Disusun
oleh:
Muhammad Ruli (134211027)
Siti Fatihatul Ulfa (134211028)
Fazat Laila (134211029)
I.
PENDAHULUAN
Hadits mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembinaan hukum Islam,
sebab disamping berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat yang masih samar
dan global dalam al Qur’an Hadits berfungsi menetapkan hukum (Bayan Syar’i)
terhadap suatu perkara yang belum ada dalam al qur’an.
Besarnya peranan Hadits ini harus
disertai dengan kecermatan dalam memilah dan memilih Hadits yang benar-benar
dari Rasulullah. Sebab suatu hadits yang diragukan berasal dari Nabi maka akan
sulit dipertanggung jawabkan untuk dijadikan sebagai sumber hukum kedua setelah
al qur’an. Maka jika tersebarnya hadits-hadits semacam itu dapat menimbulkan
dampak negatif yang luar biasa. Di makalah ini akan dibahas mangenai Hadits
dhaif yang tidak mempunyai legitimasi yang kuat dibanding Hadits shahih dan
hasan. Bahkan sebagian ulama ada yang melarang Hadis
ini dijadikan sumber hukum. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah
ini.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah
pengertian hadits dhaif?
2.
Sebab hadis dhaif ditolak?
3.
Bagaimana
pembagian hadits dhaif?
4.
Bagaimana
pendapat ulama tentang kehujjahan hadis dhaif?
5.
Apa
saja sebab-sebab terangkatnya hadis dhaif?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Hadis Dhoif
Menurut bahasa Dha’if artinya aziz atau lemah. Lawan
dari Qawwiy yang berarti kuat. Adapun menurut Muhadditsin adalah :
هو كل حديث لم تجتمع فيه صفات القبول. وقال اكثر العلماء هو ما لم يجمع صفت الصحيح و الحسن.
Hadis
dhoif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis
yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis dhoif adalah yang
tidak terkumpul padanya sifat hadis shohih dan hasan.[1]
Adapun pengertian lain yaitu:
مَافَقِدَ شَرْطاً مِنْ شُرُوْطِ
الْحَدِيْثِ الْمَقْبُوْلِ
“Hadits
yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul (yang dapat
diterima).”
Nur Ad-Din’ Atr menulis: “Hadits yang hilang salah satu
syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul” (Hadits yang shahih atau hadits
yang hasan). Sedangkan Maqbul menurut bahasa berarti ma’khuz (yang
di ambil) dan mushaddaq (yang dibenarkan atau yang diterima). sedangkan
menurut istilah:
مَا
تَوَا فرت فِيْهِ جَمِيْعِ شُرُوْطِ الْقَبُوْلِ
“Hadits yang telah sempurna padanya,
syarat-syarat penerimaan”.
Adapun syarat-syarat hadits maqbul
ada enam, yaitu:
- Rawinya adil
- Rawinya dhabith, meskipun tidak sempurna.
- Sanadnya bersambung.
- Padanya tidak terdapat suatu kerancuan.
- Padanya tidak terdapat ‘illat yang merusak.
- Pada saat dibutuhkan, hadits yang bersangkutan menguntungkan (tidak mencelakakan). Demikian, al-Biqa’I dan al-Suyuthi serta yang lainnya menghitung syarat-syarat diterimanya hadits tersebut. Akan tetapi sehubungan dengan kriteria yang kedua mereka tidak menambahkan kata-kata “meskipun tidak sempurna”. Ini adalah suatu masalah, sebab bila seorang rawi tidak sempurna ke-dhabith-annya, maka haditsnya adalah hadits hasan, bukan dha’if. Oleh karena itu ungkapan untuk kriteria yang kedua ini adalah dengan “menambahkan kata-kata “meskipun tidak sempurna”.
Alasan
pemberian predikat dha’if kepada hadits yang tidak memenuhi salah satu syarat
diterimanya sebuah hadits adalah apabila pada suatu hadits telah terpenuhi
syarat-syarat di atas, maka hal itu menunjukan bahwa hadits tersebut telah
diriwayatkan sesuai dengan keadaan semula; dan sebaliknya bila salah satu
syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak ada yang menunjukan demikian.
2. Sebab-sebab Hadits dha’if ditolak:
Para ahli hadits mengemukakan ditolaknya
hadits dha’if ditinjau dari dua jalur:
- Sanad hadits
Dari sisi sanad hadits dibagi
menjadi dua bagian:
a) Ada
kecacatan pada perawinya, baik meliputi keadilanya maupun kedhabitanya, yang
diragukan dalam 10 macam:
1)
Dusta
2)
Tertuduh dusta
3)
Fasik
4)
Banyak salah
5)
Lengah dalam menghafal
6)
Banyak wahamnya
7)
Menyalahi riwayat yang lebih tsiqah (dipercaya)
8)
Tidak diketahui identitasnya
9)
Penganut bid’ah
10) Tidak baik hafalanya
b)
Sanadnya tidak bersambung
1)
Gugur pada sanad pertama
2)
Gugur pada sanad terakhir (sahabat)
3)
Gugur dua orang periwayat atau lebih secara berurutan
4)
Jika periwayatnya yang digugurkan tidak berturut-turut
Matan hadits
- Matanya hanya disandarkan kepada sahabat
- Matanya hanya disandarkan pada tabi’in
Seperti
misalnya hadis dhoif adalah sanadnya ada yang
terputus, di antara periwayat ada yang pendusta atau tidak dikenal, dan lain-lain.[2]
3.
Macam-macam
Hadis Dhoif
1.
Klasifikasi
Hadis Dhoif berdasarkan Cacat pada keadilan dan Ke-dhabit-an
Rawi
a.
Hadis
Maudhu’
1.
Pengertian
hadis maudhu’
هو المختلع المصنوع المنسوب الي رسول الله ص م زورا وبهتان سواء كان ذالك عمدا ام خطآ.
Hadis
yang dicipta serta dibuat oleh seorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan
kepada Rasulullah SAW secara palsu dan dusta, baik di sengaja maupun tidak.
2.
Ciri-ciri
hadis maudhu’
Ciri-ciri hadis maudhu’ terdapat pada sanad dan matan hadis.
Ciri-ciri pada sanad
hadis yaitu, adanya pengakuan dari si pembuat sendiri, qarinah yang memperkuat
adanya pengakuan dari si pembuat hadis maudhu’, qarinah yang berpautan dengan
tingkah laku.
Adapun ciri pada matan
hadis ditinjau dari segi lafadz dan ma’na. Dari segi lafadz yaitu,
bila susunan kalimatnya tidak baik dan tidak fasih. Sedangkan dari segi ma’na
yaitu, ketika hadis bertentangan dengan Alquran, hadis mutawattir, ijma’,
dan logika yang sehat.
3.
Karya-karya
dalam hadis maudhu’
Para Muhaddistin mengumpulkan hadis
maudhu’ dalam sejumlah karya, di antaranya :
·
Al-Maudhu’at, karya Ibn Al-Jauzi
·
Al-La’ali
Al-Mashnu’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Hadist As-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu ‘iraq Al’Kittani
·
Silsilah
Al-Hadist Adh-Dha’ifah, karya
Al-Albani.
b.
Hadis
Matruk
هو الحديث الذي في اسناده راو متهم بالكذب.
Hadis
yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.
c.
Hadis
Munkar
Yaitu hadis yang
sanadnya terdapat rawi yang jelek kesalahanya, banyak kelengahan dan tampak
kefasikanya. Lawanya dinamakan Ma’ruf.
d.
Hadis
Syadzdz
Hadis yang
diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul (menyalahi riwayat yang lebih
utama darinya, baik karena jumlahnya yang lebih banyak atau daya hapalnya yang
lebih tinggi).[3]
e.
Hadis
Muallal
Hadis yang kelihatanya tidak mengandung cacat, tapi
setelah diteliti ternyata mengandung cacat (sanad, matan, atau keduanya)
f.
Hadis
Mudhthorib
Mudhtharib
berarti goncang. Jadi hadis mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan melalui
jalur yang sanad atau matanya berlawanan. Baik periwayat itu satu atau beberapa
orang.
Adapun hadis
yang diriwayatkan melalui berbagai jalur
dengan redaksi yang berbeda tetapi isinya tetap sama, maka hadis tersebut tidak
termasuk hadis mudhtharib, tetapi riwayat bil ma’na. Dan justru hadis
tersebut menguatkan jalur yang satu dengan jalur yang lainya.
g.
Hadis
Maqlub
Yaitu hadis
yang periwayatanya menggantikan sebagian dengan yang lain, baik yang ditukar
sanad atau matan, baik disengaja ataupun tidak.[4]
2.
Klasifikasi
Hadis Dhoif Berdasarkan Gugurnya Rawi
a.
Hadis
Muallaq
Menurut
bahasa merupakan isim maf’ul yang berarti terikat dan tergantung. Sanadnya
disebut muallaq karena hanya tersambung pada sanad bagian atas saja. Menurut
istilah adalah, hadis yang seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad
secara berurutan.
Contoh hadis
muallaq ,
لا
تفاضلوا
بين
الآنبياء
Janganlah kalian melebih-lebihkan di antara para nabi.
Dalam hadis ini Bukhari meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah
bin Fadhl dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a. Kemudian dari nabi bersabda …
Padahal Bukhari tidak pernah bertemu dengan Majisyun.
b.
Hadis
Mu’dhal
Menurut
bahasa mu’dhol berarti sesuatu yang di buat lemah atau lebih. Adapun menurut
istilah Muhadditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang
atau lebih secara berurutan.
c.
Hadis
Mursal
Menurut bahasa
merupakan isim maf’ul yang mempunyai arti “yang dilepaskan”. Sedangkan menurut
istilahnya adalah hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabi’in. Baik
tabi’in besar maupun tabi’in kecil.
Seperti yang dapat
kita ketahui bahwa hadis mursal itu, yang digugurkan adalah sahabat yang
langsung menerima berita dari rasulullah SAW. Sedangkan yang menggugurkan bias
saja seorang tabi’in atau sahabat kecil. Oleh karena itu, ditinjau dari segi
siapa yang menggugurkan, hadis mursal terbagi menjadi mursal jail, mursal
shahabi, dan mursal khafi.
1.
Mursal
Khafi, pengguguran yang dilakukan oleh para tabi’in jelas sekali, bahwa orang
yang menggugurkan tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan.
2.
Mursal
Shahabi, pemberitaan sahabat yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW, tetapi
tidak mendengar atau menyaksikan sendiri. Karena ketika Rasulullah hidup, ia
masih kecil tau sebagai orang yang terakhir masuk islam.
3.
Mursal
Khafi, diriwayatkan oleh tabi’in, di mana tabi’in tersebut hidup pada zaman
sahabat, tetapi tidak pernah mendengar satu hadis pun dari sahabat.[5]
d.
Hadis
Munqhoti’
Adalah
hadis yang sanadnya terdapat salah seorang yang
digugurkan, baik di ujung maupun di pangkal.[6]
Macam-macam munqothi’ sebagai berikut :
1.
Inqitho’
dilakukan dengan jelas. Bahwa si rawi meriwayatkan hadis dapat diketahui tidak
sezaman dengan guru yang memberikan hadis padanya tadi.
2.
Inqitha’
dilakukan dengan samar-samar. Hanya dapat diketahaui oleh orang-orang yang mempunyai keahlian saja.
3.
Diketahui
dari pihak lain, dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam hadis
riwayat orang lain.
e.
Hadis
Mudallas
Hadis yang
diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis tidak bernoda. Rawi
yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang diriwayatkanya
disebut mudallas, dan perbuatanya disebut tadlis.
Macam-macam tadlis, sebagai berikut :
1.
Tadlis
isnad, rawi yang meriwayatkan hadis dari orang yang pernah ditemuinya tapi
tidak pernah mendengar periwayatan hadis darinya.
2.
Tadlis
syuyukh, rawi yang meriwayatkan hadis dari seorang guru dengan menyebut nama
kunniyahnya, keturunan, atau menyifati guru yang belum dikenal banyak orang.
3.
Tadlis
taswiyah, rawi yang meriwayatkan hadis dari guru yang tsiqqoh, yang guru
tersebut diterima dari gurunya yang lemah, dan guru yang lemah tersebut
menerima dari guru yang tsiqqah pula. Tetapi mudallis meriwayatkan dengan tanpa
menyebutkan rawi yang lemah. Dan bahkan meriwayatkan dengan lafadz yang
mengandung pengertian bahwa rawinya tsiqqah semua.[7]
4.
Sikap
Ulama terhadap Hadis Dhoif
1.
Madzhab
pertama tidak bersedia mengamalkanya secara mutlak. Pendukung madzhab ini
adalah para ulama ahli hadis. Seperti, Yahya Ibn Ma’in, Al-Bukhari, Muslim, dan
Ibn Hazm.
2.
Madzhab
kedua bersedia mengamalkanya secara mutlak. Seperti, Abu Daud, dan Imam Ahmad.
Mereka berpendapat bahwa lebih baik mengambil hadis dhoif daripada menempuh
qiyas atau pendapat seseorang. Agaknya, hadis dhoif yang dimaksud di sini
bukanlah hadis dhoif yang sangat-sangat lemah.
3.
Madzhab
ketiga mengamalkan hadis dhoif untuk fadhailul a’mal dan nasehat-nasehat.
Dengan syarat :
a.
Tidak
merupakan hadis dhoif berat
b.
Tidak
bertentangan dengan dasar agama
c.
Kalaupun
hadis ini diamalkan, tapi tidak diimani bahwa hadis tersebut dari nabi, tetapi
dalam rangka hati-hati.[8]
5.
Sebab-sebab
Terangkatnya Hadis Dhoif
1.
Tidak
boleh diamalkan
Kecuali dengan syarat-syarat :
a.
Mengenai
keutamaan amal
b.
Tidak
terlalu dhoif
c.
Bersumber
pada dalil yang diamalkan
d.
Tidak
diperbolehkan mempercayai kepastian hadis
2.
Bagi
yang mengetahui hadis yang bersanad dhoif maka harus mengatakan “hadis ini
sanadnya dhoif” tidak diperbolehkan dengan mengatakan “hadis ini dhoif” hanya
karena kelemahan dalam sanad, karena kadang juga hadis tersebut mempunyai sanad
lain yang shohih.
3.
Hadis
dhoif tanpa sanad tidak boleh diucapkan dengan kata-kata “bahwasanya Nabi
bersabda” tetapi harus dengan kata-kata “diriwayatkan dari Nabi” atau bentuk
ungkapan lain yang mengandung makna sama.
4.
Jika
hadis berma’na musykil tidak perlu dita’wil. Karna pena’wilan hanya untuk hadis
shohih.
5.
Tidak
diperbolehkan mengakibatkan turunya kualitas validitas hadis shohih. (pendapat
Ibn Hajar dalam Fathul Birr).[9]
D. KESIMPULAN
Secara bahasa Dha’if artinya ajiz atau
lemah. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang kehilangan salah satu
syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih dan hadits hasan. Sedangkan
sebab hadits dha’if ditolak para ahli hadits mengemukakan ditolaknya hadits ini
ditinjau dari dua jalur, 1) dari segi sanad, yaitu karena ada kecacatan pada
perawinya dan Sanadnya tidak bersambung, 2) Matan hadits, yaitu matanya hanya
disandarkan kepada sahabat dan matanya hanya disandarkan pada tabi’in.
Hadits
dha’if itu sendiri dilklasifikasikan menjadi 5 kelompok:
- Hadits Dhaif karena terputus sanadnya
- Hadits dha’if karena ketidakadilan periwayatnya
- Hadits dha’if karena ketidakdhabitan periwayatnya
- Hadits dha’if karena kejanggalan dan kecacatan, dan
- Hadits dha’if dari segi matan
Sedangkan mengenai kehujjahan hadits dha’if itu sendiri para
ulama berbeda pendapat. Pertama tidak memakai hadits dha’if secara
mutlak, baik untuk fadlailul ‘amal ataupun dalam bidang hukum,
kedua mengamalkan hadits dha’if secara mutlak, dengan alasan hadits
dha’if itu masih lebih baik disbanding dengan pendapat manusia, dan ketiga mengamalkan
hadits dha’if untuk fadlailul ‘amal dan naasehat kebajikan dengan syarat-syarat
tertentu.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,
Muhammadiyah, Ilmu Hadits, (Yogyakarta: Sultan Amai Press, 2008)
Ismail, M. Syuhudi, Pengantar
Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1987)
ITR, Nuruddin, Ulumul Hadits, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1997)
Muhammad Hasbi Ashiddiqy, Teungku, Pokok-Pokok
Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)