Jumat, 06 Februari 2015

TAFSIR AL-MIZAN



A.    Gambaran Kitab
Nama Kitab                 : Al-Mizan Fi Tafsir al-Quran
Pengarang                   :Sayyid Muhammad HuseinThabathaba’i
Lahir                           : di kota Tabriz, pada 29 Zulhijjah 1321 H/1892 M
Penerbit                       : Beirut; Dâr al-Fikr
Ukuran buku               : Tafsir al-Mizan terdiri 8041 halaman kitab berberhasa
                                      Arab                                     
Warna sampul             : Hitam
Jumlah jilid                  : 20 jilid

B.     Biografi Penulis
Imam Thabathaba’i adalah nama yang populer bagi penulis al-Mizan fi tafsir al-Quran. Thabathaba’i sendiri merupakan horofic title (laqab) bagi salah satu kakeknya, yaitu Ibrahim Thabathaba’i bin Ismail ad-Dibaji. Beliau dijuluki seperti itu oleh ayahnya dengan harapan dapat memotongkan secuil kain baginya, ketika ia masih kecil, kemudian ia memberi pilihan kepadanya antara baju dan quba.Ayahnya menegaskan thaba-thaba yakni quba-quba. Akan tetapi menurut pendapat lain,julukan tersebut diberikan kepadanya yang berarti ia adalah penghulu para sayyid (atau keturunan Nabi Muhammad).
Beliau lahir pada akhir 1321 H. Tepatnya pada 29 Dzulhijjah 1321 H atau bertepatan dengan 1903 M di desa Shadegan. Provinsi Tibriz atau Tabriz (provinsi yang pernah dijadikan sebagai ibu kota pada masa dinasti safawi). Beliau lahir dari keluarga ulama keturunan Nabi yang selama 14 generasi telah mengahsilkan ulama-ulama terkemuka dalam islam, termasuk Thabathaba’i sendiri. Thabathaba’i muda dibesarkan dalam keluarga ulama intelektual dan religius. Beliau mendapatkan pendidikan awal dari tangan keluarganya.Ibunya meninggal pada saat beliau 5 tahun. Empat atau lima tahun kemudian ayahnya juga meninggal.
Dengan demikian, beliau sudah menjadi yatim pada saat masih banyak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Setelah ayahnya meninggal, beliau diasuh oleh pembantu laki-laki dan perumpuannya, termsuk dalam mendampinginya untuk belajar, sehingga sepeninggal kedua orang tuanya, pendidikannya tetap diperhatikan. Bagi keluarga ini,  pendidikan sudah menjadi tradisi keluarga. Secara garis besar, perjalanan pendidikan Thabathaba’i dijalani di tiga tempat; Tibriz, Najaf dan Qum. Thabathaba’i memperoleh pendidikan dasar dan menegahnya secara formal di kota kelahirannya, Tibriz sejak 1911-1917.Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya Thabathaba’i mengambil jalur otodidak untuk memperdalam pengetahuan yang diperolehnya.
Hal ini dilakukan karena alasan ekonomi yang melilit kehidupannya. Semangatnya untuk belajar tidak padam, meskipun ia belajar tidak dikelas dan tanpa partner. Terbukti selama tujuh tahun, tepatnya mulai 1825-1918, beliau denga tekun memulai kajian dan memabaca teks-teks agama, bahasa arab dan berbagai disiplin ilmu.

C.    Sejarah Penulisan
Menurut Razzaqi, ketika Thabathaba’i datang dari Tabriz ke Qum, beliau mempelajari dan melihat adanya berbagai kebutuhan dalam diri masyarakat Islam berikut berbagai situasi yang melingkupi lembaga Qum itu. Setelah itu beliau sampai pada satu kesimpulan bahwa lembaga tersebut membutuhkan satu tafsir atas al-Qur’an untuk mendapatkan sebuah pemahaman yang lebih baik dan instruksi yang lebih efektif untuk sampai pada makna yang tersirat dalam teks yang paling tinggi kedudukannya dalam Islam.
Dalamkuliah-kuliahnya, Thabathaba’imemberikanmateritafsir yang lalukemudianbeliautuliskan.Selamadiselenggarakanyakuliah yang cerdasini, kemungkinaniatelahmenuslikanmaterinyadalambentukprosa yang padatnamunindah, yang belakanganditerbitkandalambeberapa volume.
Dan yang tak kalah penting lagi adalah bahwa dengan keberadaan tafsir ini, sesungguhnya Thabathaba’i sekaligus ingin membantah asumsi yang menyatakan bahwa Syi’ah memiliki al-Quran tandingan, yang berbeda dengan al-Qur’an di dunia Sunni. Syi’ahtelahdituduhtelahmendistorsidanmereduksi al-Qur’an yang beredarsekarangini.

D.    Metode Penafsiran
Al-Qur’an diposisikan sebagai petunjuk bagi manusia, maka sebagai konsekuensi logisnya, tidak ada tawaran lagi bagi umat untuk bisa memahami al-Qur’an itu secara mutlak. Sebab, bagaimana mungkin pesan-pesan yang dikandungnya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa memahaminya terlebih dulu.
Atas keunikan itulah, al-Qur’an dapat selalu memberi peluang untuk menghasilkan penafsiran baru. Dalam kaitannya dengan pemahaman al-Qur’an, Thabathaba’i berasumsi bahwa setiap ayat al-Qur’an pada dasarnya bisa dipahami dari dua sisi. Satu sisi adalah pemahaman makna literal sebagaimana yang tersurat dalam teks-teks al-Qur’an, yang kemudian dikenal sebagai aspek lahir. Sedangkan sisi lain adalah pemahaman terhadap makna yang tersirat, yakni makna yang terdapat dibalik teks ayat, yang kemudian dikenal dengan aspek batin.
Dalam pandangan Thabathaba’i, baik arti lahir maupun batin, keduanya tidaklah saling bertentangan. Pemahaman ini didasari oleh pengamatan Thabathaba’i terhadap struktur indrawi manusia dalam memperoleh pengetahuan yang memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda.
Untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an, Thabataba’i menggunakan tiga cara yang bisa dilakukan. Pertama, menafsirkan suatu ayat dengan bantuan data ilmiah dan non ilmiah. Kedua, menafsirkan al-Qur’an dengan hadits Nabi yang diriwayatkan dari imam-iman yang diucapkan dalam konteks ayat yang akan dibahas. Ketiga, menafsirkan al-Qur’an dengan jalan merefleksikan kata-kata dan makna ayat dengan bantuan sejumlah ayat lain yang relevan, dan sebagai tambahan, dengan merujuk kepada hadist-hadist sejauh hal tersebut memang diperlukan.
Tafsir Al Mizan ditulis menggunakan metode tahlili, sebuah metode yang menjelaskan kandungan ayat-ayat Al Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al Quran sebagaimana tercantum dalam mushaf. Selain itu Tafsir Al Mizan dikenal sebagai tafsir filosofis. Di samping itu, melalui kitab inilah dunia pertama kalinya dikenalkan dengan metodologi Tafsir al-Quran bi al-Quran. Metode ini merupakan salah satu model tafsir yang paling efektif. Dalam kitab Adwa’ al-Bayandiilustrasikan penggunaan metode ini meliputi beberapa kategorisasi, di antaranya memberikan rincian untuk apa yang telah diringkas (Tafsil al-Mujmal), membatasi yang mutlak (Taqyid al-Mutlaq), menspesifikasi yang general (Takhsis al-Amm), menjelaskan implikasi dari satu ayat ke ayat lain, menjelaskan satu kata dengan kata lain, menjelaskan satu makna dengan makna lain, menjelaskan bentuk linguistik dalam satu ayat dengan arti lain yang terdapat dalam ayat lain.
E.     Corak
Kalangan Syi’ah, sebagaimana dikemukakan oleh Thabathaba’i, memandang ayat-ayat yang dikatakan mutasyabihat bisa dipahami dengan merujuk pada ayat lain yang termasuk dalam kategori muhkamat. Inilah yang dalam syi’ah dipahami sebagai ketergantungan ayat-ayat metasyabihat terhadap ayat-ayat muhkamat.
Diantara karakteristik yang menonjol dalam penafsiran Thabathaba’i adalah perhatiannya yang besar terhadap munasabah (persesuaian) serta hubungan diantara ayat-ayat al-Qur’an. Kajian tentang munasabah oleh sementara mufasir lebih menekankan pada hubungan serta persesuaian antara suatu surah dengan surah sebelum atau sesudahnya. Thabathaba’i relatif sedikit mencurahkan perhatian pada munasabah antar surah. Baginya yang bernilai adalah mengkaji munasabah serta hubungan antar ayat, sebab keutuhan makna diantara ayat-ayat hanya bisa sempurna manakala aspek-aspek tertentu dari ayat-ayat tersebut serta bagaimana konteksnya dapat tersingkap melalui pendalaman atas munasabah serta tarabut antar ayat.
Sebagai seorang Ulama’ Syi’ah yang terkemuka, pemikiran Thaba’tabai memang sangat diwarnai ideologi ke syi’ahan. Hal ini terlihat jelas dalam beberapa karyanya, termasuk dalam kitab tafsirnya al-Mizan ini. Tampak sekali bahwa kitab ini sangat memeprlihatkan keteguhan Thaba’tabai berpegang pada madzhab syi’ah. Dalam karya monumentalnya ini Thaba’tabai bahkan kelihatan sekali berupa mengkampanyekan madzhab syi’ahnya ketika menafsirkan ayat-ayat yang menurut kaum syi’ah sendiri, berkenaan dengan pandangan-pandangan ideologis ke syi’ahan mereka.
Untuk menjelaskan posisi tafsir dan penafsirannya Thaba’tabai merasa perlu menjelaskan corak penafsirannya yang berkembang pada waktu itu.  Dalam muqodimahnaya, ia menjelaskan bahwa ragam tafsir muncul sejak zaman kekhalifahan karena berbagai sebab. Pertama, umat islam telah berbaur dengan berbagai tokoh agama dan mazhab. Kedua, filsafat Yunani telah ditransfer ke dunia Arab pada masa kekhalifahan Umawiyah dan terus berkembang pada masa Abasiyah. Hal ini menjadikan kajian kaum muslimin terhadap al-Qur’an sangat bercorak filosofis. Masuknya filsafat dalam dunia islam juga memberi andil atas berbagai pemahaman terhadap islam yang tidak semuanya disetujui oleh umat islam yang lain, terutama yang berkecenderungan fiqih.
Thaba’tabai juga menjelaskan corak penafsiran ulama terhadap al-Qur’an yang terdiri dari; Pertama, Ulama hadits. Mereka mencukupkan diri pada penafsiran dasarkan riwayat dari ulama-ulama salaf, sahabat dan tabi’in. kedua, para teolog yang menggunakan berbagai macam pendapat madzhab dengan segala perbedaanya. Pendapat-pendapat yang sesuai diambil, sedangkan yang tidak sesuai diinterpretasi dengan batas-batas kewenangan yang ada di dalam mazhab. Ketiga, para filosof yang dalam menafsirkan tidak jauh beda dengan para teolog.

F.     Sistematika
Dalamkitabtafsirnya al-MizaniniThabathaba’imengikutisistematikatartibmushafi.NamnunThabathaba’idalampenafsirannyamembagi-baginyakedalambeberapatema.Sehinggadalammenafsirkan al-Qur’an, Thabathaba’itidakmelakukannyasecaraayat per ayat.Akan tetapimengumpulkanbeberapaayatuntukkemudianbarudiberikanpenafsirannya.Dalamkaitanini,Thabathaba’imengawalinyadengantemapenjelasan yang meliputikajianmufradat, i’rab, Balaghahkemudiantemakajianriwayat yang di dalamnyaberisipandanganberbagairiwayat yang disikapiThabathaba’isecarakritis, dilanjutkandengankajianfilsafatdan lain sebagainya.
Secara umum sistematika yang dipakai Thabathaba’i dalam karya tafsirnya, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sistematika dalam karya-karya tafsir lainnya.Ali al- Awsi memetakan sistematika yang dipakai karyanya ini. Diantara yang bisadisebutkanadalahThabathaba’idalammemberikansatutopik, membagi-bagiayatdalamsatusurat yang akanditafsirkanmenjadikelompoktersendiri. Terlepasdariayattersebutmasukdalamkelompoksatusuratatautidaksehinggaterkadangdalammenafsirkan,Thabathaba’ihanyamenafsirkansatuayatataulebihdalamsatukelompok.
Tidak jarang Thabathaba’i menggunakan metode diskusi ketika menafsirkan suatu ayat, sambil membeberkan pendapat ulama klasik pada ayat yang sedang dikaji. selain itu ketika mengutip pendapat para ulama terutama dalam bahasan riwayat, terkadang beliau mengomentari riwayat tersebut. Baikmelemahkannya, menguatkannya, atauuntukmemperkokohpendapatnyadalammenjelaskanpengertiansepertihalnyadalampembahasantentangsebab-sebabturunnyaayat.
G.    Kelebihan dan Kekurangan
a.       Kelebihan kitab Tafsir al-Mizan:
1.      Dalam menafsirkan al-Qur’an, Imam Thabathaba’i memiliki disiplin ilmu yang begitu banyak mulai dari yang berhubungan dengan agama sampai dengan ilmu-ilmu umum maka dalam penafsirannya banyak ilmu-ilmu yang dapat menunjang dalam penafsiran ayat tersebut terhadap Al-Qur’an itu sendiri.
2.      Beliau begitu teliti dalam menukil riwayat baik itu yang dinukil dari Rasulullah, Sahabat, maupun dikalangan tabi’in itu sendiri.
3.      Beliau hanya mengambil sesuatu yang bermanfaat saja dalam kitab-kitab yang lain.
4.      Walaupun beliau termasuk ulama Syi’ah akan tetapi penafsirannya untuk memperkuat posisi syi’ah itu tidak terlalu karena ia juga membanding-bandingkanna dengan Sunni.
b.      Adapun kelemahan Tafsir al-Mizan:
1.      Tidak menyebutkan sanad hadist secara sempurna akan tetapi cukup menyebut sumber pertamanya meskipun terkadang menyebutnya. Sedang hadist yang terkait dengan fadhilah-fadhilah surah tidak disebutkan.
2.      Beliau terkadang menggunakan sunnah dalam mengukuhkan dan menopang hasil pemahamannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an dari aspek bahasa, i’rab, siyaq dan pengaruh makna dzahir dengan mengkhususkan pembahasannya. Hal itu dilakukan jika hasil pemahaman itu sejalan denga sunnah tapi jika tidak searah maka beliau mendhaifkan sunnah.


1 komentar:

Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)