Disusun
Oleh:
Siti Sopuroh (134211007)
Siti Fatihatul Ulfa (134211028)
I.
PENDAHULUAN
Perjalanan
dakwah Islam di Jawa mengalami proses yang cukup panjang dan unik. Islam
ternyata telah mewarnai hampir seluruh kehidupan bermasyarakat Jawa.
Diantaranya bidang Sastra Jawa yang banyak mengandung unsur-unsur Islam
didalamnya. Sebagai Salah satu lambang
keberhasilan dakwah Islam di Jawa adalah berdirinya kerajaan Demak. Sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa, memegang peran kunci dalam pengembangan Islam. Dari sinilah titik mula persentuhan dan
interaksi antara Sastra
Jawa dan unsur-unsur Islam. Sastrawan (pujangga) Jawa yang berguru kepada para wali,
mulai mengembangkan karya-karyanya dengan menyerap
ajaran Islam sebagai sumbernya.
Pengaruh Islam
dalam Sastra Jawa melahirkan kepustakaan baru, yang isinya mempertemukan
tradisi-tradisi kejawen dengan unsur-unsur islam, lahirlah Sastra Jawa berupa: serat suluk, serat wirid, babad, dan primbon. Serat suluk dan wirid berkaitan isinya
dengan ajaran Tasawuf
atau Mistik dalam
Islam. Babad berisi tentang cerita-cerita atau kisah dalam Islam, seperti kisah para nabi. Primbon isinya merangkum berbagai ajaran yang
berkembangan dalam tradisi Jawa, seperti ramalan, guna-guna, ajaran Islam dan lain-lain.
Oleh karena itu
dalam makalah ini akan kami jelaskan mengenai karya sastra para pujangga Jawa
yang mencerminkan ajaran-ajaran Islam. Salah satunya adalah ajaran Tasawuf atau
Mistik dalam Islam.
II.
RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang akan kami bahas adalah bagaimana aspek
islam dalam Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat
dan
Serat Wedhatama?
III.
PEMBAHASAN
A. Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat
Suluk Martabat
Wahdat Wakidiyat ini merupakan salah satu karya Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan
Paku Buwana III, berbentuk Asmaradana yang terdiri dari 14 bait.
Adapun Suluk
Martabat Wahdat Wakidiyat yang dikarang oleh PB III adalah sebagai berikut:
1. Martabat pitu Kinawi
Pra samya
angawruhana
Akadiyat wiwitane
Ping kalih martabat wahdat
Pink tiga wakidiyat
Wahdaniyat kapatipun
Kaping lima ngalam misal
Terjemah:
Martabat tujuh dikarang
Agar semua mengetahui
Akadiyat permulaannya
Yang kedua martabat wahdat
Yang ketiga wakidiyat
Wahdaniyat yang keempat
Kelima alam misal.
2. Pink nem alam jesam singgih
Insan kamil ping pitunya
Martabat iya tegese
Akarnya ing kenyataan
Tegese akadiyat
Nyataken ing datipun
Tuhune ing dhirinira
Terjemah :
Keenam yaitu alam ajesam
Insan Kamil yang ke tujuh
Martabat itu artinya
membuat kenyataan
Arti dari akadiyat
menyatakan dat-Nya
yang sesungguhnya di dalam dirimu
3. Tegese waahdat puniki,
Nyataaken sipatira,
Pan wis nyata ing dheweke,
Tegese kang wakidiyat,
Punika kaya paran,
Nyatakaken wismanipun,
Wus nyata ing aranira.
Terjemah :
Arti dari wahdat ini
Menyatakan sifat-Nya
Yang sudah nyata dalam dirinya
Arti dari wakdiyat
Itu bagaimana
Menyatakan rumah-Nya
Sedah nyata nama-Nya
4. Wahdaniyat ingkang wahit,
Punika den kawruhana,
Gone nyata dat sipate,
Asma kelawan apengal,
Pundi nyataaning ngedat,
Roh ilapi jatinipun,
Nyatane among titiga.
Terjemah :
Wahdaniyat yang pertama
Ketahuilah hal tersebut
Tempatnya yang nyata dzat sifat-Nya
Asma dengan afngal (perbuatan)
Yang mana kenyataannya dzat
Roh ilafi yang sebenarnya
Nyatanya hanya tiga
5. Nyatane kang roh ilapi,
Wus nyata ing ngasalira,
Nyataaken ing rupane,
Ping kalih alam ajesam,
Tegese alam jesam
Nyatakaken apnalipun
Insan kamil kaping tiga.
Terjemah :
Sebenarnya roh ilafi
Sudah nyata dalam asal-Nya
Menyatakan wujud-Nya
Kedua alam ajesam
Artinya alam ajesam
Menyatakan afngal-Nya
Insan Kamil yang ketiga.
6. Ingkan ngaran asma jati,
Nenggih asmane Roh Ollah,
Edat illaha sipate,
Illalah ing ngaran asma,
Muhkamad Rasullullah
Nggih puniku apngalipun,
Nora jasad lan muhkammad.
Terjemah :
Yang dinamakan asmajati
Adalah asmanya rohullah
Dzat Ilahi sifat-Nya
Illallah yang disebut asma.
Muhammad Rasulullah
Yaitu afngal-Nya
Bukan badan Muhammad
7. Wus nyata asal ngawruhi,
Pundit ingkan aran edat,
Lan sipat apngal asmane,
Wus nyata ing jenengira,
Nyatane polahira,
Puniku roh jatinipun,
Apngal nyata gawenira.
Terjemah :
Sudah jelas asal pengetahuannya,
Mana yang dinamakan dzat
Dan sifat afngal asma-Nya
Sudah nyata dalam nama-Nya
Sesungguhnya tindakan-Nya
Itu
roh yang sejati
Afngal nyata perbuatannya.
8. Nyatane asma kang yekti,
Pangucap ing roh punika,
Namaning ngeroh jatine,
Jaba jero pan wus nyata,
Terus kalawan padhang,
Datan ana liyanepun,
Teka mulune salembar.
Terjemah :
Sejatinya asma yang sebenarnya,
Perkataan roh itu,
Namanya roh sejati
Luar dalam sudah nyat
Lurus dan terang
Tidak ada lainnya
Walau hanya sehelai bulu.
9. Pundi kang aran roh jati,
Iya kang nyata iman,
Tokit lawan makripate,
Kang pundi tegese iman,
Pangestune Roh Ullah,
Kang ngaran tokit puniku
Tunggal jeneng lawan sira.
Terjemah :
Mana yang dinamakan roh sejati
Yaitu iman yang sebenarnya
Tauhid dan makrifat
Yang berarti
iman itu
Berkahnya Rohullah
Yang dinamakan Tauhid itu
Satu nama denganmu.
10. Tegese makripat iki,
Paningalira punika,
Aran makripat tegese,
Punapa ingkang tiningalan,
Kalawan tinarima,
Jenenge roh kang rumuhun,
Narima ing jisimira.
Terjemah :
Arti makrifat ini
Penglihatanmu itu.
Arti makrifat yaitu
Apa yang dilihat dan yang diterima
Namanya Roh yang terdahulu
Menerima terhadap jasadmu.
11. Nenggih tatkalane urip,
Kinarya paesan tunggal,
Narima ing wayangane,
Kaya roh ing nguripira,
Nanging ngallah kang mulya,
Anenggih kang maha luhur,
Langgeng datan kena owah.
Terjemah :
Yaitu ketika hidup
Dijadikan hiasan tunggal
Menerima dalam bayangannya
Seperti rohnya hidupmu
Tetapi Allah Yang Maha Mulia
Dan Yang Maha Luhur
Abadi tidak bisa berubah.
12.
Apa
kang tunggal pamanggih,
Tunggal wujud lawan sira,
Pamanggih ing roh tegese,
Jangjine urip satunggal,
Kaya paran tunggalnya,
Tegese tokit puniku,
Datan roro jenengira.
Terjemah :
Apakah yang satu pendapat
Menjadi satu wujud denganmu.
Pendapat roh maksudnya,
Janjinya hidup satu,
Bagaimana menyatunya
Artinya tauhid itu
Tidak dua namanya
13. Paninggale roh kang ening,
Datan mulat maring liyan,
Nenggih amung pangerane
Dadi awas mring pengeran,
Sapa wonge kang ngawas,
Ingkang ngawas mring rohipun,
Iku awas marang suksma.
Terjemah :
Penglihatannya roh yang hening
Tidak melihat pada yang lainnya
Tetapi hanya kepada Tuhannya
Jadi memandang terhadap Tuhan
Juga memandang terhadap rohnya
Itu memandang terhadap suksma.
14. Pangucap ing roh kang yekti,
Iku wong ngamaca kur’an,
Ing siyang lawan dalune,
Tan lali ing ngadhepira,
Kang madhep marang suksma,
Ngendi lakune roh iku,
Nggih nglampahaken salat.
Terjemah :
Perkataan roh yang sebenarnya
Itu adalah orang yang membaca
al-Quran
Di siang dan malam hari
Tidak lupa menghadap
Yang menghadap pada Tuhan
Dimana jalannya roh itu
Adalah menjalankan sholat.
Aspek
Islam dari karya tersebut
terlihat dari garis besar isinya yang menjelaskan tentang ajaran Tasawuf
(mistik Islam). Konsep makrifat dan jalan untuk mencapainya, konsep tauhid,
tajalli Allah dalam diri manusia sebagai insan kamil merupakan ajaran utama
dalam suluk tersebut[1].
Didalam
Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat, mengandung ajaran-ajaran tasawuf, yaitu
sebagai berikut :
1. Ajaran Martabat Tujuh
Martabat
diartikan sebagai pencapaian hakikat, kasunyatan atau kenyataan (martabat
iya tegese akarya ing kenyatahan). Adapun jalan untuk mencapai hakekat atau
kenyataan tersebut harus menempuh tujuh jalan atau tingkatan. Martabat tujuh
tersebut yaitu :
1. Martabat Akadiyat, suatu
keadaan yang menunjukkan adanya Dzat Allah SWT dalam diri manusia.
2. Martabat Wahdat, menunjukkan
adanya sifat Allah SWT yang sudah nyata dan jelas dalam diri manusia.
3. Martabat Wakidiyat, singgasana
atau tempat persemayamnya Allah ada didalam diri manusia, yaitu ada didalam
kalbu karena yang mampu menampung tajalli Allah adalah hati orang yang beriman.
4. Martabat Wahdaniyat, merupakan tempat bersemayamnya Dzat, sifat,
asma dan af’al Allah.
5. Alam Misal, nampak kesatuan dalam kejamakkan antara
manusia dan tuhan secara menyeluruh.
6. Alam Ajsam, adalah
refleksi dari af’al Allah di alam semesta ini.
7. Insan Kamil, merupakan
manifestasi Allah di dunia nyata ini.
Insan kamil ini merupakan tempat
berkumpulnya antara martabat lahir (alam misal,alam ajsam) dan martabat batin (martabat
akadiyat, wahdat, wakidiyat, dan wahdaniyat) tersebut.
Adapun ketiga alam yang disebutkan
di akhir, yaitu Alam Misal, Alam Ajsam dan insan kamil merupakan hakekatnya
dzatullah (roh ilafi). Roh ilafi tersebut sudah nyata asalnya dan merupakan
manifestasi Allah dalam diri manusia, dalam diri manusia yang sempurna (insan
kamil). Sebagaimana nampak dalam bait ke-5.
2. Tuhan dalam Konsepsi Jawa
Dalam tradisi
masyarakat jawa, banyak kita temukan istilah untuk menyebut Tuhan, diantaranya
yang disebutkan dalam suluk martabat wahdat wakidaniyat ini menggunakan
istilah asmajati. Asmajati pada hakekatnya adalah Ruhullah (dzat Tuhan),
yang dalam diri manusia berwujud roh atau sukma. Antara ruh atau
sukma dan asmajati sebenarnya tidak terpisahkan, walaupun hanya
sehelai rambut, dhohir dan bathinnya sudah nyata dan jelas[2].
Pernyataan tersebut dapat kita tangkap dari bait ke-8.
Hakekat Tuhan
(Asmajati) itu satu atau Esa, berdasarkan makna kalimat laa ilaha illallah. Kalimat
tauhid tersebut menunjukan arti bahwa ilah itu sebenarnya adalah ruhullah, dzat
ilahi sifat-Nya. Sedangkan Muhammaad Rasulullah itu af’al-Nya, yaitu Muhammad
dari segi ruh bukan badan jasmaninya. Ungkapan ini dapt kita simak dari bait
ke-6
3. Konsep Makrifat
Dalam suluk ini
menjelaskan bahwa makrifat adalah segala sesuatu yang dilihat dan diterimaa
oleh ruh. Ketika Allah meniupkan ruh-Nya kedalam jasad manusia (sewaktu
kandungan) yang membuatnya hidup, berarti dia merupakan bayangan atau kiyasan
tunggal yang menerima kenyataan Tuhan. Allah dzat Yang Maha Mulia, Maha Luhur
itu tidak pernah berubah, bersifat abadi, berbeda dengan manusia yang hidup di
alam fana sehingga bersifat fana juga. Roh akan kembali lagi kepada yang
memberinya, menyatu ke asalnya, sebagaimana janji hidupnya ketika di alam arwah
dahulu (inna lillahi wa inna ilaihi wa inna ilaihi raji’uun)[3]. Sebagaimana
terlihat dari bait ke 10 dan 11.
Makrifat itu
penglihatan yang terkonsentrasi hanya
kepada Allah (lau maujuda illallah), oleh sebab itu manusia harus
menempuh jalan khusus yang dapat menghantarkannya kepada pencapaian makrifat
tersebut. Penglihatan ruh atau suksma pada hakikatnya adalah penglihatan Tuhan.
Hal ini dapat kita lihat dalam bait ke-13.
Adapun jalan
yang dapat ditempuh untuk mencapai makrifat yaitu dengan menjalankan sholat
yang sebenarnya, bukan sekedar fisiknya saja yang menjalankan sholat tetapi
ruhnya benar-benar menghadap Allah seakan-akan berkomunikasi langsung
dengan-Nya. Jalan lainnya adalah membaca al-Qur’an, dengan penghayatan
seakan-akan ruhnya berbicara dengan Allah, baik itu pada waktu siang atau malam
hari[4].
Ungkapan ini dapat kita temukan pada bait ke -14.
Jadi dari
bahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dari Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat
mempunyai berbagai aspek diantaranya yaitu ajaran Martabat Tujuh, Tuhan dalam
Konsepsi Jawa, Konsep Makrifat.
B.
Serat Wedhatama
Serat Wedhatama merupakan salah satu karya
Mangkunegara IV (1811-1881) dari sekian banyak karyanya[5].
Wedhatama berasal dari dua kata wedha yang
berarti ajaran dan tama yang berarti utama[6].
Serat ini ditulis dalam bentuk tembang macapat agar mudah diingat dan digemari
oleh masyarakat Jawa yang pada umumnya menyukai kesenian. Dan diantara
tembang-tembang serat wedhatama adalah sebagai berikut :
1. Samengko ingsun tutur
(kelak saya
bertutur)
sembah catur: supaya lumuntur
(empat macam sembah supaya
dilestarikan)
dihin: raga, cipta, jiwa, rasa, kaki
(pertama:
sembah raga, kedua: sembah cipta, ketiga: sembah jiwa, keempat : sembah rasa, anakku)
ing kono lamun tinemu
(di
situlah akan bertemu)
tandha nugrahaning Manon.
(dengan
pertanda anugrah Tuhan)
2.
Sembah
raga puniku
(sembah raga adalah)
pakartine wong amagang laku
(perbuatan orang yang sedang
mengolah batin)
susucine asarana saking warih
(mensucikan diri dengan sarana
air)
kang wus lumrah limang wektu
(yang sudah lumrah misalnya lima
waktu)
wantu wataking wawaton.
(Sebagai rasa menghormat waktu)
3.
Sucine
tanpa banyu
(Bersucinya tidak menggunakan
air)
mung nyenyuda mring ersuasiv kalbu
(Hanya menahan nafsu di hati)
pambukane tata, titi, ngati-ati, atetetp talaten
atul,
(Dimulai dari perilaku yang
tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)Teguh, sabar dan tekun)
tuladhan marang waspaos.
(semua menjadi watak dasar,teladan
bagi sikap waspada)
4.
Tan samar
pamoring Sukma
(Tidak lah samar sukma menyatu)
sinukma ya winahya ing ngasepi
(meresap terpatri dalam
keheningan semadi)
sinimpen telenging kalbu
(Diendapkan dalam lubuk hati)
Pambukaning waana
(menjadi pembuka tabir)
tarlen saking liyep layaping ngaluyup
(berawal dari keadaan antara
sadar dan tiada)
pindha pesating supena, sumusuping rasa jati.
(Seperti terlepasnya mimpi
Merasuknya rasa yang sejati)
Mangkunegara
IV melalui Serat Wedhatama ini mengajarkan tentang sembah atau ibadah kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Serat tersebut merupakan refleksi pemikirannya tentang Tasawuf
yang mengambil bentuk sembah, yaitu sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan
sembah rasa.
Kandungan
dari tembang-tembang diatas adalah sebagai berikut :
1.
Pada tembang no. 1 berisi tentang bentuk sembah. Meliputi 4 macam yaitu:
sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Dalam Serat tersebut Mangkunegara IV mengajarkan hubungan
antara sembah dan budi luhur sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Pada tembang no. 2 berisi penjelasan tentang Sembah raga, yaitu menyembah tuhan dengan mengutamakan gerak
laku badaniah, atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Untuk melakukan
sembah raga ini, sesorang diharuskan
untuk suci secara lahiriyah, yaitu dengan cara berwudhu seperti hendak
melaksanakan salat pada umumnya.
Sembah raga
merupakan bentuk jawanisasi atas makna syari’at. Seseorang harus menjalankan hukum atau aturan syari’at,
dan syari’at yang menjadi laku menuju tuhan adalah sholat. Secara syari’at
sholat sebagai media seseorang menjalankan sembah harus dikerjakan lima waktu
dalam sehari (sholat fardu), harus dikerjakan secara tekun dan kontinyu
sepanjang hidup.
3.
Pada tembang no. 3 berisi penjelasan tentang Sembah cipta (kalbu), yaitu
bentuk ibadah yang mengutamakan hati atau batin seseorang dalam mendekatkan
diri kepada Tuhan. Sembah cipta merupakan bentuk jawanisasi dari istilah tarekat ( thoriqah:islam).
Tarekat merupakan jalan yang lebih tinggi satu tahap
dari syariat, artinya semua tingkah laku pada tahap syariat semakin diperdalam
atau ditingkatkan. Cara untuk meningkatkan amal perbuatan pada tahap ini adalah
dengan bertaubat, berhati-hati terhadap yang halal, syubhat, apalagi yang
haram. Menjalani hidup dengan sabar.
4.
Pada tembang no. 4 berisi penjelasan tentang Sembah jiwa dan sembah
rasa. Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Suksma ( Allah ) dengan
mengutamakan peran jiwa. Sembah jiwa ini mengutamakan pada pengisian seluruh
aspek jiwa dengan senantiasa berdzikir kepada Allah SWT, dan mengosongkan dari
apa saja selain Dia. Ungkapan sembah jiwa ini mengadopsi istilah Hakekat dalam Tasawuf, yaitu sebagai tahap kesempurnaan seorang dalam
beribadah, mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan sembah rasa ini,
seseorang sudah benar-benar hanya menggunakkan rasa (dzauq) saja, yaitu dengan
menghayati segala intisari kehidupan makhluk di alam semesta ini. Ajaran sembah
rasa ini merupakan jawanisasi dari konsep makrifat, karena pada tahap
tersebut merupakan tahap terbukanya hijab antara manusia dengan tuhan. Bagi
orang yang telah mencapai kematangan ruhani (pada tahap sembah rasa) tidak lagi
memiliki rasa was-was atau takut, karena sudah manunggal (bersatu) antara kehendak
dirinya dengan kehendak tuhan. Kematangan rohani tersebut tidak hanya Nampak
dalam aspek perilaku jasmani dan jiwanya saja, tetapi juga dalam mengenal
dengan lubuk hati sanubarinya (rasa).
Demikianlah makna tembang yang
terdapat pada serat wedhatama yang
berkaitan dengan ilmu Tasawuf, perjalanan mistik yang dimulai dari syari’at
yaitu menjalankan ajaran- ajaran yang dilakukan secara tekun terus menerus.
Apabila syari’at sudah terlaksana dengan baik maka akan berlanjut pada tingkat
Tarekat, selanjutnya dapat mencapai hakikat yaitu memahami seluruhnya maksud
dan makna dari apa yang didapat dari ilmu itu dan mengamalkannya dengan laku.
Lalu pada tingkatan terakhir setelah semua tingkatan sebelumnya dapat dilakukan
dengan baik maka akan mencapai tingkatan tertinggi Tasawuf yaitu tingkatan
Ma’rifat. Tingkatan Ma’rifat dalam ajaran jawa umumnya disebut dengan
Manunggaling Kawula Gusti atau Pamoring Kawula Gusti yaitu bersatunya hamba
dengan Tuhan melalui jiwa dan rasanya.
IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karya Sastra
para pujangga jawa memiliki metrum-metrum Islam. Diantaranya Suluk Martabat Wahdat Wakidiyat
memberikan gambaran tentang penghayatan ghaib terhadap Tuhan, dalam kerangka
ajaran Martabat Tujuh (manusia adalah tajalli Dzat yang bersifat Esa)
yaitu martabat diartikan sebagai pencapaian hakekat yang kemudian pada
kenyataannya harus menempuh tujuh jalan atau tingkatan. Tuhan dalam konsepsi
Jawa dan konsep makrifat adalah segala sesuatu yang dilihat dan diterima oleh
roh. Sedangkan dalam
Serat Wedhatama ini mengajarkan tentang sembah ibadah atau ibadah kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa. Serat tersebut merupakan refleksi pemikirannya tentang Tasawuf yang mengambil
bentuk sembah, yaitu sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Hubungan antara sembah dan budi luhur sebagai
kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat,
kritik dan saran sangat kami harapkan. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Khalim, Samidi. 2008. Islam dan Spiritualitas Jawa. Semarang
: RaSAIL Media Group
Amin, Darori. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yokyakarta :
Gama Media
http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_Wedhatama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)