Doc: Internet
Disusun oleh :
Muhammad Ruli
(134211027)
Siti Fatihatul Ulfa (134211028)
I.
PENDAHULUAN
Nikah adalah salah satu
asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang
sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat di pandang sebagai satu
jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan
perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu
dengan yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan
pertolongan antara satu dengan yang lainnya.
Sebenarnya pertalian
nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia,
karena antara istri dan suami akan saling kasih mengasihi dan akan berpindah
kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka
saling menjadi satu dalam segala urusan bertolong-tolongan sesamanya dalam
menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Dalam makalah ini berikut
akan kami bahas mengenai pernikahan.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Didalam makalah ini kami akan membahas
hadits-hadits tentang pernikahan.
III.
PEMBAHASAN
A.
Arti Pernikahan
Pernikahan adalah aqad
antara calon laki-isteri untuk hidup bersama sebagai suatu pertalian suci
antara pria dan wanita, dimana terdapat suatu persetujuan hubungan akrab. Guna
mendapat keturunan yang syah dan membina keluarga dan rumah tangga bahagia.
Sebelum Islam pernikahan sudah ada, setiap agama, setiap Nabi dan Rasul Allah
membuat peraturan tentang pernikahan.
Islam menetapkan peraturan-peraturan yang baik
dan sempurna guna menyelamatkan ummat manusia dari kebejatan moral dan
kejatuhan akhlak. Islam sebagai agama fitrah, dalam arti
tuntutannya selalu sejalan dengan fitrah manusia, menilai bahwa pernikahan
adalah cara hidup yang wajar. Karena itu ketika beberapa orang sahabat Nabi
Saw. Bermaksud melakukan beberapa kegiatan yang tidak sejalan dengan fitrah
manusia, Nabi Saw. Menegur mereka antara lain dengan menyatakan bahwa beliaupun
menikah lalu menegaskan:[1]
النكا ح سنتى فمن رغب عن سنتى فليس منى (رواه
البخرى)
“Pernikahan itu adalah peraturanku, barang
siapa tidak menyukai aturanku maka ia tidak masuk dalam golonganku". (HR. Bukhari dan Muslim
melalui Anas bin Malik ra).
Firman Allah dalam surat an-Naba’ ayat 8:
ö/ä3»oYø)n=yzur %[`ºurør& ÇÑÈ
“Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan”.
(8)
Manusia dijadikan Allah
dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan yang berlainan phisyik dan
psychisnya. Perbedaan ini bukan merupakan perbedaan yang ditimbulkan oleh iklim
dan sejarah, tetapi perbedaan mengandung hikmah yang dalam sebagai ketentuan
Allah Yang Maha Kuasa untuk meramaikan ummat manusia. Kita tidak dapat
menghapuskan perbedaan biologis dan karakteristik antara kedua jenis Bani Adam.
Untuk mengikat kedua
jenis laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan yang sah, maka disyari’atkan
perkawinan sebagai suatu lembaga kehidupan yang sah melalui akad nikah, lambang
kesucian dan keutamaan merupakan cap stempel resmi bahwa mereka sudah boleh
bergaul dan terikat dalam suatu hubungan yang murni dan suci. Dalam hal ini
agama Islam memberi pejunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan dalam tata cara
kehidupan manusia guna menyusun dan membentuk keturunan yang sah dan keluarga
yang baik dalam masyarakat yang bermoral untuk membina peradaban bangsa dan
kehidupan beragama.
Adapun dasar-dasar
pernikahan ialah persetujuan keluarga kedua belah pihak, serta kebulatan tekad
kedua calon mempelai untuk hidup bersama, strugle for life, meneruskan
keturunan ummat manusia dengan sah dan membina rumah tangga bahagia, hidup
rukun damai, harmonis, dan ideal, memikul tanggung jawab baik untuk mereka
berdua atau keturunan dibelakang hari, sebagai tunas-tunas muda amanat Allah
yang harus dipelihara.[2]
B.
Tujuan Pernikahan
Dalam Al-Qur’an surat Ar Ruum ayat 21 Allah berfirman:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
21. Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dari ayat ini diambil kesimpulan bahwa pernikahan itu bertujuan:
a.
Membina kehidupan yang rukun, tenang dan
bahagia (sakinah, mawaddah, dan warahmah).
b.
Supaya hidup cinta-mencintai dan kasih
mengasihi.
c.
Dalam suatu hadist ditambahkan supaya mendapat
keturunan yang syah.
Dalam pernikahan ada
pedoman dan patokan, garis-garis yang harus dilalui dan tak boleh dilalui oleh
suami isteri demi terwujudnya keluarga sejahtera dan rumah tangga bahagia.
Keduanya memikul tanggung jawab hak dan kewajiban, ada kewajiban khusus dan ada
kewajiban umum.[3]
C. Hukum Pernikahan
Nikah merupakan amalan
yang disyari’atkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah:
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz wr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºs #oT÷r& wr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
“ Maka nikahilah wanita-wanita (lainnya) yang kalian senangi, dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak dapat berlaku adil, maka cukup
seorang wanita saja, atau budak-budak yang kalian miliki. (An-Nisa’:3)
Demikian juga dengan-Nya yang lain:
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.Ï$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3t uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇÌËÈ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kalian serta
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya laki-laki dan
hamba-hamba sahaya perempuan yang kalian miliki.”(An-Nur:32)
Rasulullah bersabda:
“Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian telah mampu serta
berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya
pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan”.
(Muttafaqun Alaih)[4]
Dalam kitab suci
al-Qur’an dan Hadist Nabi tersebut terdapat ayat-ayat pokok yang berisi
perintah dan anjuran supaya manusia melakukan pernikahan. Oleh karena itu ahli
Fiqih hukum perkawinan itu mempunyai tingkatan dan klasifikasi menurut keadaan.
Urgensi perkawinan kecuali cukup umur dan kesanggupan, tergantung pula kepada
nafsu sexsual seseorang yang memang naluriyah berbeda ada tiap-tiap pribadi.
1.
Wajib
Bagi seseorang yang sanggup membelanjai Rumah
Tangga, kuat nafsu seksualnya dan takut terjatuh berbuat jahat.
2. Sunnat
Bagi seseorang yang sanggup berumah tangga tetapi mampu
mengendalikan nafsunya.
3. Mubah
Mampu membelanjai rumah tangga tetapi kurang nafsu
seksualnya.
4. Makruh
Tidak mampu memikul biaya rumah tangga dan sanggup
mengendalikan hawa nafsunya.
5. Haram (Terlarang)
Tidak dapat memenuhi kewajiban rumah tangga lahir batin,
yakin akan berbuat dzalim kepada wanita dan anak-anak atau ada sebab lain yang
berbahaya. [5]
D. Anjuran Menikah
َعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ;
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abdullah bin
Mas’ud, dia menceritakan, kami pernah bepergian bersama Rasulullah yang pada
saat itu kami masih muda dan belum mempunyai kemampuan apapun. Maka beliau
bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian telah mampu serta
berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya
pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan
barang siapa diantara kalian yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena,
puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu”.(HR.
Al-Bukhari, muslim, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Imam At-Tirmidzi mengatakan,
bahwa hadist ini berstatus hasan, shahih.
Dari Anas bin Malik ia
menceritakan: “Ada tiga orang atau lebih datang ke rumah isteri Nabi yang
bertanya tentang ibadah beliau. Ketika diberitahukan, seolah-olah mereka
membanggakan ibadahnya masing-masing seraya berucap: dibandingkan dengan
beliau, maka dimanakah posisi kita. Sedang beliau telah diberikan ampunan atas
dosa-dosa yang akan datang dan yang telah berlalu. Salah seorang diantara
mereka berkata: Aku senantiasa melakukan shalat malam satu malam penuh. Yang
lain berkata: Aku selalu berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka. Yang
lain berkata: Aku senantiasa menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.
Kemudian Rasulullah datang dan beliau bersabda: ‘Kalian ini orang yang
mengatakan begini dan begitu. Ingat, demi Allah: Sesungguhnya aku adalah orang
yang sangat takut dan bertakwa kepada Allah daripada kalian. Akan tetapi, aku
berpuasa dan berbuka, mengerjakan shalat dan tidur serta menikahi wanita.
Pernikahan merupakan
ibadah yang dengannya wanita Muslimah telah menyempurnakan setengah dari
agamanya serta akan menemui Allah dalam keadaan suci dan bersih. Hal ini
sebagaimana diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah telah bersabda:
مَن رَزقه الله امراة صالحة فقد أعانه على شطر دينه, فليتق
الله في الشطر الباقي. (رواه الطبرانى والحاكم )
“Barang siapa diberi oleh Allah
seorang isteri yang shalihah, maka Dia telah membantunya untuk menyempurnakan
setengah dari agamanya. Untuk itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada
setengah lainnya”. (HR. Ath-Thabrani dan AL-Hakim)[6]
E. Pemilihan Jodoh
Masalah ini amat
penting, apalagi dalam pergaulan yang sekarang sudah tidak terbatas oleh daerah
dan kampung, akan tetapi meluas sampai keluar batas negara dimana hubungan
Internasional sudah begini maju, maka seharusnya pula orang-orang tua
memberikan pedoman-pedoman dan bimbingan positif dan konkrit demi kepentingan
muda-mudi kita, apalagi menghadapi peraturan dunia Internasional dibidang
keperjajahan, dimana sementara orang mempergunakan masalah perkawinan untuk
kepentingan politik, agama dan golongan.[7]
Di dalam Islam
pedoman-pedoman untuk memilih jodoh itu termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadist
pertama-tama diterangkan dulu siapa yang tidak boleh dipilih, artinya golongan
mana yang tidak boleh menikah satu sama lain. Firman Allah dalam surat An Nisa
ayat 23:
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ËF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur ÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzy £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzy ÆÎgÎ/ xsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? ú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 3 cÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇËÌÈ
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;
ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu
(mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari keterangan ayat diatas
dijelaskan siapa-siapa yang tidak boleh menikah satu sama lain, baik karena
hubungan pertalian darah, pertalian susuan dan pertalian semeda sebagai
ketetapan Illahi, yang Maha Suci dan Agung.
Beberapa patokan tentang memilih jodoh dalam Islam:
a.
Kafaah, yaitu sepadan
Sepadan akhlak, budi pekerti, pendidikan,
pengetahuan dan keturunan. Dalam kitab-kitab fiqih disebut juga umurnya.
Walaupun berlainan pendapat orang tentang arti sepadan, namun tujuannya adalah
keserasian rasa dan pandangan, sehingga tercapai pergaulan yang harmonis antara
suami-isteri dalam rumah tangga. Sepadan tentang agama, pendidikan dan
cita-cita, memegang peranan pentinag untuk hidup bahagia, karena jika tidak
demikian akan selalu terjadi pertikaian dan perselisihan paham dalam pergaulan
sehari-hari, apalagi dalam mendidik anak-anak. Dimana sepaham dan sama
pandangan orang tua sangat diperlukan.
Paralel
cara berfikir dan sama pandangan menghadapi tantangan-tantangan hidup banyak
ditentukan oleh persamaan keyakinan, persamaan agama dan kebudayaan, persamaan
latar belakang kehidupan. Satu hal yang harus di ingat bahwa perkawinan bukan
untuk bergaul sebulan dua bulan, tetapi untuk bertahun-tahun, malah untuk
selama-lamanya selama hajat dikandung badan dan bukan pula semata-mata untuk
berdua, tetapi di dalamnya tersangkut pula kepentingan seluruh keluarga apalagi
orang tua.
b. Se-agama
Bagi ummat Islam unsur agama memegang peranan
penting. Pemuda-pemudi Islam tidak diperbolehkan kawin dengan pemuda dan pemudi
yang tidak beragama Islam. Di dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 221 Allah
berfirman:
wur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sã 4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ×öyz `ÏiB 7px.Îô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 wur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sã 4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ×öyz `ÏiB 78Îô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôt n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôt n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãur ¾ÏmÏG»t#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbrã©.xtGt ÇËËÊÈ
221.
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sama-sama
memeluk agama Islam menjadi syarat mutlak perjodohan Muslim, oleh karenananya
sebelum menjatuhkan pilihan harus berhati-hati dan mengetahui agamanya lebih
dahulu.
c. Berakhlak dan Bermoral
Agama dan akhlak memegang peranan penting
dalam kehidupan tiap-tiap pribadi. Baik buruknya keadaan seseorang tergantung
kepada budi bahasa dan akhlaknya. Kecantikan dan keindahan lahir akan pudar
tanpa akhlak dan budi pekerti, dari itu dalam menjatuhkan pilihan, utamakanlah
pula akhlak dan adab kesopanan atau agamanya.
F. Kriteria (Sifat-Sifat Calon Jodoh)
Mengenai ini Nabi Muhammad SAW bersabda,
riwayat Bukhari dari Abu Hurairah:
َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله
عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ
: لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ
بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ
اَلسَّبْعَةِ
Ada empat unsur orang memilih calon isteri:
1) Karena Hartanya
2) Karena derajatnya
3) Karena kecantikannya
4) Karena Agamanya.
Dari keempat kriteria yang disebutkan diatas, maka Nabi memberi penekanan
pilihlah jodoh karena kriteria yang keempat yaitu karena agamanya seseorang,
Nabi mengatakan bila motivasi memilih seorang jodoh karena agamanya, maka akan
beruntung. Diharapkan dengan pemilihan jodoh berdasarkan agamanya ini akan
melahirkan generasi yang agamis. Dengan demikian orang tua selalu memelihara
diri, mengutamakan akhlakul karimah, kasih sayang, pemaaf, penyabar selalu
menanamkan nilai-nilai agamis di dalam keluarga. [8]
Memilih jodoh jangan terburu-buru, baik jodoh
anda dapatkan sendiri atau pilihan orang tua, yang perlu ketenangan dan tidak
terburu-buru. Pilihlah yang betul-betul kita yakini bahwa dia itu cocok untuk
kita. Dan jika sudah pasti barulah mulai bertindak. Jangan mengobral cinta dan
jangan pula sebentar-sebentar berganti. Tetapi tenanglah dalam menjatuhkan
pilihan. “ Pikir itu pelita hati dan ketenangan adalah pangkal kebahagiaan.
a. Sifat-sifat gadis yang baik untuk calon isteri ideal, yaitu:
1. Lapang hati dan gembira
2. Sederhana
3. Rendah hati
4. Hidup beraturan dan tenang
5. Suka bertanggung jawab, dan hormat kepada orang tua
b. Sifat-sifat jenaka untuk calon suami yang baik dan ideal.
1. Tenang dan berwibawa
2. Suka menolong dan menghormati kaum lemah
3. Tinggi cita-cita dan keras kemauan
4. Hidup teratur dan sopan
5. Bertanggung jawab dan hormat kepada orang tua[9]
IV.
KESIMPULAN
Dengan demikian faedah yang terbesar dalam
pernikahan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu
dari kebinasaan, sebab seorang perempuan apabila ia sudah menikah, maka
nafkahnya wajib ditanggung oleh suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara
kerukunan anak cucu, sebab kalau tidak dengan nikah, tentulah anak tidak
berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang akan bertanggung jawab
atasnya. Nikah dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada
pernikahan tentu manusia akan menurutkan
sifat kebinatangan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan antara
sesamanya. Dan dalam pernikahan hendaknya agama dan budi pekerti menjadi pokok yang utama untuk pemilihan
jodoh, karena dengan seperti itu akan terbentuk pernikahan sakinah, mawadah, warahmah.
DAFTAR PUSTAKA
‘Uwaidah, Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, Jakarta:
Pustaka al-kautsar , 1998.
Shihab, M. Quraish, Pengantin Al-Qur’an,
Jakarta: Lentera hati, 2007.
Suryani, Hadis Tarbawi: Analisis Paedagogis
Hadis-Hadis Nabi, Yokyakarta: Teras. 2012.
Dachlan, Aisjah, Membina Rumah Tangga
Bahagia, Jakarta: JAMUNU, 1969.
Ghozali, Syukri, Nasehat perkawinan dalam
Islam, Jakarta: Biro Penerbangan dan Motivasi, 1985.
@Tausiyahku, Tausiyah Cinta, Jakarta:
Qultum Media, 2012.
[1] M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera hati. 2007), h. 55.
[2]Aisjah Dachlan, Membina Rumah Tangga
Bahagia: Peranan Agama dalam Rumah Tangga, (Jakarta: JAMUNU. 1969), h.
47-49.
[3]Syukri Gozali, Nasehat Perkawinan dalam
Islam, (Jakarta: Biro Penerbangan dan Motivasi. 1985), hlm. 29
[4]Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita,
(Jakarta: Al-Kautsar. 1998), hal. 397-398
[5]M. Quraish Shihab, Pengantin
Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati. 2007), h. 57
[6]Kamil Muhammad Uwaidah. Op. Cit. h.
398-399.
[7]
@Tausiyahku, Tausiyah
Cinta, ( Jakarta: Qultum Media. 2012), H. 159
[8] Suryani, Hadis Tarbawi: Analisis
Paedagogis Hadis-Hadis Nabi, (Yokyakarta: Teras. 2012), hlm. 113.