t ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur
`ÏiB öNä.Ì»tÏ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFt Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ
Artinya:
“ Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang
yang dzalim.”
Ayat di atas secara tegas menyebutkan nama Allah Yang Maha Kuasa dengan
menyatakan: Allah yang memerintahkan kamu bersikap tegas terhadap orang kafir,
walaupun keluarga kamu tidak melarang kamu menjalin hubungan dan berbuat baik
terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari negeri kamu.
Firman-Nya: Lam yuqatilukum
atau tidak memerangi kamu menggunakan bentuk mudhari. Ini dipahami
sebagai makna “Memerangi secara factual sedang memerangi kamu”, sedang kata fi
yang berarti dalam mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan
berada dalam wadah tersebut sehingga tidak ada dari mereka yang keluar dari
wadah itu. Dengan kata fi ad-din atau dalam agama tidak masuklah
peperangan yang disebabkan karena kepentingan duniawi yang tidak ada
hubungannya dengan agama, tidak termasuk pula siapapun yang tidak termasuk
factual memerangi umat Islam.
Kata tabarruhum terambil dari
kata birr yang berarti kabajikan yang luas. Salah satu nama Allah Swt
adalah al-Bar. Ini karena demikian luas kebajikan-Nya. Dataran yang
terhampar dipersada bumi ini dinamai bar karena luasnya. Dengan karena
penggunaan kata tersebut oleh ayat diatas, tercermin izin untuk melakukan aneka
kebajikan bagi non muslim, selama tidak membawa dampak negative bagi umat Islam.
Kata tuqsithu terambil dari kata qisth yang berarti
adil. Bisa juga dipahami dalam arti bagian. Pakar tafsir dalam hukum Ibn Arabi
memahaminya demikian dan atas dasar itu menurutnya ayat di atas menyatakan:
“Tidak melarang kamu memberi sebagian dari harta kamu kepada mereka”.
Al-Biqa’i memahami penggunaan kata ilaihim atau kepada mereka yang
dirangkaikan dengan kata tuqsithu itu sebagai isyarat bahwa hal yang
diperintahkan ini hendaknya dihantar hingga sampai kepada mereka. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa sikap yang diperintahkan ini termasuk bagian dari
hubungan yang diperintahkan, dan bahwa itu tidak akan berdampak negative bagi
umat Islam – walau mereka memaksakan diri mengirimnya dari jauh, karena memang
Allah suka kelemah lembutan dalam segala hal dan memberi imbalan atasnya dan
apa yang tidak diberikan-Nya melalui hal-hal lain.[6]
Sayyid Quthub berkomentar
ketika menafsirkan ayat diatas bahwa Islam adalah agama yang damai, serta
akidah cinta. Ia
suatu sistem yang
bertujuan menaungi seluruh
alam dengan naungannya yang berupa kedamaian. Tidak ada yang meghalangi arah
tersebut kecuali tindakan agresi musuh-musuh-Nya dan musuh-musuh penganut agama
ini. Adapun jika mereka
itu bersikap damai, maka Islam sama
sekali tidak berminat untuk melakukan permusuhan dan tidak juga berusaha
melakukannya. Walaupun dalam keadaan bermusuhan, Islam tetap
memelihara dalam jiwa faktor-faktor
keharmonisan hubungan yakni kejujuran tingkah laku perlakuan yang adil menanti
datangnya waktu dimana lawan-lawannya dapat menerima kebajikan yang
ditawarkannya sehingga mereka bergabung dibawah panji-panjinya. Islam sama
sekali tidak berputus asa mananti hari dimana hati manusia akan menjadi jernih
dan mengarah kearah yang lurus itu.
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Dia
tidak melarang orang-orang yang beriman berbuat baik, mengadakan hubungan
persaudaraan, tolong-menolong dan bantu-membantu
dengan orang-orang kafir selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan Islam
dan kaum muslimin, tidak mengusir dari negeri-negeri mereka dan tidak pula
berteman akrab dengan orang-orang yang hendak mengusir itu. Dalam ayat ini
diterangkan bahwa Allah SWT hanyalah melarang kaum muslimin bertolong-tolongan
dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia di jalan Allah, dan
memurtadkan kaum muslimin sehingga ia berpindah kepada agama lain, yang
memerangi, mengusir dan membantu pengusir kaum muslimin dari negeri mereka.
Dengan orang yang semacam itu Allah melarang dengan sangat kaum muslimin
berteman dengan mereka. Pada akhir ayat ini Allah SWT mengancam kaum
muslimin yang menjadikan musuh-musuh mereka sebagai teman bertolong-tolongan
dengan mereka, jika mereka melanggar larangan Allah ini, maka mereka adalah
orang-orang yang dzalim.[7]
2.
Al
Maidah ayat 69
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä úïÏ%©!$#ur (#rß$yd tbqä«Î6»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur ô`tB ÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# @ÏJtãur
$[sÎ=»|¹ xsù ì$öqyz óOÎgøn=tæ wur öNèd tbqçRtøts ÇÏÒÈ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin,
orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja
(diantara mereka) yang benar-benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Az Zamakhsyari
mengemukakan, redaksi ini menurutnya bertujuan untuk menggaris bawahi bahwa jangankan orang-orang
Yahudi dan Nasrani, para Shabi’un pun
yang kedurhakaan
mereka terhadap Allah jauh lebih besar, diterima taubatnya oleh Allah, apalagi
Ahli al-Kitab itu, selama mereka beriman dengan benar dan beramal shaleh.
Ada sementara orang yang perhatiannya tertuju kepada penciptaan toleransi
antar umat beragama yang berpendapat bahwa ayat ini dapat menjadi pijakan untuk
menyatakan bahwa penganut agama-agama yang disebut oleh ayat ini, selama
beriman kepada Tuhan dan hari kemudian, maka mereka semua akan memperoleh
keselamatan, tidak akan diliputi oleh rasa takut di akhirat kelak, tidak pula
akan bersedih.
Pendapat semacam ini nyaris menjadikan semua agama sama, padahal
agama-agama itu pada hakikatnya berbeda-beda dalam akidah serta ibadah yang
diajarkannya. Bagaimana mungkin Yahudi dan Nasrani dipersamakan, padahal
keduannya saling mempersalahkan. Bagaimana mungkin mereka dinyatakan tidak akan
diliputi rasa takut atau sedih, sedang keduanya dan atas nama Tuhan yang
disembah mengatakan bahwa mereka adalah penghuni surga dan yang lainnya adalah
penghuni neraka.
Surga dan neraka adalah hak prerogatif Allah,
memang harus diakui, tetapi hak tersebut tidak menjadikan semua penganut agama
sama dihadapan-Nya. Tafsir ayat ini lebih tertuju pada hidup rukun dan damai
antar pemeluk agama, yang merupakan
sesuatu yang mutlak dan juga tuntutan agama, tetapi cara untuk mencapai
hal itu bukan dengan mengorbankan ajaran agama. Caranya adalah hidup damai dan
menyerahkan kepada-Nya semata untuk memutuskan dihari kemudian kelak, agama
siapa yang direstui-Nya dan agama siapa pula yang keliru, kemudian menyerahkan
pula kepada-Nya penentuan akhir, siapa yang dianugerahi kedamaian dan surga dan
siapa pula yang akan takut dan bersedih.[8]
IV.
KESIMPULAN
Toleransi
dapat dikatakan sebagai jalan keluar yang dicetuskan Islam untuk mensikapi
pluralisme. Banyak sekali ayat al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang dapat
dijadikan referensi dalam menikmati hidup bertoleransi.
Secara umum, al-Quran dan sunnah Nabi SAW menekankan pentingnya keadilan, kasih
sayang dan kemanusiaan yang semuanya merupakan pilar-pilar toleransi. Hanya
saja Islam menggarisbawahi bahwa toleransi hanya akan efektif jika
masing-masing pihak tetap berjalan diatas relnya dan tidak merongrong
eksistensi pihak lain. Dalam hal terjadi pengkhianatan terhadap nilai-nilai
toleransi, maka Islam mengharuskan umat Islam bersikap tegas dengan memerangi
pihak-pihak yang telah merusak harmoni ritme kehidupan tersebut.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah kami buat, semoga dapat memberi manfaa’at
kepada penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kami sadari bahwa
pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan mengandung banyak
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad Musthofa Tafsir Al-Maraghi (PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993)
Shihab, M.
Quraish Tafsir Al-Misbah, vol 2 (Jakarta: Lentera Hati,2002)
Shihab, M.
Quraish Tafsir Al-Misbah, vol 2 (Jakarta: Lentera Hati,2002)
Quthub, Sayyid. Tafsir
Fi’ Zhilalil Quran terj. As’ad Yasin, dkk., cet. I,
Jakarta: Gema Insani, 2004
May 2011, 7:34 PM
[1] Ahmad Musthofa
Al-Maraghi Tafsir Al-Maraghi (PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993)
hlm.213
[2] Ibid.
[3] M. Quraish
Shihab Tafsir Al-Misbah, vol 2 (Jakarta: Lentera Hati,2002). Hlm. 48
[4] Op, cit. hlm.
37
[5] Op, cit.
hlm.119
[7]
Sayyid Quthub, Tafsir
Fi’ Zhilalil Quran terj. As’ad Yasin, cet. I, (Jakarta: Gema Insani, 2004). Hlm. 31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)