Disusun oleh :
Lutfil
Chakim (134211015)
Siti Fatihatul Ulfa (134211028)
Ketegasan hukum atau memohon penjelasan secara terperinci
tentang urusan-urusan agama, sehingga turunlah beberapa ayat dari ayat-ayat
al-Qur’an, hal yang seperti itulah yang dimaksud dengan asbabun nuzul atau
sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Mengetahui asbabun nuzul (sebab, turunnya) satu
ayat dapat membantu kita dalam memahami makna ayat tersebut karena demikianlah
para sahabat dan ulama kita, ketika mereka susah dan memahami suatu ayat, maka
mereka akan faham tatkala mereka telah mengetahui asbabun nuzul ayat tersebut.
Pemaknaan ayat al-Qur’an seringkali tidak diambil dari
makna letter lack. Oleh karena itu perlu diketahui hal-hal yang
berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Sedemikian pentingnya hingga Ali ibn
al-Madiny guru dari Imam al-Bukhori ra menyusun ilmu asbabun nuzul secara
khusus. Kemudian ilmu asbabun nuzul berkembang sehingga memudahkan para
mufassirin dalam menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an serta memahami isi
kandungannya. Dalam makalah ini berikut akan kami bahas mengenai asbabun nuzul.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian Asbabun Nuzul
2.
Urgensi dan kegunaan asbab an-nuzul
3.
Macam-macam pembagian redaksi asbabun nuzul
4.
Pentingnya asbabun nuzul
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Asbab An-Nuzul
Menurut bahasa, asbabun nuzul berarti
turunnya ayat-ayat al-Qur’an dari kata “asbab”
jama’ dari “sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya
turun. Yang dimaksud disini adalah ayat al-Qur’an. Asbabun nuzul adalah suatu
peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an baik secara langsung
atau tidak langsung.
Menurut istilah asbabun nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya:
a.
Menurut Az-Zarqani
“Asbab
al-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan
turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa
itu terjadi.
b.
Menurut Mana’ al-Qathan
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya
al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu
kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”. [1]
Kendatipun redaksi-redaksi pendefisian di atas sedikit
berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa asbab An-Nuzul adalah kejadian atau
peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an. Ayat tersebut dalam
rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul
dari kejadian-kejadian tersebut. Asbab An-Nuzul merupakan bahan-bahan sejarah
yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan-keterangan terhadap
lembaran-lembaran dan memberinya konteks dalam memahami perintah-perintah-Nya.
Sudah tentu bahan-bahan sejarah ini hanya melingkupi peristiwa-peristiwa pada
masa Al-Qur’an masih turun (‘ashr at-tanzil).
2.
Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbab An-Nuzul dalam
memahami Al-Qur’an, sebagai berikut:
a.
Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi
ketidakpastian dalam menagkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya dalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 115 dinyatakan bahwa Timur dan Barat merupakan
kepunyaan Allah.
b.
Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian
umum
c.
Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an,
bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan sebab yang bersifat
khusus (khusus As-sabab) dan bukan lafazh yang bersifat umum (umum
al-lafazh).
d.
Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat
Al-Qur’an turun.
e. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk
memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan
sebab-akibat (musabbab), hukum, peristiwa, dan pelaku, masa, dan tempat
merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.[2]
3.
Macam-Macam Asbab An-Nuzul
1)
Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi
yang dipergunakan dalam riwayat Asbab An-Nuzul
a.
Sarih (jelas)
Artinya riwayat yang sudah
jelas menunjukkan asbabun nuzul dengan indikasi menggunakan lafal
(pendahuluan).
سبب نزول هذه الاية هذا...
Artinya:
“Sebab turun ayat ini adalah...
Atau ia menggunakan kata”maka” (fa taqibiyah)
setelah ia mengatakan peristiwa tertentu. Misalnya ia
mengatakan:
حدث هذا ... فنزلت الاية
Artinya: “Telah terjadi...,
maka turunlah ayat...
سئل رسول الله عن كذا ...
فنز لت الاية
Artinya:
“Rasulullah pernah ditanya tentang..., maka turunlah ayat...”
Contoh riwayat
asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang
dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang Yahudi berkata, “Apabila seorang suami
mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling.”
Maka turunlah ayat:
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±o0ur úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
223. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat
kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu
bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu,
dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya.
dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
b.
Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum
pasti)
Riwayat
belum dipastikan sebagai Asbab an-Nuzul karena masih terdapat keraguan.
نزلت هذه الاية فى كذا...
(Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan.....)
احسب
هذه الاية نزلت فكذا...
(Saya
kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan...)
ما احسب نزلت هذه الاية الا فكذا...
Mengenai riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi
“muhtamilah”. Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi’Ulum
Al-Qur’an:
Yang artinya:
“Sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in,
jika seorang diantara mereka berkata, ‘Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan...’. Maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang
ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.1120[3]
2)
Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul
untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk asbab an-nuzul.
a.
Berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’addud
As-Sabab wa Nazil Al-Wahid)
Pada kenyataannya, tidak setiap ayat
memiliki riwayat asbab An-Nuzul dalam satu versi. Adakalanya satu ayat memiliki
beberapa versi riwayat asbab An-Nuzul. Hal itu tidak akan menjadi persoalan
bila riwayat-riwayat itu tidak mengandung kontradiksi. Bentuk variasi itu
terkadang dalam redaksinya dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk
mengatasi variasi riwayat asbab An-Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi,
para ulama mengemukakan cara-cara berikut.
1)
Tidak mempermasalahkannya
2)
Mengambil versi riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan
redaksi sharih
3)
Mengambil versi riwayat yang sahih (valid)
Adapun terhadap
variasi riwayat asbab An-Nuzul dalam satu ayat, versi berkualitas para ulama mengemukakan
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mengambil versi riwayat yang sahih
2.
Melakukan studi selektif (tarjih)
3.
Melakukan studi kompromi (jama’)
b.
Variasi ayat untuk satu sebab (Ta’addud Nazil wa
As-Sabab Wahid)
Terkadang suatu
kejadian menjadi sebab bagi turunnya, dua ayat atau lebih. Hal ini dalam ‘Ulum
Al-Qur’an disebut dengan istilah “Ta’addud Nazil wa as-Sabab al-Wahid”
(terbilang ayat yang turun, sedangkan sebab turunnya satu). Contoh satu
kejadian yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedangkan antara
yang satu dengan yang lainnya berselang lama adalah riwayat asbab An-Nuzul yang
diriwayatkan oleh Ibn Jarir Ath-Thabari, Ath-Thabrani, dan Ibn Mardawiyah dari
Ibn Abbas. Demikian pula, Al-Hakim meriwayatkan hadis itu dengan redaksi yang
sama dan mengatakan, “Maka Allah menurunkan surat Al-Mujadalah [58] ayat 18-19.[4]
4.
Pentingnya mempelajari Asbabun Nuzul
Dari waktu ke waktu, Al-Qur’an mengalami gesekan dan
pergulatan dengan perjalanan peradaban manusia. Ketika itu, Al-Qur’an tetap
mampu berdialektika dengan sekelilingnya. Itulah implikasi dari universalitas
makna teks. Hubungannya dengan asbabun nuzul, Bintusy Syati’ menolak untuk
menganggap setiap peristiwa dalam riwayat asbabun nuzul tersebut sebagai sebab,
bahkan tujuan turunnya wahyu. Itu sekadar kondisi-kondisi eksternal dari
pewahyuan sehingga penekanannya diletakkan pada universalitas makna dan bukan
pada kekhususan kondisi.
Mengenai universalitas makna dan elastisitas pemahaman
sebuah teks, M. Quraish Shihab memverifikasi asbabun nuzul sebagai perpaduan
antara pelaku, peristiwa, dan waktu. Selama ini, menurut beliau, pemahaman ayat
sering kali hanya menekankan pada peristiwanya dan mengabaikan “waktu”
terjadinya. Akibatnya muncul interpretasi-interpretasi searah teks tanpa
mengaitkan pada realitas sosial yang melingkupi objek aksiologisnya.
Berdasarkan pendapat di atas, ada sebuah tawaran
metodologi yang akan mengefektifkan proses dialektis teks Al-Qur’an dengan
sosiokultural yang menyertainya: setelah makna tekstual suatu teks diketahui dalam
proses tafsir, maka teks itu dikembalikan ke zaman nya ketika diturunkan
(asbabun nuzul) sesuai dengan kondisi ruang dan waktu saat itu. Formulasi makna
yang diperoleh kemudian diturunkan dan didialektikkan dengan
psiko-sosio-kultural penafsir atau audiens bersangkutan dengan standar
pertimbangan tertentu, seperti universalitas dan kemaslahatan umum (mashlahatul
‘ammah). Maka implikasinya akan searah dengan kaidah para ahli fiqih yang
menyatakan “taghayyurul ahkam bi taghayyuriz-zaman wal makan” (hukum berubah
sesuai dengan perubahan zaman).
Selanjutnya, mengenai pentingnya asbabun nuzul, al-Wahidi
menyatakan bahwa tidak mungkin mengetahui tafsiran suatu ayat tanpa mengetahui
kisah dan penjelasan turunnya ayat. Ibu Daqiq al-‘Id juga menyatakan bahwa penjelasan
asbabun nuzul merupakan salah satu jalan yang baik untuk memahami makna
Al-Qur’an. Pendapat senada diungkapkan Ibnu Taimiyah bahwa mengetahui asbabun
nuzul akan membantu seseorang memahami ayat, karena pengetahuan tentang sebab
akan melahirkan pengetahuan tentang akibat.
Adapun faedah dari ilmu asbabun nuzul dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Seseorang dapat mengetahui hikmah di balik syariat yang
diturunkan melalui sebab tertentu.
2.
Seseorang dapat
mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului
turunnya suatu ayat.
3.
Seseorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan
khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan.
4.
Seseorang
mengetahui bahwa Allah selalu memberi perhatian penuh pada Rasulullah dan
selalu bersama para hamba-Nya.
Studi tentang asbabun nuzul akan selalu menemukan
relevansinya sepanjang perjalanan peradaban manusia, mengingat asbabun nuzul
menjadi tolok ukur dalam upaya kontekstualisasi teks-teks Al-Qur’an pada setiap
ruang dan waktu serta psiko-sosio-historis yang menyertai derap langkah
manusia. [5]
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan urain
di atas kami simpulkan bahwa Asbab An-Nuzul adalah: peristiwa atau kejadian
yang menyebabkan turunya satu atau beberapa ayat mulai yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik
berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan
urusan agama. Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman
Rasulullah SAW.oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya
selain berdasarkan periwayatan
(pentranmisian) yang benar ( naql ash-shalih ) dari orang-orang yang
melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Quran.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat kami paparkan tentang Asbab An-Nuzul. Semoga bermanfaat, dan
tentunya makalah ini tidak terlepas dari kesalahan, kekurangan, dan kekeliruan.
Oleh karena itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chirzin, Muhammad, Buku Pintar Asbabun Nuzul, Jakarta:
Zaman, 2011.
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV
PUSTAKA SETIA, 2012.
Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an:
Titian Ilahi, 1996.
Ma’ruf, Amari, Buku Ajar Tafsir, 2011.
As-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an,
Beirut: Dar Al-Fikr, 1989.
[1]
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul
Qur’an, Studi Kompleksitas Al-Qur’an
(Yokyakarta: Titian Illahi, 1996), hal. 236
[3]
Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan fi
‘Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Beirut, t.t., Jilid 1, hal. 29.
[4]
Amari Ma’ruf, Buku Ajar Tafsir,
2011, hal. 120-121.
[5]
Muhammad Chirzin, Buku Pintar
Asbabun Nuzul, (Jakarta: Zaman, 2011),
hal, 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)