Jumat, 06 Februari 2015

TAFSIR AL-MARAGHI



A.     Gambaran Kitab
Tafsir al-Maraghipertama kali diterbitkanpadatahun 1951 di Kairo.Padaterbitan yang pertamaini, Tafsir al-Maraghiterdiriatas 30 juzataudengan kata lainsesuaidenganpembagianjuz Al-Qur’an. Kemudian, padapenerbitan yang keduaterdiridari 10 jilid, di manasetiapjilidberisi 3 juz, danjugapernahditerbitkankedalam 15 Jilid, di manasetiapjilidberisi 2 juz. Kebanyakan yang beredar di Indonesia adalahTafsir al-Maraghi yang diterbitkandalam 10 jilid.
B.     Biografi
Namalengkapnyaadalah Ahmad Mustafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im al-Maraghi. Kadang-kadangnamatersebutdiperpanjangdengan kata Beik, sehinggamenjadi Ahmad Mustafa al-MaraghiBeik. Iaberasaldarikeluarga yang sangattekundalammengabdikandirikepadailmupengetahuandanperadilansecaraturun-temurun, sehinggakeluargamerekadikenalsebagaikeluarga hakim.
Al-Maraghi lahir di kota Maraghah, sebuah kota kabupaten di tepi barat sungai Nil sekitar 70 km di sebelah selatan kota Kairo, pada tahun 1300 H/1883 M. Nama Kota kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi nisbah (nama belakang) bagi dirinya, bukan keluarganya. Iniberartinama al-Maraghibukanmonopolibagidirinyadankeluarganya.
Iamempunyai 7 orang saudara. Lima di antaranyalaki-laki, yaitu Muhammad Mustafa al-Maraghi (pernahmenjadi Grand Syekh Al-Azhar), Abdul Aziz al-Maraghi, Abdullah Mustafa al-Maraghi, dan Abdul Wafa’ Mustafa al-Maraghi.Hal iniperludiperjelassebabseringkaliterjadisalahkaprahtentangsiapasebenarnyapenulis Tafsir al-Maraghi di antarakelimaputraMustahafaitu.  Kesalah-kaprahaniniterjadikarena Muhammad Mustafa al-Maraghi (kakaknya) jugaterkenalsebagaiseorangmufassir.Sebagaimufassir, Muhammad Mustafa jugamelahirkansejumlahkaryatafsir, hanyasajaiatidakmeninggalkankaryatafsir Al-Qur’an secaramenyeluruh. Iahanyaberhasilmenulistafsirbeberapabagian Al-Qur’an, seperti surah al-Hujuratdan lain-lain. Dengandemikian, jelaslah yang dimaksud di sinisebagaipenulis Tafsir al-Maraghi adalah Ahmad Mustafa al-Maraghi, adikkandungdari Muhammad Mustafa al-Maraghi.
Masakanak-kanaknyadilaluidalamlingkungankeluarga yang religius.Pendidikandasarnyaiatempuhpadasebuah Madrasah di desanya, tempat di manaiamempelajari Al-Qur’an, memperbaikibacaan, danmenghafalayat-ayatnya, sehinggasebelumusia 13 tahuniasudahmenghafalseluruhayat Al-Qur’an. Di sampingitu, iajugamempelajariilmutajwiddandasar-dasarilmu agama yang lain.
Setelahmenamatkanpendidikandasarnyatahun 1314 H./1897 M, ataspersetujuan orang tuanya, al-MaraghimelanjutkanpendidikannyakeUniversitas al-Azhar di Kairo. Iajugamengikutikuliah di UniversitasDarul ‘UlumKairo. Dengankesibukannya di duaperguruantinggiini, al-Maraghidapatdisebutsebagai orang yang ulet, sebabkeduanyaberhasildiselesaikanpadasaat yang sama, tahun 1909 M.
Di keduaUniversitastersebut, al-Maraghimendapatkanbimbinganlangsungdaritokoh-tokohternamadanahli di bidangnyamasing-masingpadawaktuitu.Seperti, Syekh Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Bukhait al-Muthi’i, Ahmad Rifa’i al-Fayumi, dan lain-lain. Merekalahantara lain yang menjadinarasumberbagi al-Maraghi, sehinggaiatumbuhmenjadisosokintelektualmuslim yang menguasaihampirseluruhcabangilmu agama.
Setelahmenamatkanpendidikannya di Universitas al-AzhardanDarul ‘Ulum, iaterjunkemasyarakat, khususnya di bidangpendidikandanpengajaran.Beliaumengabdisebagai guru di beberapa madrasah denganmengajarkanbeberapacabangilmu yang telahdipelajaridandikuasainya.Beberapatahunkemudian, iadiangkatsebagaiDirektur Madrasah Mu’allimin di Fayum, sebuah kota setingkatkabupaten yang terletak 300 km sebelahbaratdaya kota Kairo. Dan padatahun 1916, iadimintasebagaidosenutusanuntukmengajar di Fakultas Filial Universitas al-Azhar di Qurthum, Sudan, selamaempattahun.
Pada tahun 1920, setelah tugasnya di Sudan berakhir, ia kembali ke Mesir dan langsung diangkat sebagai dosen Bahasa Arab di Universitas Darul ‘Ulum serta dosen Ilmu Balaghah dan Kebudayaan pada Fakultas Bahasa Arab di Universitas al-Azhar.  Pada rentang waktu yang sama, al-Maraghi juga menjadi guru di beberapa madrasah, di antaranya Ma’had Tarbiyah Mu’allimah, dan dipercaya memimpin Madrasah Utsman Basya di Kairo. Karena jasanya di salah satu madrasah tersebut, al-Maraghi dianugerahi penghargaan oleh raja Mesir, Faruq, pada tahun 1361 H. Dalam menjalankan tugas-tugasnya di Mesir, al-Maraghi tinggal di daerah Hilwan, sebuah kota yang terletak sekitar 25 Km sebelah selatan kota Kairo. Iamenetap di sanasampaiakhirhayatnya. Iawafatpadausia 69 tahun (1371 H./1952 M.). Namanyakemudiandiabadikansebagainamasalahsatujalan yang ada di kota tersebut.
Al–Maraghiadalahseorangulama yang sangatproduktifdalammenyampaikanpemikirannyalewattulisan–tulisannya yang terbilangsangatbanyak.Karya al-Maraghidiantaranyaadalah: Ulum al–Balagah, Hidayah at-Talib, Tahzib at-Taudih, Tarikh’Ulum al-BalagahwaTa’rif bi Rijaliha , BuhuswaAra’, Mursyid at-Tullab, Al-Mujaz fi al-Adab al-‘Arabi, Mujazfi’Ulum al-Usul, Ad-Diyatwa al-Akhlaq, Al-Hisbahfi’al-Islam, Ar-Rifq bi al-Hayawan fi al-Islam, SyarhSalasihHadisan, TafsirJuzInnama, Tafsir al-Maraghi.
C.     Sejarah Penulisan
Didalam Tafsir al-Maraghi dijelaskan, bahwa pada masa al-Maraghi ini, sering menyaksikan banyak kalangan yang cenderung memperluas cakrawala pengetahuan di bidang agama, terutama sekali dibidang tafsir al-Qur’an dan sunnah Rasul. Dan pertanyaan-pertanyaanseringdikemukakankepadabeliauberkisarpadamasalahtafsirapakah yang paling mudahdanbermanfaatbagiparapembaca, sertadapatdipelajaridalamwaktu yang tidakterlalu lama.Mendengarpertanyaan-pertanyaantersebut, beliaumerasaagakkesulitandidalammemberikanjawaban.Masalahnya, sekalipunkitab-kitabtafsiritubermanfaat, disampingmenyingkapkanberbagaipersoalaan agama danberbagaikepelikan yang sulitdipahami, namunkebanyakantelahditumbuhidenganistilah-istilahilmu lain. Misalnyailmubalaghah, nahwu, saraf, fiqh, tauhiddanilmu-ilmulainnya yang semuaitujustrumerupakanhambatanbagipemahaman al-Qur’an secarabenarbagiparapembaca.
Kitab-kitabtafsirjugaseringdiberiilustrasicerita-cerita yang bertentangandenganfaktadankebenaranbahkanbertentangandenganakaldanfakta-faktailmupengetahuan yang bisadipertanggungjawabkan.Namunada pula kitabtafsir yang dibarengidengananalisa-analisailmiah, selarasdenganperkembanganilmuketikapenulisantafsirtersebut.Hal inimemangtidakbisadisalahkan, karena al-Quran memberikanisyaratmelaluiayat-ayatnya.Saatinidapatdibuktikandengandasarpenyelidikkanilmiahdan data auntetikdenganberbagaiargumentasi yang kuat, bahwasebenarnyatidakperlumenafsirkn al-Quran dengananalisa-analisailmiah yang hanyaberlakuketikaitu.Sebabdenganberlakunyamasa, makasudahtentusituasitersebutakanberubah. Lebih-lebihtafsirdahuluitujustruditampilkandengangayabahasa yang hanyabisadimengertiolehparapembaca yang semasa.
Memerhatikan kenyataan tersebut, masyarakat tentu membutuhkan kitab-kitab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka, disajikan secara sistematis, diungkapkan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, dan masalah-masalah yang dibahas benar-benar didukung dengan hujjah, bukti-bukti nyata serta berbagai percobaan yang diperlukan. Karenadoronganitulahkemudian al-Maraghimenulisataumengarangkitabtafsir yang kemudiandikenaldengantafsir al-Maraghi.
D.    Metode Penafsiran
Dari sisimetodologi, al-Maraghibisadisebuttelahmengembangkanmetodebaru.Bagisebagianpengamattafsir, al-Maraghiadalahmufassir yang pertama kali memperkenalkanmetodetafsir yang memisahkanantara “uraian global” dan “uraianrincian”, sehinggapenjelasanayat-ayat di dalamnyadibagimenjadiduakategori, yaitu ma’naijmalidan ma’natahlili.
Dalam muqaddimahnya al-Maraghi mengungkapkan metode-metode yang digunakan dalam kitab tafsirnya, yakni:
1)      Menyampaikan ayat-ayat di awal pembahasan, memulai dengan satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Qur’an yang disusun sedemikian rupa sehingga memberikan pengertian yang menyatu.
2)      Penjelasan kata-kata secara bahasa, jika memang terdapat kata-kata yang dianggap sulit dipahami oleh para pembaca.
3)      Menyebutkan pengertian ayat secara ijmal, dengan tujuan memberikan pengertian ayat-ayat di atasnya secara global. Sehinggasebelummemasukipengertiantafsir yang menjaditopikutama, parapembacatelahmengetahui.
4)      Makna ayat-ayat secara ijmal terlebih dahulu.
5)      Menyertakan pembahasan asbabun-nuzul jika terdapat riwayat shahih dari hadits yang menjadi pegangan para mufassir.
6)      Mengesampingkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, seperti ilmu Shorof, Nahwu, Balaghah dan Sebagainya.
Gaya bahasa yang mudahdicernaolehalampikiransaatini.Jadi, pembahasantafsir yang disajikanjugadisertaidenganilmupengetahuan (sains) yang dapatmendukungpemahamanisi al-Qur’an.
Metode yang digunakan Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan metode tahlili, hal itu dilihat dari cara beliau menafsirkannya dengan memulai mengelompokan ayat-ayat menjadi satu kelompok lalu menjelaskan pengertian kata-kata, maknanya secara ringkas, dan disertai asbabun nuzul, kemudian munasabah ayatnya. Padabagianakhir, beliaumemberikanpenafsiran yang lebihrincimengenaiayattersebut.
E.     Corak
Corak yang dipakai dalam Tafsir al–Maraghi adalah corak adab al–Ijtima’i, sebagai berikut: diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik dengan berorientasi sastra kehidupan budaya dan kemasyarakatan. Sebagaisuatupelajaranbahwa al-Qur’an diturunkansebagaipetunjukdalamkehidupanindividumaupunmasyarakat.Penafsirandengancorakadab al-Ijtima’Iberusahamengemukakansegikeindahanbahasadankemukjizatan al-Qur’an berusahamenjelaskanmaknaataumaksudditujuoleh al-Qur’an, berupayamengungkapkanbetapa al-Qur’an itumengandunghukum-hukumalamdanatauran-aturankemasyarakatan, sertaberupayamempertemukanantaraajaran al-Qur’an, teori-teoriilmiah yang benar.
F.      Sistematika
Adapun sistematika dan langkah-langkah yang digunakan dalam Tafsir al-Maraghi adalah sebagai berikut:
Pertama, Menghadirkan satu, dua, atau sekelompok ayat yang akan ditafsirkan. Pengelompokan ini dilakukan dengan melihat kesatuan inti atau pokok bahasan. Ayat-ayat ini diurut sesuai tertib ayat mulai dari surah al-Fatihah sampai surah an-Nas.
Kedua, Penjelasan kosa kata (Syarh al-Mufradat). Setelah menyebutkan satu, dua, atau sekelompok ayat, al-Maraghi melanjutkannya dengan menjelaskan beberapa kosa kata yang sukar menurut ukurannya. Dengan demikian, tidak semua kosa kata dalam sebuah ayat dijelaskan melainkan dipilih beberapa kata yang bersifat konotatif atau sulit bagi pembaca.
Ketiga, Makna ayat sacara umum (Ma’na al-Ijmali). Dalam hal ini, al-Maraghi berusaha menggambarkan maksud ayat secara global, yang dimaksudkan agar pembaca sebelum melangkah kepada penafsiran yang lebih rinci dan luas ia sudah memiliki pandangan umum yang dapat digunakan sebagai asumsi dasar dalam memahami maksud ayat tersebut lebih lanjut. Kelihatannya pengertian secara ringkas yang diberikan oleh al-Maraghi ini merupakan keistimewaan dan sesuatu yang baru, di mana sebelumnya tidak ada mufassir yang melakukan hal serupa.
Keempat, Penjabaran (al-Idhah). Pada langkah terakhir ini, al-Maraghi memberikan penjelasan yang luas, termasuk menyebutkan Asbab an-Nuzul jika ada dan dianggap shahih menurut standar atau kriteria keshahihan riwayat para ulama. Dalam memberikan penjelasan, kelihatannya al-Maraghi berusaha menghindari uraian yang bertele-tele (al-Ithnab), serta menghindari istilah dan teori ilmu pengetahuan yang sukar dipahami. Penjelasan tersebut dikemas dengan bahasa yang sederhana, singkat, padat, serta mudah dipahami dan dicerna oleh akal.
G.    Komentar Ulama’
Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi dalam kitab At-Tafsir wa Al-Mufassirun dijelaskan bahwa, sesungguhnya Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an sangat berhati-hati, beliau tidak berani menuangkan hasil ijtihadnya sebelum terlebih dahulu ia perhatikan beberapa aspek yang dianggapnya lebih penting dalam menafsirkan suatu ayat itu. Beberapaaspektersebutantara lain:
1.      Terlebihdahulumencaripenafsirandariayatlainmengenaikandungansuatuayat. Karenaadakalanyasuatuayatdianggapmujmal di satutempat, tetapitidak di tempat lain.
2.      Setelah dia memperhatikan penafsiran yang diambil dari ayat Al-Qur’an itu sendiri, kemudian dia mencari penjelasan dari Rosulullah SAW dalam bentuk hadits, dengan terlebih dahulu diseleksinya, kemudian dia mengambil hadits-hadits yang menurutnya jalan periwayatannya benar.
3.      Diamencarisertamemperhatikanpenjelasan yang datangnyadariulamasalaf, baikulamasalaf yang berasaldarisahabatatauulama yang berasaldarikalangantabi’in.
4.      Setelahitudiamemperhatikandariaspekuslubkebahasaan.
5.      Bahkandiasenantiasamemperhatikanberbagaisunnatullah yang terjadidanberkembangsesuaidenganperkembanganumatmanusiadalamkauniahini.
6.      Al-Maraghijugaselalumengkajidanmemahamidarikitab-kitabtafsir yang terdahulu.


2 komentar:

Pembaca yang baik meninggalkan jejak yang baik,
Jangan lupa di comment ya :)